AMBON (SentralPolitik)_ Sedikit demi sedikit kemana percikan uang SPPD palsu alias fiktif senilai Rp. 52,515 miliar di Kabupaten Kepualauan Tanimbar mengalir, kini mulai terkuak. Dari aliran dana dan penggunaannya patut diduga kalau mantan Bupati KKT Petrus Fatlolon sebagai aktor utama dibalik korupsi dana itu.
—
Peran aktor ini terlihat dari penggunaan dana kasus SPPD fiktif pada Bagian Umum dan Humas Setda KKT. Terungkap kalau dana SPPD Fiktif untuk Bagian Umum sebagian digunakan untuk pekerjaan pagar rumah pribadi PF di Desa Ilngey dan milik anak PF yakni Yohanis Rano Fatlolon.
Begitupun mulai terang kemana saja cahaya dana SPPD palsu dari Sekretariat DPRD KKT senilai Rp.12,361 miliar menerpa. Dilaporkan kalau sebagian dana itu hendak dibagi-bagi ke Forkopinda disana, namun sebagian ditolak.
‘’Entah kemana uang dari SPPD terbesar dari unit kerja itu akhirnya mengendap, kami kira jaksa pasti akan membongkarnya. Begitupun dana dari Sekretariat Daerah dan BPKAD yang sudah mulai diusut,’’ tandasnya.
Bagaimana dengan Bagian Umum? ‘’Nah, karena uang negara di Bagian Umum, tidak dapat dipertanggung jawabkan, Kabag Umum Nus Oratmangun dan bendahara akhirnya dibekuk. Sebetulnya saat persidangan, nama PF sudah muncul disana,’’ kata sumber yang meminta namanya tidak perlu dipublikasikan.
BAYAR BATU
Sementara itu, sumber juga menyebutkan kalau sebagian SPPD palsu di Bagian Humas Setda KKT ternyata dipakai untuk membayar hutang pihak ketiga, pada pekerjaan jalan Trans Pulau Fordata, Kecamatan Fordata.
Dia menyebut, tahun 2020 pekerjaan jalan aspal dari pusat kecamatan melingkar desa-desa disana. Hanya saja, pekerjaan sempat terbengkalai. Warga Awear murka karena material lokal berupa batu yang dikumpul oleh warga, tidak dibayar oleh pihak kontraktor yang berasal dari Papua.
Jumlah material yang disediakan warga yakni 900 kubik batu berbagai ukuran. Nilai per kubik Rp. 300 ribu. Kontraktor dari Papua tadi sudah melarikan diri karena Covid-19 dan tidak bertanggung jawab lagi pada pekerjaannya. Padahal meski pekerjaan belum selesai sepenuhnya, tapi sebagian besar dana sudah dibayarkan oleh Pemda lewat Dinas Bina Marga pimpinan Polly Matitaputty.
Pada 6 Juni 2020, warga Awear kemudian melakukan aksi demontrasi plus Sasi Adat terhadap tanah berikut pekerjaan disana.
Bupati KKT ketika itu, Petrus Fatlolon kemudian memboyong Forkopinda kesana sekaligus melakukan negosiasi dengan warga. Dari negosiasi ini akhirnya warga melepas sasi dan diikuti dengan pembayaran tunggakan yang tertunda.
‘’Jadi kontraktor yang kerja, tapi PF mati-matian menyelesaikannya. Jarang-jarang lho bupati mengambil langkah begitu, untuk menyelamatkan muka kontraktor dari Papua,’’ kata sumber tadi sambil tersenyum.
‘’Lalu apakah unsur Forkopinda iklas berjam-jam melintas Trans Yamdena, terus menerpa badai menyeberang ke Pulau Fordata, lalu pulang kosong. Nah ini pasti ada ceritanya,’’ kata sumber tadi sambil tersenyum makin lebar.
LEPAS SASI ADAT
Kenapa warga akhirnya melepas sasi adat? Sumber media ini menyebut kalau PF ternyata turun tangan ke Fordata bukan dengan tangan kosong. Dia juga membawa ratusan juta untuk melunasi hutang orang per orang yang selama ini memiliki material batu.
‘’Nah, dana untuk membayar batu-batu di Pulau Fordata itu berasal dari SPPD palsu milik Humas Setda KKT. Kabag Humas Blendy Souhoka tak berdaya ketika dana Humas dipakai bayar Batu,’’ kata sumber sambil menyebut angka Rp. 1,112 miliar milik Bagian Humas.
Dia menambahkan, Proyek Trans Yaru itu milik pemerintah dan ada alokasi dana untuknya. Namun kontraktor dilaporkan sudah tidak bertanggung jawab dan akhirnya dibayar dengan alokasi dana SPPD fiktif tadi. Tapi belakangan pekerjaan dilanjutkan. Sayangnya, warga Fordata masih merana karena batu dan pasir milik mereka tak dibayar pada pekerjaan lanjutan.
‘’Jadi ini memang modus dugaan korupsi yang cukup menggelikan. Dana dari sumber lain, tapi pembayaran lewat SPPD fiktif. Jadi sebetulnya jaksa sudah tahu siapa yang diuntungkan dari kasus ini. Selain untuk bayar batu, sisa dana Humas tadi memang patut ditelusuri kemana aliran uang negara itu berhenti mengalir,’’ tandas dia.
Sayangnya, bekas Bupati KKT Petrus Fatlolon yang hendak dihubungi kemarin enggan membalas pesan yang disampaikan. Sedangkan Kajari Saumlaki belum berada ditempat. ‘’Pak Kajari hari Senin depan baru ada di Saumlaki, tunggu saja,’’ tandas pegawai setempat. (*)