Selamat HUT Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-80. Hari ini pekik kemerdekaan bergema di seluruh Indonesia. Mari bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah menjaga Tanah Air Beta.
—
Serasa perlu dimaklumi kembali dan diingatkan di hari kemerdekaan, akan keberadaan kondisi Tenaga Kerja di Indonesia.
Alinea kedua Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai jembatan yang mengantarkan Indonesia menuju negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Tujuan Kemakmuran perlu disadari bahwa adanya suatu perubahan dari kemiskinan mencapai kemakmuran sehingga perlu dibarengi dengan kerja keras oleh semua elemen bangsa sehingga mencapi kesejahteraan.
KESEJAHTERAAN
Kesejahteraan bagi konteks Tenaga Kerja (Pekerja/Buruh) setiap tahun selalu menjadi menarik untuk di ulas terutama soal dalam kenaikan Upah.
Progres kenaikan upah Pekerja/Buruh secara gamblang masih menjadi persoalan, dari sisi komponen pengupahan yang seharusnya diketahui bersama bagi Pemerintah maupun Swasta (Perusahaan atau Badan Usaha), mengingat banyak kasus Tenaga Kerja yang terbilang tragis karena upah yang dibayar tidak sesuai dengan UMP/UMK.
Ini menjadi catatan, apakah Pimpinan Perusahaan mengetahui hak-hak kesejahteraan di dalam regulasi yang ada.
Pasal 27 UUD 1945, khususnya ayat (2), mengatur tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Lapangan pekerjaan yang sulit juga menjadi faktor utama guna peningkatan taraf hidup guna merasakan kehidupan yang layak.
Semisal kesejahteraan ini bak’ Ayam Lalapan, pastinya sudah tentu di harga pas Rp. 28.500. itupun tergantung di wilayah mana dijual, wilayah barat, tengah atau timur pasti berbeda. Namun sejahterah ini perlu dilihat dari semua segi komponennya jika dikaji melalui Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni “gaji pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap” , namun ada juga bonus , yah bagi yang skala usaha dibilang sudah meningkat. Khususnya bagi Swasta.
Sejahterah ini terasa bagi rakyat Indonesia merupakan fundamental norm. Mengapa demikian ?
UUD 45 telah mengamanatkan di dalam BAB XIV tentang Kesejahteraan Rakyat bahwa negara harus melaksanakan kesejahteraan itu bagi semua warga negara.
Nah, bagaimana tanggung jawab pemerintah jika hanya melihat konteks pengupahan hanya sebelah mata dari sisi swasta saja, sementara pengupahan juga harus seimbang bersama semua rakyat yang bekerja baik di swasta dan juga pemerintah sehingga adanya keseimbangan bagi warga negara.
REGULASI
Lain halnya di dalam BUMN yang pengupahanya kisaran gajinya di atas Rp. 10juta sampai Rp. 80 jutaan, sementara pemerintah pusat mengalokasikan gaji yang bersumber dari pendapatan negara.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, termuat dalam konsideran menimbang disebutkan “bahwa dalam rangka menjaga kedaulatan ekonomi nasional cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sehingga negara bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Negara sebagai kepanjangan tangan dari negara”.
Pasal 1 menyebutkan BUMN selanjutnya sebagai Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia melalui penyertaan langsung atau terdapat hak istimewa yang dimiliki Negara Republik Indonesia.
Substansi undang-undang diatas telah mengakomodir isi konsideran sebagai rohnya dalam Badan Usaha Milik Negara yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat, sementara saat ini terbilang masih perlu adanya perbaikan sisi pendapatan sekiranya dapat berguna juga bagi tenaga kerja ASN Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia terkait pengupahan atau take home pay yang disesuaikan dengan tingkatan golongan yang sampai saat ini belum sampai pada kesejahteraan jika dikondisikan dengan harga-harga barang di wilayah Indonesia Timur.
Substansi Tenaga Kerja terkait soal ASN pada kementerian dan di daerah terbilang adanya rentan keseimbangan seimbangan dalam soal pendapatan yang mana dipisahkan dengan Implementasi otonomi daerah tidak selalu berjalan mulus.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang diubah terakhir dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja), mengantarkan era baru desentralisasi, di mana daerah memiliki ruang luas untuk berkreasi.
Terdapat berbagai tantangan yang dihadapi, seperti ketidakmampuan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya secara efisien, kurangnya kapasitas dalam pengambilan keputusan yang strategis, serta potensi konflik kepentingan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Selain itu, adanya perbedaan kemampuan dan sumber daya antar daerah juga menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi otonomi daerah.
Apalagi penerapan pengupahan terkait tambahan penghasilan bagi ASN di daerah belum sepenuhnya dapat berjalan maksimal mengingat kondisi keuangan daerah yang terkadang tidak mencukupi target.
TENAGA KERJA
Kondisi miris akan nasib Tenaga Kerja dari ulasan diatas berbeda dengan jabatan-jabatan Lembaga, Kementerian dan BUMN dan Instansi publik pada posisi-posisi pemangku kepentingan yang mengecap fasilitas yang terbilang cukup memadai ketimbang prajurit/ bawahan yang hanya memikirkan konsep dan gagasan akan keberhasilan sebuah visi dan misi dari Pemerintahan Daerah/Institusi dalam pelaksanaannya bagi pelayanan bagi kesejahtearaan rakyat namun, pendapatan sampai saat ini, belum sampai sejahterah soal komponen pengupahannya terkait Tambahan Penghasilan.
Regulasi berganti regulasi kiranya pemenuhan akan kebutuhan ASN di daerah dengan kewenangan otonomi daerah yang kurang berpotensi sumber daya alam dan pengembangan sumber-sumber pendapatan lainya, kiranya menjadi masukan bagi pemerintah pusat sehingga dapat mengatur bagaimana skala pengupahan yang berdampak bagi kesejahteraan ASN daerah sehingga mengurangi ketimpangan-ketimpangan yang berdampak dalam pemenuhan akan hidup layak seorang ASN.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dampak dari itu semua terkait hal di atas dengan beban efisiensi maka DAU untuk belanja pegawai akan semakin terserap dan kebutuhan akan penggaran terkait kesejahteraan pegawai, apalagi pegawai CPNS dan PPPK yang baru diangkat.
Hal ini menjadi faktor krusial, bagaimana mengedepankan rasionalitas daripada komponen pengupahan akan pemenuhan hak pegawai teristimewa tambahan penghasilan, guna memenuhi kesejahteraan yang diharapkan oleh PNS daerah.
Ir. Soekarno Presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia pernah mengatakan “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”.
KORUPSI DI BUMN
Korupsi di BUMN yang meraup dana triliunan rupiah kalau saja diperuntukan bagi kesejahteraan semua ASN daerah sesuai bunyi isi konsideran Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, redaksional bahwa negara bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui Badan Usaha Milik Negara sebagai kepanjangan tangan dari negara, mungkin diartikan sebagai pemenuhan hak-hak warga negara termasuk juga para ASN Daerah untuk hidup secara layak dan mengembangkan kehidupan mereka melalui harmonisasi regulasi yang menjamin kesejahteraannya.
Nah bagaimana nasib ASN yang hidup di daerah-daerah terpencil, tentunya tidak akan merasakan nikmatnya kebahagian yang sama dengan para ASN di wilayah barat, tentunya berbeda dalam kondisi serba kekurangan dan harus berjuang melalui tantangan menghadapi kurangnya sarana prasarana baik akses jalan dan jembatan serta kesehatan.
Hiruk pikuk desentealisasi ini perlunya menjadi perhatian serius dan diupayakan sehingga harmonisasi pengupahan khususnya “tambahan penghasilan” dalam persatuan, baik pusat dan daerah bisa searah bukan saja melalui kebijakan proporsi undang-undangnya saja, namun lebih menjadi penting jika pengupahan itu bisa saja pusat dan daerah disejajarkan dalam klasifikasi yang rasional pemenuhannya dengan kondisi produktivitas di suatu daerah agar dapat menjamin dari APBN dan langsung ditransfer ke rekening PNS Daerah agar lebih efektif.
Di Indonesia pastinya tidak kekurangan para Akademisi yeng kompeten mengklasifikasikan akan kesejahteraan dan pemenuhan hak-hak hidup yang lebih terjamin akan regulasi yang berpihak bagi kesejahteraan para ASN di Daerah.
Semoga ulasan secara umum dari penulis dapat menjadi pertimbangan regulasi kedepan dan ungkapan adanya kesejahteraan yang diseimbangkan dengan kondisi daerah, lebih diperhatikan oleh Pemerintah Pusat baik DPR RI maupun Kementerian Keuangan.
Baca Juga:
80 Tahun RI; Merdekakah Kita dari Sampah: https://sentralpolitik.com/80-tahun-ri-merdekakah-kita-dari-sampah/
Ir. Soekarno berpesan “Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah bagaimana rupanya persatuan itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia Merdeka itulah Kapal Persatuan adanya.” Merdeka.. ! (*)