OPINI

“Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada SPPG; Dari Parahyangan untuk MBG Sehat dan Aman”

×

“Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada SPPG; Dari Parahyangan untuk MBG Sehat dan Aman”

Sebarkan artikel ini

Oleh: Arif Sumantri*)

Laik Higiene Sanitasi
Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), pada 21 Oktpber 2025 di Bandung. F:IST- 

LANGIT pagi itu seolah memantulkan semangat baru dari bumi Parahyangan. Dalam udara yang hangat beraroma kesejukan kerja nyata pada tanggal 21 Oktober 2025, Kabupaten Bandung menjadi saksi lahirnya sebuah gerakan berjiwa luhur, Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). 

Kegiatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan wujud keberlanjutan dari Gerakan Pembinaan Tempat Pengolahan Pangan (TPP) Laik Higiene Sanitasi yang telah dicanangkan secara nasional pada Pencanangan Nasional  di Yogyakarta, tanggal 26 Juli 2025.

banner 120x600

Gerakan ini hadir sebagai wujud komitmen kemitraan AKKOPSI (aliansi kabupaten/kota peduli sanitasi) dan HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) dalam memastikan setiap sajian pangan untuk masyarakat senantiasa sehat, aman, dan bermartabat lingkungan.

Karena sesungguhnya, kesehatan dan lingkungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa sentuhan sanitasi yang bersih, higienis, dan berkeadilan ekologis.

GARDA TERDEPAN

Dalam sambutannya yang sarat makna, Bupati Bandung selaku Ketua Umum AKKOPSI (Dr H. Dadang Supriatna, S.I.P M.Si) menyampaikan dukungan penuh terhadap pendayagunaan Tenaga Sanitasi Lingkungan di setiap SPPG.

Ditegaskan, keberhasilan program nasional MBG yang sehat dan aman hanya dapat dicapai apabila daerah memiliki regulasi yang kuat, kebijakan yang berpihak, serta komitmen kepala daerah dalam memperkuat implementasi laik higiene sanitasi di lapangan.

Kesehatan di masyarakat adalah cermin dari kebersihan dan keteraturan lingkungan. Maka tenaga Sanitasi Lingkungan bukan sekedar profesi, tetapi garda terdepan dalam menjaga komitmen mempertahankan kualitas LHS dari SLHS yang sudah diberikan pada SPPG.

PENGOLAHAN LIMBAH

Sementara itu, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (Inspektur Jenderal Pol Sony Sonjaya) dalam arahannya menekankan bahwa setiap SPPG wajib memiliki pengawas laik higiene sanitasi yang dilakukan oleh Tenaga Sanitasi Lingkungan profesional.

Hal ini merupakan tindak lanjut konsisten merawat kualitas dari Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang telah diterbitkan.

Wakil Kepala BGN  juga menyoroti pentingnya pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan. Setiap dapur gizi, harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sesuai dengan kondisi setempat, serta menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R) secara terintegrasi.

Pendekatan ini bukan hanya teknis, tetapi juga mencerminkan nilai moral ekologis dalam menjaga keberlanjutan alam demi generasi yang akan datang.

TAK BISA DITAWAR

Sebagai keynote speaker sekaligus membuka secara resmi acara Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada SPPG, Wakil Menteri Kesehatan RI (dr.Benyamin Paulus Oktavianus, Sp.P (K) menegaskan bahwa pendayagunaan ahli Sanitasi Lingkungan di setiap SPPG adalah kewajiban yang tak bisa ditawar.

SPPG harus menjadi ruang implementasi nyata ilmu kesehatan lingkungan. Para ahli sanitasi menegakkan standar laik higiene sanitasi agar pangan yang disajikan tak hanya bergizi, tapi juga terjamin dari potensi risiko keracunan.

Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bagi seluruh pemangku kepentingan, bahwa pengawasan laik higiene sanitasi merupakan pondasi utama dalam mendukung program nasional MBG sehat, aman berkelanjutan.

Aksi Nyata LHS pada SPPG dalam mendukung program nasional MBG sehat, aman berkelanjutan diikuti peserta pelatihan lebih dari 7000 SPPG secara daring melalui metode MOOC dan juga disaksikan lebih dari 550 penjamah pangan yang mengikuti pelatihan secara luring dari sejumlah SPPG yang ada di Kabupaten Bandung dan sekitarnya.

Wajib SLHS pada SPPG, mengharuskan tiap SPPG memenuhi persyaratan diantaranya pelatihan pada penjamah pangan dan penanggung jawab/ pengelola, serta telah dilakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan dan beberapa pengambilan sampel pada air dan komponen sanitasi dasar serta personal higiene pada penjamah pangan.

RESIKO KERACUNAN PANGAN

Dari seluruh sambutan yang mengalir penuh makna, Ketua Umum PP HAKLI (Prof. Dr. Arif Sumantri,SKM.,M.Kes) menangkap pesan kebijakan yang sangat bijak.

Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah kini memiliki arah sinergi yang semakin jelas dalam memperkuat sistem pengawasan laik higiene sanitasi di SPPG. Upaya ini bukan sekadar tanggung jawab struktural, tetapi juga bagian dari ikhtiar preventif untuk menekan risiko keracunan pangan dari MBG.

Ketua Umum PP HAKLI menegaskan Pendayagunaan tenaga Sanitasi Lingkungan, Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan, dan Sarjana Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan Lingkungan/Sarjana Kesehatan Lingkungan dapat disinergikan di SPPG.

Penempatan tersebut harus melalui pelatihan dan sertifikasi kompetensi, agar pengawasan LHS di lapangan telah dapat menjamin sanitasi keamanan pangan pada SPPG dan kemampuan  pengelolaan potensi risiko  pasca pengolahan limbah sebagai kemanfaatan ekonomi sirkular bagi masyarakat.

Dalam perspektif akademik, kegiatan ini menegaskan hubungan kuat antara sanitasi, gizi, dan ketahanan kesehatan di masyarakat, sebagaimana ditegaskan WHO (2024) bahwa 45% penyakit diare di dunia masih berakar dari lemahnya pengelolaan air bersih dan sanitasi dasar.

Maka, Aksi Nyata LHS di SPPG menjadi langkah ilmiah dan moral menuju bangsa yang sehat, tangguh, dan berkeadilan ekologis.

Jika kebersihan adalah sebagian dari iman, maka Laik Higiene Sanitasi adalah sebagian dari kedaulatan bangsa. Sebab bangsa yang berdaulat atas higiene sanitasi pangan adalah bangsa yang berdaulat atas kesehatannya.

Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi pada SPPG bukan sekadar acara, tetapi gerakan moral sebuah kesadaran bahwa setiap butir nasi, setiap tetes air, dan setiap uap panas dari dapur pengolahan di SPPG mengandung tanggung jawab ekologis dan spiritual.

Kehadiran anggota DPR dari Komisi IX, (H. Asep Romy Romaya), menambah kehangatan suasana dengan pancaran semangat kebangsaan yang tulus.

Dalam tutur yang meneduhkan dan langkah yang bersahaja, beliau menghadirkan dukungan moril dan spirituil yang menguatkan tekad seluruh pemangku kepentingan untuk segera mengimplementasikan wajib SLHS melalui penugasan tenaga yang memahami hakikat sanitasi lingkungan.

Dari ruang acara yang penuh makna itu, mengalir keyakinan bahwa kebijakan bukan sekadar tanda tangan di atas kertas, tetapi getaran nurani untuk menjaga keberlanjutan MBG sehat dan aman.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56). Ayat ini menjadi cermin bagi insan kesehatan lingkungan: bahwa menjaga sanitasi bukan hanya tugas profesi, tetapi ibadah menjaga keseimbangan bumi.

Bandung Parahiyangan telah menjadi saksi kebangkitan paradigma LHS baru:  bahwa keberlanjutan MBG sehat, aman  bukan dimulai dari pabrik besar atau laboratorium canggih, melainkan dari kesadaran kecil di ruang-ruang pengolahan SPPG yang laik higiene sanitasi, ramah lingkungan, dan berkeadilan ekologis.

Baca Juga:

Menghidupkan Nurani Merajut Persatuan Sinergi AKKOPSI dan HAKLI dalam Merah-Putih yang Hijau: https://sentralpolitik.com/menghidupkan-nurani-merajut-persatuan-sinergi-akkopsi-dan-hakli-dalam-merah-putih-yang-hijau/

Dengan langkah ini, Indonesia meneguhkan diri menuju keberlanjutan  MBG yang sehat, aman, di mana setiap tangan yang mengolah, setiap alat yang mencuci, dan setiap jiwa yang menyajikan, bekerja dalam satu niat: menghidupi kehidupan dalam hidup yang dijiwai dengan satu kalimat mulia “Kita Sehatkan Lingkungan, Lingkungan Sehatkan Kita”. (*)

__________________________________________________________

*) Penulis adalah Ketua Umum PP HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)/Guru Besar Kesehatan Lingkungan UIN Jakarta/ Ketua Komite Ahli PMKL (Penanganan Masalah Kesehatan lingkungan) Kementerian Kesehatan.

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di Channel Telegram