Selamat pagi. Selamat HUT Proklamasi RI ke 78 …
Busana Tanimbar saat ini jadi pusat perhatian nasional. Ini setelah Presiden Jokowi mengenakannya saat Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2023, pekan lalu.
Jutaan pasang mata anak bangsa menyaksikan Jokowi ‘mempromosikan’ busana kita, busana adat Maluku asal Tanimbar. Busana ini praktis menjadi tanya nasional, tapi tak perlulah sampai dibilang ‘’Keponisasi’’… hmmm
—
Orang Maluku itu sedari doeloe kaya akan sandang (pakaian), pangan (makanan) disamping papan tentunya. Tanimbar membuktikan itu. Dari dulu, jari trampil moyang kita memintal benang dari kapas, menenunnya sebagai kain Bakan, tenun ikat. Warna-warni. Pewarnanya dari alam. Daun dan akar kayu. Beribu corak pula…
Pernak-perniknya juga beragam. Ada mas batu bulan, dan bentuk emas lainnya. Ada pula Gigi Gajah. Benda2 adat ini biasanya digunakan untuk kelahiran, perkawinan (mas kawin) dan kematian. Atau Panas Pela dan ritual lainnya.
Tiap masyarakat adat memiliki kearifan lokal untuk emas yang disimpan. Hanya satu benda adat yang sepertinya merata untuk masyarakat Tanimbar. Loran atau Lelbutir..!
Nah, emas Loran alias Lelbutir ini Jadi Logo Kepulauan Tanimbar. Darimana asal muasal benda ini? Padahal kepulauan Tanimbar tidak memiliki tambang lokal atau lokasi penemuan emas! Disanapun tidak ada satwa Gajah! Ini menjawab interaksi Tanimbar dengan dunia luar sedari doeloe kala…
Ada yang menyebut, benda2 adat ini sudah ada sejak jaman doeloe, dikerjakan oleh para pengrajin tempoe doeloe dan dijadikan alat membayar. Ada pula yang menyebut barang2 adat ini sudah ada sedari jaman Majapahit. Tentu dengan nilai yang berbeda-beda, Emas, Perak, Perunggu atau Kuningan. Bahkan ada yang menyebut2 Loran ini berasal sebuah beradaban di dataran Cina… Pastinya, Loran bukan barang serampangan…
MAGISTERIUM ADAT
Konon, meski sama-sama emas, satu Emas Adat yang dianggap bernilai tinggi bisa mematikan (meredupkan cahaya) emas lain. Itu bila dihadap2kan. Itu sudah masuk wilayah “magisterium adat.” Barang2 itu biasanya diturunkan kaum bangsawan…
Barang2 adat bisa berpindah atau berputar seiring garis kawin-mawin. Disini Duan-Lolat berlaku seiring jalan adat. Turun-temurun, gengsi, kedukaan, penghargaan dan kehormatan!. Ada pula yang dilego ke pecinta benda adat diluar negeri. Paling banyak ke Belanda atau Belgia…
PENADAH
Bahkan, banyak Loran yang akhirnya dilepas di Kota Ambon. ‘Penadah’ paling terkenal bernama Haji Natsir. Keluarga almarhum Natsir akan senang bila orang Tanimbar datang menjaja Loran, meski melepasnya dgn wajah muram…
Mereka menyebutnya ‘Emas Tanimbar’. Dibeli seharga pasaran lalu dilebur menjadi emas batangan. Selanjutnya dibuat pernah-pernik hiasan, tentu berbahan emas dengan kadar miring yang sudah bercampur.
Loran atau Lelbutir itu ternyata ditemui juga di Seram Timur. Di Pulau Kesui, Loran bisa didapat. Tapi tidak mudah ditemukan. Biasanya pada kuburan2 paling tua. Mencari kuburan tua juga sulit. Bila ditemukan pun, tidak semua Loran membumi bersama jenasah leluhur. Apalagi ada yang dikeramatkan!
Doeloe, seorang bangsawan meninggal akan dimakamkan bersama Loran tadi. Itu sedari era Majapahit. Bukti bahwa Kerajaan Majapahit memang pernah berjaya menguasai Kepulauan Maluku…
SOMALAY
Satu pelengkap busana adat bernama Somalay. Somalay itu burung terindah; Cendrawasih yang diawetkan. Bahasa Latinnya Paradisaeidae… Bak Burung Surga…! Di Tanimbar kan tidak ada burung ini? Ya iya! Burung ini cuma ada di Papua, Kepulauan Aru dan Australia Timur.
Ini juga bukti kalau Papua dan kepulauan Aru doeloe pernah menyatu bersama Australia. Tapi pisah di jaman Es. Interglasial. Kita tentu belum ada…
Tapi flora dan fauna bisa bicara. Oiya, Kanguru juga ada pada tiga kawasan tadi. Bedanya pada ukuran. Di Australia lebih besar. Di Aus, tidak diburu untuk dimakan. Beda dengan di Irian dan Aru.,, Sajian karnivora …
Tapi di Tanimbar Somalay ada dan dihargai? Itu menunjukan kalau sedari doeloe orang Tanimbar sudah berinteraksi dgn daerah lain, termasuk bertransaksi. Paling banter dengan Papua dan Aru, atau mungkin juga menyeberang ke Austalia ketemu suku Aborigin.
Toh, doeloe pelayar dari Bugis-Makassar dengan Padewekang (phinisi) saja, bisa merapat tembus Utara Australia. Mencari teripang dll… Lukisan cadas Aborigin yang menggambarkan perahu padewakang, rumah adat Makassar dan monyet (tidak ada di Australia) jadi bukti arkeologi. Otentik …
Somalay begitu diagungkan di Tanimbar. Coba liat, ada banyak orang Tanimbar yang menamai anaknya dengan Somalay. Marga juga berada!
—
Dan Jokowi dgn pakaian kebesaran busana Tanimbar, enggan menggunakan Paradisaeidae. Dia pake replikanya saja. Memang, ini bentuk komitmen Jokowi terhadap satwa yang dilindungi negara. Dan tentu kecintaannya terhadap Tanimbar… hmmm
Oiya, pernah ada cerita yg tidak diberitakan. Dua tahun lalu, Pemda Maluku mengirim Somalay atau Paradisaeidae ke Istana. Tapi Balai Karantina (atau lembaga apa namanya) mencegat! Gubernur Maluku benar2 berang, sebab paket itu untuk Istana… Pejabat daerah dan UPT Pusat di Maluku sempat berpolemik hebat. Sampai2 batas tanah tempat Kantor Balai itu berdiri sempat diobok2 …
—
Dan pada 16 Agustus 2023 kemarin, polemik itu seakan terjawab. ‘’Bapak Presiden memutuskan tidak menggunakan Somalay asli dr burung Cendrawasih, dan menggantikan dengan replika. Karena burung Cendrawasih itu dilindungi,’’ kata Telly Atdjas, putra Tanimbar yang ditugaskan mendandani Presiden Jokowi. Telly ‘membocorkan’ begitu kepada Yanto Samangun, wartawan SentralPolitik.com.
Sayang, Jokowi begitu membanggakan Tanimbar, tapi rakyat disana termiskin se-Maluku. Koruptor terbanyak juga ada disana. Mereka masih bercokol dengan aman di Bumi Duan Lolat. Aparat penegak hukum juga tak becus bekerja memerangi para koruptor… penuh trik dan intrik memoles koruptor…
Ah masak? Lihat saja kasus SPPD fiktif di Kejari Saumlaki…sengaja diperlambat. Cuma di Tanimbar; 6 orang tersangka, sudah 6 bulan ini tak ditahan… Padahal masih banyak ASN yang antri. Tunggu giliran untuk dibekuk… Huh Ini bukan burung surga,,.
FORGGOTTEN ISLAND
Tanimbar itu, oleh penulis asal Nedherland, Nico de Jonge dan Toon van Dijk menyebutnya sebagai “The Forggoten Island of Indonesia.” Bukunya terbit sekira tahun 1990-an
Tahun 2001, sesaat sebelum dilantik menjadi Bupati MTB (sekarang KKT), Salomon Joseph Oratmangun menyebut Tanimbar sebagai “Raksasa yang Sedang Tidur”.
Dan ketika terpilih, Drs. S J Oratmangun, Bupati Pertama MTB mencanangkan slogan besar: “Membangun dari Laut ke Darat, dengan memuliakan lautnya dan berdiri teguh di daratan”.
Sepertinya, itu gambaran Indonesia sebagai maritim dunia, dan Maluku ini maritim nusantara. Sepertinya lagi, slogan itu sejalan dengan putusan Jokowi yang lebih memilih Onshore (darat) untuk pengelolaan Block Masela… Hmmm…
Almarhum Opa Orat, sepertinya sudah tau kalau di permukaan laut, ketika armada2 semut orang Tanimbar tengah berlayar, tertidur Gas Abadi Blok Masela yang terbentang luas didasar laut…
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/bunga-koh-agus-dan-panggilan-tak-terjawab-david-katayane/
Dan bukan tidak mungkin, bila ‘Raksasa’ itu dibangunkan, akan mampu membiayai Nusantara! Kapan??! Jangan bertanya pada Burung Surga bin Somalay..!! Sekali lagi M E R D E K A….!
Respon (2)