OPINI

Analisis Yuridis Kebijakan Danantara dan UU BUMN

×

Analisis Yuridis Kebijakan Danantara dan UU BUMN

Sebarkan artikel ini

Oleh: Christian A. D. Rettob (Sekjen PP PMKRI 2022-2024)

Christian A. D. Retobb.
Christian A. D. Retobb. Sekjen PP PMKRI 2022-2024. F: Koleksi Pribadi-

SEJAK diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto per 24 Februari 2025, Aspek kelembagaan Danantara semakin Legitimate melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025 Tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Danantara yang berperan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan optimalisasi kekayaan negara, serta meningkatkan daya saing global.

===

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

Secara filosofis, Danantara merupakan lembaga yang berperan sebagai pengelola investasi atau SWF (Sovereign Wealth Fund SWF) di Indonesia.

Lembaga ini persis seperti Temasek milik Singapura dan Khazanah milik Malaysia. SWF setiap negara mempunyai tujuan yang simetris untuk mengoptimalkan pengelolaan aset negara dengan skala besar demi tercapainya kesejahteraan nasional.

Secara yuridis kebijakan Danantara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disingkat UU BUMN).

UU BUMN mengatur beberapa variabel strategis pemerintah dalam mengelola dan mendukung investasi nasional yang berkelanjutan.

Perluasan definisi BUMN, pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (selanjutnya disebut BPI Danantara) dan penerapan prinsip Good Corporate Governance.

Hal ini menjadi skema pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif dalam merumuskan kebijakan dengan payung hukum yang jelas serta mengikat semua subjek yang terlibat.

Kebijakan Danantara diharapkan tidak menjadi pil pahit dikemudian hari yang mempengaruhi sistem dan komponen negara, tidak melahirkan Conflict of interets, Conflict of Law, Abuse of power, Overlapping Kewengan, Ketidakpastian hukum serta melemahnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

UU BUMN PERLU DIUJI

Sejak proses legislasi (bersifat RUU), UU BUMN tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (selanjutnya disingkat Prolegnas) Prioritas Tahunan dan tidak menjawab kriteria keadaan darurat atau urgensi nasional. RUU BUMN tidak mengikuti tahapan perencanaan atau Prolegnas dan tahapan penyusunan sistemik yang harusnya dilakukan seperti diharmonisasi terlebih dahulu oleh Badan Legislasi. Kemudian pada tahapan pembahasan, RUU BUMN dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik.

Oleh karena tidak melalui beberapa tahapan pembentukan peraturan perungang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU P3), maka proses pembentukan UU BUMN dinilai cacat prosedur atau inkonstitusional.

Secara materiil, UU BUMN memuat sejumlah klausul yang tidak jelas substansinya. Imunitas hukum terhadap pejabat Danantara misalnya, pasal 4B yang menyatakan bahwa keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN.

Dengan kata lain, kerugian yang terjadi bukan merupakan kerugian negara dan hal ini tentu akan melemahkan fungsi BPK untuk mengaudit keuangan BUMN.

Disisi lain, pasal 9F juga tumpul terhadap anggota direksi, komisaris, sampai pengawas dalam hal pertanggungjawaban hukum. Sebagaimana; (1) Anggota direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan, (2) Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas BUMN tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan.

Ketentuan ini turut melindungi direksi dan komisaris BUMN melalui mekanisme business judgment rule. Direksi dan komisaris tidak dapat dituntut secara hukum selama keputusan bisnis diambil dengan itikad baik, hal ini juga menjadi dalil untuk memperkuat kebijakan bisnis yang merugikan negara.

Dalam prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU P3, apabila UU yang dibentuk mengalami cacat secara prosedur dan atau cacat secara materiil, maka produk UU tersebut dapat berakibat hukum untuk diuji kembali konstitusionalitasnya. Apakah UU tersebut dapat dibatalkan ataukah batal demi hukum.

CONFLICT of LAW & HARMONISASI HUKUM

Secara struktural kelembagaan, BPI Danantara bertanggung jawab penuh terhadap Presiden dan bukan kepada publik atau parlemen. Hal ini bisa saja menimbulkan risiko keputusan yang sepihak dan tidak diawasi secara demokratis kendati BPI Danantara diawasi oleh Menteri Keuangan.

Conflict of Law UU BUMN dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disingkat UU KN) juga wajib menjadi perhatian negara. Revisi UU BUMN sebenarnya belum memenuhi kepastian hukum dan prinsip bisnis yang sehat, karena cukup bertentangan dengan UU KN dan UU Tipikor yang mengatur tentang pengelolaan BUMN bahkan UU Perseroan Terbatas yang juga mengatur hingga anak perusahaan BUMN.

Revisi UU BUMN akan memberikan Efek domino terhadap semua kepentingan hukum. Baik BUMN itu sendiri, BPI Danantara, pemerintah, investor, aparat penegak hukum hingga lembaga peradilan dikarenakan UU BUMN yang dibentuk tidak melalui kajian yang mendalam. Harmonisasi dan sinkronisasi hukum pun dilakukan tidak secara komprehensif.

Sebenarnya, upaya harmonisasi telah dilakukan sejak tahun 2005, juga Fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 hingga revisi UU BUMN hari ini masih saja belum jelas arahnya.

Kebijakan Danantara akan sulit dikontrol bila terjadi conflict of law antara UU BUMN dan UU KN. Negara melalui lembaga eksekutif dan legislatif boleh duduk bersama dengan melibatkan para akademisi, praktisi serta komponen masyarakat untuk berdialog dan menyusun produk perundang-undangan yang tepat sasaran dan dapat menjawab kepastian hukum.

Baca Juga:

Mahkamah Konstitusi dan Tabir Hukum Indonesia; https://sentralpolitik.com/mahkamah-konstitusi-dan-tabir-hukum-indonesia/

Jika payung hukum yang dibentuk secara demokratis maka pengelolaan BUMN dapat berjalan secara terstruktur, kebijakan Danantara dikelola dengan baik serta menjadi pilar kuat bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi nasional. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Boetje Balthazar
OPINI

Minyak dan Gas Bumi adalah Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat potensial dan bermanfaat ganda (multiplier effect) yang dapat menciptakan…