Garnet di Seram, Satu-satunya di Indonesia. Prof Male: Ini Karunia Tuhan

Rp. 600 Juta per Hari Beredar di Haya

AMBON, SentralPolitik.com _ Penemuan pasir Garnet di Pulau Seram sekaligus mengindikasikan kalau Pulau Seram satu-satunya tambang garnet yang ada di Indonesia. Sejauh ini ada dua negara penghasil, yakni India dan Cina.

‘’Iya, tambang pasir Garnet di beberapa titik di Pulau Seram, bisa jadi daerah tambang pertama di Indonesia. Ini karunia Tuhan bagi masyarakat Maluku, khususnya warga Seram,’’ kata Prof Yustinus Male, guru besar Fakultas MIPA, Unpatti, Selasa (28/11).

Pasir ini, katanya, digunakan untuk Sendblesting atau cuci kapal dengan menggunakan garnet. Dulu, doking kapal biasanya manual, di ketok-ketok. Tapi dengan perkembangan teknologi, pasir Garnet ini di manfaatkan.

Pasir ini dapat di temukan di Negeri Haya, Tehoru dan Sepa-Tamilouw Kabupaten Maluku Tengah dan di Kelmuri Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).

UKL-UPL

Awalnya, tambang ini sebagai UKL-UPL. Karena tidak ada sosialisasi maka muncul resistensi dari masyarakat. ‘’Tapi kita sudah sosialisasi ke masyaraat dan sudah di terima dengan baik. Kita menyajikan data menggunakan pola iklim dengan pemodelan satelit,’’ kata dia.

Disana ada penjelasan fenomena arus di teluk dan sebagainya. Dan itu tidak berpengaruh pada penambangan pasir merah.

Dia mencontohkan penelitian di Desa Haya Maluku Tengah. Di sana sudah ada penjelasan terjadinya abrasi pantai, karena adanya aktifitas penduduk, dengan memanfaatkan pasir hitam untuk bahan bangunan dan di jual. Tanpa memperhatikan fenomena alam sehingga kampungnya tergerus.

KARUNIA TUHAN

Nah, pasir garnet ini umumnya terbawa air sungai dan arus laut yang kuat di pantai. Ketebalan pasir ini hanya berkisar 10-15 sentimeter di atas pasir hitam. Karena itu bila musim gelombang (musim Timur), pesisir Seram mengalami gelombang yang lebih besar.

‘’Jadi kalau warga mengambil hari ini, besok pasir merah ada lagi. Jadi ini sebetulnya karunia Tuhan bagi kita di Maluku,’’ katanya.

Male mengingatkan kalau pihak perusahaan tidak menambang, tapi hanya membeli pasir dari warga. Karena tidak menambang, otomatis tidak menggunakan alat berat.

Dia mencontohkan, pernah saat ada gejolak warga di Desa Haya. Pemerintah kabupaten dan DPRD menyatakan menutupnya. Tapi justru mendapat resisten dari warga. ‘’Karena tidak merusak alam,’’ ingat dia.

Pengambilan pasir hanya tebal 10 sampai 15 cm. Dan bila habis, tidak ada penggalian pasir. Warga hanya menunggu kiriman dari gunung bila hujan deras.

SAAT MUSIM CENGKIH

Ia menyebut, saat sosialisasi, kebetulan ada musim cengkih. Yang punya cengkih silahkan bekerja seperti biasa. Cengkih memang butuh waktu menanam, memetik dan menjemurnya kemudian di jual.

‘’Tapi alam sudah menyediakan pasir garnet bagi kita. Menit ini di ambil, timbang langsung dapat uang. Jadi sekali lagi, ini karunia Tuhan bagi warga kita,’’  ujarnya.

Dia menunjuk, aktifitas granet di Haya, uang yang beredar bisa mencapai Rp. 600 juta per hari. ‘’Itu karena warga sangat mendukung. Silahkan ambil pasir dan langsung jadi duit,’’ ingatnya.

KONSESI LAHAN

Pada kesempatan itu dia menjelaskan soal konsesi lahan yang selama ini menjadi kekuatiran warga.

Male yang oleh warga Buru di kenal dengan Profesor Mercury ini menyebut, kalau di Sepa baru studi awal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *