Sejarah mencatat, orang pertama di Nusantara yang menganut agama Katolik yakni Kolano Mamuya dengan nama Don Joao.
Doeloe, Mamuya itu sebuah kerajaan kecil yang berada di Halmahera Utara, Pesisir Galela, Propinsi Maluku Utara saat ini. Bagaimana Ceritanya?
—-
KEPULAUAN Maluku (Maluku Utara) pertama kali ditemukan oleh orang Cina sekira Abad 7. Pelaut-pelaut Cina datang untuk berdagang Cengkeh yang memang hanya ada di Maluku.
‘’Orang Cina sedari awal sengaja menyembunyikan Maluku yang oleh mereka menyebut kawasan Kepulauan Maluku dengan nama Mi Li Ku (Ma Lu Ku),’’ kata Pastor Cornelis Bohm, ahli Sejarah Gereja dalam tulisannya.
200 tahun kemudian atau abad ke-9, para pedagang dari Arab juga tiba di Maluku. Para pedagang ini kemudian menyebut kawasan ini sebagai Al-Mulk=Al-Mamluk (Kepulauan Raja-raja).
Perdagangan Cengkeh asal Maluku terus berjalan berabad-abad oleh orang Cina dan Arab. Lewat jalur Sutra, Cengkeh dan Pala pun mulai terkenal di dunia.
Ketimbang orang-orang China yang hanya fokus berdagang dan berusaha ‘merahasiakan’ Mi Li Ku, orang Arab selain berdagang juga menyiarkan agama di Nusantara.
Karena itu sekira Abad ke-15 agama Islam mulai masuk ke Maluku lewat jalur perdagangan tadi.
Adalah Syeh Mansur, seorang penyiar agama, sebagaimana catatan NU Online, kemudian menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Tidore.
Sedangkan Datu Maulana Hussein mendirikan Sholat, menyiarkan Islam di Kesultanan Ternate.
SPANYOL dan POTUGIS
Asal-muasal keberadaan Rempah-rempah sampai juga di telinga bangsa Spanyol dan Portugis. Mereka kemudian berusaha mencari sumber-sumber Cengkeh dan Pala.
Abad ke-16 (Tahun 1501-1600) Armada-armada Spanyol dan Portugis tiba di Kepulauan Maluku. Begitu pun Armada Inggris dan Belanda juga sampai di Maluku pada awal Abad ke-17.
Potugis tiba di Ternate sekira 1521. Potugis datang di Maluku (Maluku Utara) berdagang sekalian menghalau Spanyol yang juga datang di Kepulauan Rempah-rempah ini.
Setahun kemudian mereka mendirikan Benteng Sao Joao Batista (Johanes Pembantis) atau Benteng Kastella yang rampung pada 1523.
Dalam benteng itu terdapat gereja dan seorang Pastor untuk pelayanan rohani bagi para pasukan Portugis.
Oiya, jauh sebelum Raja Portugis Manuel I secara resmi mengirim armada ke Maluku, sudah ada seorang pedagang asal Portugis yang bertransaksi dengan warga di Maluku. Nama pedagang itu, Gonzalo Veloso.
GONZALO VELOSO
Gonzalo itu melakukan transaksi dengan warga di Maluku. Ia bersama armada kecilnya tembus sampai ke Pulau Halmahera, tepatnya di Kerajaan Moro.
Kerajaan ini berada di pesisir Tobelo-Galela (Halmahera Utara) dan menjadi salah satu sasaran percarian Cengkeh dan Pala.
Kerajaan Moro beribukota Mamuya di Galela. Daratannya disebut Morotia. Sementara satu pulau di bibir samudra Pasifik yang dikuasainya bernama Pulau Morotai (Moro yang berada di seberang lautan).
Pulau Morotai inilah kakek Benny Laos, suami Shely Djoanda, Gubernur Maluku Utara itu berasal.
Satu saat, sekitar tahun 1534 Gonzalo Veloso bersama armada kecilnya tiba di Mamuya. Sayangnya Veloso tidak mendapatkan rempah-rempah sesuai harapan.
Ia mendapat kabar dari Kolano Mamuya bernama Tioliza kalau mereka baru selesai berperang dengan kerajaan lain di Pulau Halmahera.
Selain warga tidak bisa bercocok tanam dan panen dengan baik, tanaman mereka berupa Cengkeh dan Pala sering dibabat habis para penyerang.
Oiya, doeloe sering terjadi peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil di Halmahera dalam merebut sumber daya alam.
Karena mendapat ‘Curhat’ dari Kolano Tioliza, Veloso kemudian menyarankan agar Moro mendapat perlindungan dari Portugis yang berada di Ternate, tepatnya di Benteng Kastella.
AWAL KARYA MISI
Kolano Tioliza kemudian mengutus Panglima Perangnya, Sangadji Tolo menemui Portugis di Ternate. Sangadji Tolo kemudian berangkat menemui penguasa Portugis di Maluku saat itu.
Deal! Portugis bersedia menyanggupi untuk melindungi Moro, dengan syarat Kolano dan pengikutnya harus meninggalkan agama nenek-moyang mereka.
Menurut Pastor Cornelis Bohm (Alm, misionaris berkembangsaan Belanda di Keuskupan Amboina), sebelum agama Islam dan Kristen berakar di Maluku, orang-orang Maluku masih memeluk animisme, agama leluhur mereka.
Kolano bersama tujuh orang pengikutnya kemudian berangkat ke Ternate. Kolano kemudian dibaptis masuk Katolik. Para pengikutnya juga menerima Sakramen Pembaptisan.
Tercatat, Kalano Tioliza mendapat nama Baptis; Don Joao de Mamuya. Sementara Panglima Perang Sangadji Tolo mendapat nama Don Tristao de Atayde. Mirip nama Gubernur Portugis yang pernah bertugas di Maluku Utara.
ORANG PERTAMA
Don Joao merupakan orang di Maluku sekaligus orang pertama di Nusantara yang menganut agama Katolik.
Postugis kemudian mengirim pasukan untuk melindungi Mamuya. Bermuatan pasukan dan senjata meriam di kapal perang, ikut dalam rombongan itu seorang Pastor.
Menurut Sejarawan asal Universitas Khairun, Irfan Ahmad, Pastor itu bernama Simon Vaz.
Untuk sementara Moro aman. Pastor Simon terus bergerak membaptis orang-orang dari kampung ke kampung yang berada di bawah pengaruh Kerajaan Moro.
Belakangan, karena terjadi pergolakan politik di Maluku (mengacu pada Propinsi Maluku Utara saat ini), Pastor Simon Vaz juga tewas disana.
Dia sekaligus menyandang Martir Pertama dalam pelayanan gereja di Kepulauan Maluku.
Baca Juga:
Keuskupan Amboina Gelar Tahun Yubelium; Ini Rangkaian Kegiatan Selama Tiga Tahun; https://sentralpolitik.com/keuskupan-amboina-gelar-tahun-yubelium-ini-rangkaian-kegiatan-selama-tiga-tahun/
Saat ini, baik Ternate, maupun Mamuya Halmahera Utara di bawah pelayanan Keuskupan Amboina, yang membawahi umat Katolik di Propinsi Maluku dan Maluku Utara. (Bersambung/*)
Respon (1)