PemerintahanTipikor

KPK Kembali Datangi Kepulauan Tanimbar, Ini Yang terjadi

×

KPK Kembali Datangi Kepulauan Tanimbar, Ini Yang terjadi

Sebarkan artikel ini

Korupsi Masih Tinggi, Tender Proyek Diatur

Kepala Inspektorat Kabuaten Kepulauan Tanimbar, Jeditha Huwae.-f:Yanto-
SAUMLAKI , SentralPolitik.com _ Setelah melakukan supervisi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar sekira April 2023 lalu, KPK RI pekan kemarin lembaga anti rasuah ini kembali mendatangi daerah terkorup di Maluku itu. Apa saja yang dilakukan?

Selama tiga hari, 29 sampai 31 Agustus 2023 kemarin, KPK mendatangi Kota Saumlaki. Disini lembaga ini melalalui Direktorat Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI).

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

‘’Survey ini melibatkan seluruh stakeholder pemerintahan, baik dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Salah satunya di KKT,’’ akui Kepala Inspektorat Pemkab KKT, Jedithia Huwae kepada SentralPolitik, Rabu (6/9/2023).

Dia mengaku, KPK menilai kesiapan Pemda KKT dalam pelaksanaan SPI untuk memetakan resiko korupsi dan upaya pencegahan terhadap masing-masing elemen. Baik stakeholder pemerintahan, responden ekspert, hingga tipe responden eksternal.

HASIL SPI 2022

Huwae katakan, pelaksanaan survey lembaga anti rasuah tersebut dilakukan setiap tahunnya yang dimulai sejak 2016 silam. Sementara KKT telah memasuki tahun ketiga.

Untuk SPI tahun 2022, Pemda KKT memiliki banyak faktor koreksi yang berada pada tingkat 10,25 poin dan terdiri atas prevalensi korupsi sebesar 6,57 poin dan integritas pelaksanaan survey sebesar 41,97 poin.

‘’Dari nilai poin ini sesuai temuan KPK, Pemda KKT memiliki 9 resiko,’’ kata dia.

Berikut jabaran hasil temuan KPK di tahun 2022.

Pertama, resiko Korupsi dikategorikan masih sangat tinggi. Setidaknya pada satu aspek seperti pada penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Konflik kepentingan yang dipengaruhi suku, agama, hubungan kekerabatan, almamater dan sejenisnya.

Ada juga atasan yang memberi perintah tidak sesuai aturan, resiko gratifikasi atau suap, termasuk adanya pegawai yang melanggar aturan.

Kedua, SPI pada kalangan eksternal meyakini bahwa resiko berupa pemberian gratifikasi atau suap atau pemerasan, masih tinggi di Pemda KKT.

Ketiga, risiko penyalahgunaan pengelolaan anggaran berada pada tingkat sangat tinggi, setidaknya untuk satu aspek. Resiko ini dapat terjadi pada penggunaan SPPD, honor/ transport lokal tidak sesuai Surat Pertanggungjawaban (SPJ)  dan penyalahgunaan anggaran kantor oleh pejabat.

ATUR-ATUR TENDER

Selanjutnya, butir keempat, risiko penyalahgunaan pengelolaan pengadaan barang atau jasa (PBJ) masih berada pada tingkat sangat tinggi, setidaknya pada satu aspek PBJ.

Bentuknya seperti pengaturan tender untuk memenangkan vendor tertentu, adanya kedekatan pejabat dengan pemenang PBJ, adanya kemahalan harga (tidak sesuai kualitas ), resiko gratifikasi (suap dari vendor pemenang tender), serta hasil PBJ yang tidak bermanfaat.

Kelima, resiko korupsi dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) saat promosi atau mutasi jabatan berada pada level yang sangat tinggi. Ini setidaknya pada satu aspek pengelolaan SDM.

Risiko ini dapat disebabkan konflik kepentingan yang dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan, kedekatan, dan dengan pejabat kesamaan almamater atau golongan atau organisasi tentang pengambilan keputusan soal SDM.

“Ini yang menjadi perhatian KPK sehingga mereka meminta Pemda dalam rangka rekrutmen pejabat harus disesuaikan dengan rulenya,” ujar Inspektur ini.

Keenam, risiko perdagangan pengaruh berada pada tingkat yang sangat tinggi, setidaknya pada satu aspek. Risiko ini ditengarai terjadi pada area-area rawan seperti saat penentuan program dan kegiatan, penentuan pemenang tender, perizinan.

Berikutnya, pemberian sanksi atau denda, rekrutmen pegawai, dan pemberian atau penyaluran bantuan masih belum sesuai dengan yang diisyaratkan dalam ketentuan perundangan yang berlaku.

LAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI

Point Ketujuh dari SPI yakni, upaya sosialisasi tentang pencegahan korupsi melalui sosialisasi anti korupsi terbilang masih cukup rendah.

Sosialisasi antikorupsi yang dilakukan hendaknya dirancang agar efektif sehingga pegawai dapat menghindari konflik kepentingan, melaporkan atau menolak gratifikasi atau suap, dan melaporkan tindak pidana korupsi yang dilihat atau didengar atau diketahui.

Poin kedelapan, hasil SPI menunjukan bahwa indikator transparansi berada di bawah rata-rata nasional. Terutama terkait informasi yang memadai dan kemudahan akses bagi pihak eksternal.

Baca juga:

https://sentralpolitik.com/weleh-peringatan-kpk-tak-diindahkan/

Poin temuan terakhir, kalangan eksternal menilai setidaknya ada satu aspek dalam indikator transparansi dan keadilan layanan yang masih memiliki risiko yang sangat tinggi.

Risiko tersebut mencakup kejelasan informasi terkait standar dan prosedur pelaksanaan tugas atau layanan, kemudahan standar atau prosedur, memastikan tidak ada perlakuan istimewa atau khusus yang tidak sesual aturan.

”Dan menghindari konflik kepentingan yang dilakukan dalam memberikan layanan atau melaksanakan tugas,’’ tandas Huwae. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *