Minyak Goreng ‘Cap Medsos’ ala Unpatti

Catatan SentralSepekan

Selamat pagi. Jumpa lagi dengan SentralSepekan. Salam untuk Anda… tetap jaga kesehatan dalam cuaca yang tidak menentu ini…
Pemilihan Rektor Unpatti masih menjadi sorotan sepekan kemarin. Terakhir Sidang Senat Unpatti Senin 28 Agustus 2023, jadi pusat perhatian. Disiarkan live lewat “Unpatti Channel”.

Dari saluran ini, kita bisa saksikan tiki-taka para professor merangkai kata, membingkai argumen. Rapat dihadiri para professor dan doktor. Utusan 9 Fakultas yang tergabung dalam Senat Universitas.

Secara umum, Rapat Senat Unpatti ini berlangsung panas. Saling interupsi, membantah dan menyanggah. Mendalilkan argumen. Sidang dipimpin Prof Dr Nirahua S.E.M, SH, MHum. Dia Ketua Senat disana.

MIRIP ILC

‘’Sebentar pak, saya lagi bicara. Tadi bapak bicara kami mendengar, sekarang saya bicara bapak potong. Begini pak…,’’ kata Prof Kakisina balik ngotot pada Prof Nirahua. Nirahua memang menyela komentar Prof Kakisina.

Ketika berbicara, Dekan Fakultas Hukum malah mengingatkan Senat harus merespons surat dari Dirjen.

‘’Saya ini sebetulnya calon menteri, bukan Rektor… Sebab apa yang saya sampaikan sebelumnya, terbukti. Surat Dirjen juga sejalan dengan pikiran saya. Harus ada bukti dokumen,” kata dia sumringah, beranalogi.

“Terkait Surat Dirjen, jangan sampai kita dianggap membangkang perintah Kementrian yang meminta klarifikasi dari Ketua Senat,’’ lanjut Dr Rory Akywen SH.

‘’Surat dari Dirjen harus dibahas pak. Kalau dikemudian hari bermasalah, Anda orang pertama yang saya tuding. Bapak harus bertanggung jawab. Saya yakin akan ada masalah nanti,’’ buka Prof Tony sebelumnya. Prof Tony sebetulnya mengawali debat.

Sidang berjalan cukup panas … Mirip-mirip ILC ghitu… Dari 5 Kandidat, 3 yang angkat suara. Prof. Izaak Wenno dan Prof Edy Leiwakabessy lebih memilih diam. Tenang memantau… Dua calon lain ngotot, malah enggan menyampaikan visi-misi… Seru!

DEBAT- KUSIR

Tergambar ada debat kusir disana! Debat berawal ketika membahas surat balasan Dirjen ke Senat. ‘Kusir’-nya? Ya ada di Medsos…

Begini, awalnya Senat menyurati Dirjen meminta klarifikasi dengan berlandas pada berita di Media Sosial; pemberitaan di media online dan media cetak. Entah berita Medsos diikutkan, yang pasti Surat Dirjen yang sudah-sudah jadi lampiran…

INVESTIGASI JURNALIS

Oiya, sebagian professor itu lupa bahwa berita yang diterbitkan baik lewat online maupun media cetak, merupakan hasil investigasi Junalistik.

Karya jurnalistik tentu bukan hasil investigasi justisia… Karya-karya jurnalis, ya tidak harus langsung dijadikan bukti dong Pakdhe…

Polisi dan jaksa saja tidak menjadikan sebuah karya jurnalis sebagai barang bukti. Sebuah Berita biasanya dijadikan bahan acuan. Sampingan! Istilahnya Pulbaket alias Pengumpulan Bahan Keterangan.

So..! berita di Koran atau Medsos; online tidak bisa langsung dijadikan Pro Justisia gitu… Itu sih kalo mengacu pada UU Pers, lain cerita kalau ditinjau dari UU ITE…

Lha, ini berita di Medsos sudah dijadikan dasar surat menyurat-menyurat, dan akhirnya terbawa sampai kedalam sidang Pleno Senat yang mulia. Sidang tertinggi di kampus itu…

Nah, apakah surat dari Senat kepada Dirjen itu juga merupakan bagian dari upaya ‘goreng-menggoreng’…? ataukah memang sengaja diciptakan untuk saling ‘menggonggong’ di dalam sidang… hmm

Publik sih, lebih berharap, misalnya, suatu keberatan saat verifikasi berkas calon, blunder di panitia, dan dibahas lebih luas dalam forum yang lebih tinggi. Se-level Sidang Pleno githu…

KLARIFIKASI

Noh, Surat Dirjen kepada Senat Unpatti sebetulnya jadi bahan debat memanas. Ini karena peserta sepertinya ‘saling menjebak’. Memasang perangkap melalui surat tadi…, Asyik juga disimak… Anda bisa mengikutinya ulang lewat channel Unpatti tadi.

’’Kita diminta Dirjen untuk mengklarifikasi, tapi tidak pernah kita memutuskan dalam paripurna, bahwa jika klarifikasinya tidak selesai maka ditunda. Tidak ada itu. Ada klarifikasi nanti, tapi kita perlu bukti. Buktinya, tidak bisa kita ambil di Medsos bapak ibu sekalian,’’ kata Prof Nirahua menangkis argumen peserta diatas. Itu Benar!! Medsos tidak bisa dijadikan bukti ke pusat.

SURAT DIRJEN

Bila disimak, ada 4 point surat dari Dirjen. Point 1 dan 2 sebetulnya, Dirjen memberikan apresiasi terhadap Unpatti terkait langkah-langkah Senat yang sudah sejalan dengan Permenristekdikti dan dugaan plagiasi yang sudah dianggap telah selesai. Siapa yang selesaikan, ya Unpatti sendiri dong… itu sedari beberapa tahun silam.

Point 3 dan 4 surat ini dapat dipahami sebagai perintah Dirjen kepada Senat Unpatti untuk mengklarifikasi. Klarifikasi ke mana sih? Yah ke Medsos dong; media online dan cetak. Terkait dugaan plagiasi itu tuh…

Lho kok ke Medsos? Ya iya, Dirjen ‘memerintahkan’ klarifikasi ke Medsos, karena surat Senat ke Dirjen kan landasannya dari Medsos pula…

Toh, perintah yang tertuang di point (4) tentu mengacu pada point (3) yang menyebut; telah beredar di lingkungan saudara (Senat) baik di Medsos maupun cetak. Jadi klarifikasi bukan di lingkungan Dirjen…

Noh, “hasil klarifikasi” itulah yang wajib dilaporkan ke Direktur Sumber Daya Dirjen Dikti, Riset dan Teknologi. Tembusan yang sama ke Inspektur Jenderal Kemendikbud Dikti…

Perintahnya! Klarifikasi harus disertai data, dokumen, dan/ atau fakta berupa kronologis atas kebenaran informasi yang beredar… Tuh kan… Lagi-lagi informasi yang beredar… Beredarnya di mana, ya itu, di Medsos tadi…

‘’Jangan terlalu lama klarifikasinya ya bro… sebab tahapan Pemilihan Calon Rektor Unpati 2023-2027 sedang berlangsung,’’ begitu kira-kira pesan terakhir Dirjen kepada Senat dalam surat tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *