Penyidik Autopsi Korban Penganiayaan Anak Ketua DPRD Kota Ambon

AMBON (SentralPolitik) _ Untuk keperluan penyidikan, Polisi telah melakukan autopsi terhadap Rafli Rahman Sie (18), korban penganiayaan yang dilakukan Abdi Toisutta (25) anak kandung dari Ketua DPRD Kota Ambon Eli Toisutta pada Minggu (30/7/2023).

Korban Rafli Rahman Sie (18) merupakan remaja kawasan Air Mata Cina Kelurahan Urimessing, Kecamatan Nusaniwe. Korban meninggal dunia beberapa saat setelah penganiayaan.

Penyidik Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease masih bekerja keras melakukan penyidikan. Pelaku penganiayaan sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan polisi menahannya di Rutan Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease.

‘’Penyidik sudah lakukan proses autopsi terhadap korban. Hasil autopsi pun sudah ada,’’ terang Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol M Roem Ohoirat saat konferensi pers, Rabu (2/8/2023) di Mapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease.

Dia mengaku meski hasil otopsi sudah keluar, namun merupakan kewenangan dokter forensik untuk menyampaikan dalam persidangan nanti.

Walau tidak mengumumkan detail hasil autopsi, namun mantan Wadir Reskrimum Polda Maluku ini beberkan bahwa hasil autopsy itu punya kaitan dengan pasal yang 351 ayat (3) KUHP yang disangkakan ke tersangka.

Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang Penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal dunia. Ancaman hukuman tujuh tahun.

“Secara gambaran umum, bisa kami sampaikan bahwa antara hasil otopsi dengan pasal yang disangkakan, itu berkaitan,” tegasnya.

SEMPAT TOLAK

Ia katakan awalnya keluarga korban sempat menolak proses autopsi. Mereka tidak mau karena tidak tega korban di autopsi.

Namun penyidik mendatangi keluarga korban. Mereka memberi penjelasan bahwa untuk keperluan proses hukum maka korban harus diautopsi agar dapat diketahui pasti penyebab kematian korban.

“Akhirnya keluarga korban mau untuk korban diotopsi,” jelas Ohoirat.

DIATAS 15 TAHUN

Menyangkut viral informasi yang mengatakan korban berusia 15 tahun sehingga pelaku harus dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, Ohoirat dengan tegas katakan korban sudah tidak masuk kategori anak.

“Yang sempat viral di media sosial maupun media massa, bahwa korban berumur 15 tahun, ini perlu kami jelaskan sesuai dengan dokumen kependudukan yang kami dapatkan dari keluarga korban bahwa korban lahir tanggal 8 Mei 2005. Dengan demikian sampai dengan saat peristiwa terjadi, korban sudah berusia 18 tahun dua bulan dan 22 hari,” tegasnya.

Dia katakan, ada yang tanyakan kenapa tersangka tidak dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar