AMBON (SentralPolitik)_ Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku memproses hukum seorang ibu rumah tangga di Desa Waiheru, Kecamatan Baguala Kota Ambon. Polisi menciduknya setelah mendapatinya menjual kosmetik ilegal.
—
Adalah AP alias Ana (31), penjual kosmetik illegal berupa hand body lotion merk HB RACIKAN BUGIS kepada konsumen. Sayangnya, kosmetik yang ia jual ini tidak memiliki Ijin Edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, Ana tidak memiliki izin berusaha dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.
Bukan hanya menjual, Ana bertindak langsung sebagai peracik lotion ini. Ia pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Subdit I Ditreskrimsus Polda Maluku.
Ana disangkakan dengan Pasal 197 junto pasal 106 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam paragraph 11 angka 4 dan angka 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Ia pun terancam hukuman pidana penjara 15 tahun.
Penyidikan perkara ini sudah dilakukan hampir satu bulan. Saat ini, berkas perkara tersangka Ana telah dilimpahkan atau proses tahap I ke Kejaksaan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Maluku Komisaris Besar Polisi Harold Wilson Huwae membenarkan pihaknya sedang menyidik perkara pidana ini.
“Iya benar, sekitar satu bulan lalu kita mengungkap perkara pidana pada zat sediaan farmasi ini. Penyidikan sementara berjalan. Tersangkanya satu orang. Berkas perkara telah kita limpahkan ke Jaksa pada Rabu (5/7/2023),” jelas Harold kepada media ini Jumat (7/7) di ruang kerjanya.
RACIKAN BUGIS
Pengungkapan perkara ini dilakukan pada Rabu (6/6/2023) sekitar pukul 13.00 WIT. Saat itu, tim subdit I berhasil menemukan lokasi tersangka meracik kosmetik ini. Tersangka memanfaatkan satu kamar kost di Waiheru RT 003 RW 002 Kecamatan Baguala untuk menjalankan aktivitasnya.
Pada kamar kost tersangka, petugas menemukan beberapa jenis zat farmasi maupun zat kimia lain. Selanjutnya tersangka meracik dengan mencampur zat-zat tersebut. Hasil campuran kemudian dikemas dalam wadah yang disediakan. Tersangka memberi label kosmetik racikannya dengan merk HB RACIKAN BUGIS.
“Selain berperan sebagai peracik, tersangka juga memasarkan produknya sendiri, dengan menggunakan sarana media sosial Facebook,” beber Harold.
Jebolan Akademi Kepolisian Tahun 1996 ini jelaskan produk tersangka di pasarkan dalam tiga kemasan. Untuk kemasan volume 200 ml dipasarkan dengan harga Rp. 185.000,-. Untuk kemasan 250 ml tersangka mematok harga Rp. 230.000,-. Sementara untuk kemasan 400 ml, tersangka memasang harga Rp 370.000,-.
Sistem penjualan yang dipakai ada dengan sistem bayar di tempat atau COD (Cash On Delivery) maupun pembeli mendatangi langsung tempat tersangka.
Dengan terungkapnya kasus kosmetik ilegal ini, mantan Kepala SPN Polda Papua Barat ini menghimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk kosmetik.
Ia menyarankan masyarakat untuk membeli produk kosmetik yang resmi dimana ada ijin edar dari BPOM serta diproduksi oleh perusahaan yang terdaftar atau memiliki izin berusaha.
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/pdip-hanya-kirim-perempuan-kanter-murad/
“Karena produk kosmetik seperti yang kita ungkap ini belum tentu terjamin dari sisi kesehatan. Lebih baik membeli kosmetik legal walau dengan harga sedikit lebih mahal. Daripada membeli kosmetik murah tetapi ilegal. Karena kosmetik atau zat kesehatan lainnya yang ilegal dapat berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen itu sendiri,” pungkas Harold. (ALIM)