PemerintahanTipikor

Ruang Kebijakan & Panggung Sandiwara!

×

Ruang Kebijakan & Panggung Sandiwara!

Sebarkan artikel ini
ANIMASI PANGGUNG SANDIWARA
ANIMASI PANGGUNG SANDIWARA. Analityc kasus SPPD fiktif BPKAD KKT, Jumat (15/12). -f:IST-

HARI ini Jumat (15/12), Bupati KKT 2017-2018, Petrus Fatlolon akan hadir di sidang kasus korupsi. Dia terpaksa harus hadir setelah sebelumnya mangkir. Sidang dijadwalkan berlangsung pukul 14.00 WIT, usai Sholat Jumat.

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

PF sudah dipastikan tak mangkir lagi, bila tak ingin dijemput paksa. Jaksa sudah melayangkan surat resminya.

“Iya, kemarin (Selasa) kita sudah sampaikan ke rumahnya langsung. Tapi yang bersangkutan tidak ada, jadi atas izin istrinya, dititipkan ke pihak yang ada di rumahnya,” kata salah satu aparat Kejaksaan Negeri Kepulauan Tanimbar.

PF akan disandingkan dengan tiga pimpinan Dewan kabupaten itu masing-masing Ketua DPRD, Omans Batlayeri; Jidon Kelmanutu, Wakil Ketua I; Ricky Jewerissa, Wakil Ketua II; Ketua Komisi B, Paula Laratmasse dan anggota, Pit Kaet Taborat.

RUANG KEBIJAKAN

Ruang Kebijakan antara lain akan menjadi sorotan di sidang ini. Sebab yang dating itu para pimpinan di Tanimbar, saat Covid merajalela.

Toh, soal ruang kebijakan ini, Ricky Jewerissa pada sidang sebelumnya memaparkan itu.

Keberadaan ruang ini juga sudah diakui Kepala BPKAD KKT, Yonas Batlayeri. Batlayeri yang saat ini duduk di kursi terdakwa pun mengakui ruang itu.

Karena dia hanya Kepala Badan alias Kaban, tentu Yonas tidak berani masuk di ‘ruangan’ tadi. Ruang itu tentu milik penguasa. Setidaknya mereka yang punya kewenangan soal Keputusan menyangkut anggaran.

Benar. Keputusan anggaran tentu ada pada bupati, plus dewan. Sebagaimana fungsinya, Dewan tentu masuk sebagai bagian dari ‘penguasa’ anggaran, sebab ikut mengesahkan anggaran sekalian mengontrolnya.

Benar! Bahwa sesuai pengakuan Jewerissa, ternyata Bupati meminta semua peserta sidang saat itu meninggalkan ruang paripurna dewan.

“Yang berkuasa saat ini, cuma kita 26 orang. Bupati dan 25 anggota dewan,” kata Jewerissa masih di sidang kemarin. Ia menirukan pernyataan bupati.

Benar! Bahwa Bupati memiliki keleluasaan untuk bergerak dalam koridor ruang itu. Meski apa yang disampaikan di dewan, pada sidang sebelum-sebelumnya tak pernah terealisasi alias PHP. Gelanggang sandiwara.

Benar! Bahwa Presiden berulang kali mengingatkan kepala daerah bisa mengambil kebijakan-kebijakan untuk melakukan langkah-langkah konkrit guna pengatasi kesejahteraan masyarakat.

KORUPTIF

Intinya, anggaran jangan telalu lama diparkir di kas daerah, tapi benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia di bumi nusantara. Tentu ruangan ini antara lain dipakai untuk menyelesaikan masalah di tengah publik.

Benar! Bahwa ruang kebijakan itu ada di KKT, dimanfaatkan disana…

Fakta membenarkan bahwa meski dewan memutus dana SPPD Rp. 1,5 miliar, tapi di dokumen APBD justru tetap membengkak pada angka Rp. 9 miliar. Itu pun setelah dokumen sudah bolak-balik di Pemerintah Propinsi Maluku…

Nah, kalau kemudian Dewan menyetujui anggaran BPKAD sebanyak Rp.1,5 miliar dan eksekutif dengan sepihak menaikan sendiri menjadi Rp. 9 miliar, itu berarti ‘Ruang Kebijakan’ dewan sudah dikesampingkan oleh eksekutif, yakni bupati.

Tapi apakah benar bahwa uang itu dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat?? Bukan kah uang itu akan ‘diperuntukan’ untuk Forkopimda di KKT??

Toh, fakta-fakta akhirnya membuktikan bahwa uang itu dikorupsi Rp. 6,6 miliar dari Rp. 9 miliar itu.

Noh, faktanya Ruang Kebijakan itu sudah berjalan. Fakta menyebut negara atau daerah sudah merugi Rp.6,6 miliar. Dan enam orang sudah ditahan…

Lantas apakah cuman segitu kasus ini bergulir? Apakah cuma Kaban dan anak buahnya saja yang bertanggung jawab? Bukan kah Kaban sudah mengakui kalau uang ke oknum BPK RI sebanyak Rp. 350 juta atas anggukan kepala Plt Sekda…

Cuma sebatas itu kah? Bagaimana dengan yang diatas Sekda? Tidak tau apa-apakah dia??

Dan, hakim sudah memerintahkan Jaksa segera men-tersangka-kan oknum BPK itu.

PANGGUNG SANDIWARA

Apakah sebatas ini? Yang pasti ruang kebijakan bisa saja diambil. Tapi harus memperhatikan  norma dan atuan yang berlaku. Dan ini yang penting! : tidak koruptif. Dalam arti memperkaya diri sendiri, atau memperkaya orang lain.

Lalu siapa yang bertanggung jawab? Apakah memang cuma enam orang terdakwa tadi? Apakah mereka bisa leluasa menyedot anggaran pada koridor kebijakan bupati sebagai penguasa ruang kebijakan? Apakah ini bukan kebijakan yang perkaya diri dan orang lain??

Ingat, di Tanimbar ada 26 OPD yang tersangkut kasus SPPD Fiktif. Apakah masing-masing OPD bebas bermain-main dalam ruang kebijakan tadi?

Lalu apakah kasus ini bisa menyeret PF selaku Bupati yang begitu banyak tiki taka di dewan dan eksekutif. Apalagi uang negara yang mengalir di Tanimbar, sejauh ini hanya lewat satu pintu. Managgemen satu pintu!

Intinya terjadi manipulasi APBD. DPRD dikibuli! Dan Korupsi terjadi.

Baca Juga:

Petrus Fatlolon Akhirnya Mangkir, Jaksa Ancam Jemput Paksahttps://sentralpolitik.com/petrus-fatlolon-akhirnya-mangkir-jaksa-ancam-jemput-paksa/

Toh, kalau pun dari 26 OPD, terutama kasus SPPD fiktif di Sekretariat Daerah KKT, hakim dan jaksa tidak mampu menyeret PF sebagai tersangka, itu berarti sidang-sidang yang berlangsung ketat dan menyedot perhatian ribuan warga Tanimbar yang lagi berdebar-debar, hanyalah Panggung Sandiwara..! (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *