AMBON, SentralPolitik.com _ Sidang lanjutan SPPD fiktif BPKAD Kepulauan Tanimbar yang berlangsung Senin (27/11) di Pengadilan Tipikor PN Ambon berlangsung seru. JPU hanya menghadirkan dua orang saksi, Kepala Inspektorat KKT, Jedithia Huwae dan Ketua Komisi B DPRD, Paula Laratmasse.
—
Kepala Inspektorat KKT Jedithia Huwae, yang di hadirkan sebagai saksi, akhirnya mengakui kalau ia yang melobi hingga terjadi deal dengan BPK RI. Dia juga berindak sebagai kurir untuk menyerahkan uang haram Rp. 350 juta kepada Tim Audit BPK, Sulistyo yang menjabat sebagai Korwas.
Padahal dalam kesaksian awal pada sidang yang sama, Huwae sempat berbohong di hadapan Majelis Hakim. Dengan sangat meyakinkan dia mengaku hanya menerima uang senilai Rp200 juta dari BPKAD. Itupun penyerahan uang di salah satu hotel di Kota Ambon.
Mendengar kesaksian Huwae, Ketua Majelis Hakim Haris Tewa meminta terdakwa Yonas Batlayeri dan Liberata Malirmasele untuk menanggapi kesaksian Huwae.
Yonas Batlayeri selaku Kepala BPKAD mengaku permintaan dari BPK awalnya Rp. 450 juta, tapi terjadi tawar-menawar hingga persetujuan di angka Rp. 350 juta.
“Apa yang disampaikan pak Edi (Huwae) tidak benar soal nilai. Yang di minta awal adalah Rp450 juta, tapi saya sampaikan bahwa ‘apakah tidak terlalu mahal, lalu jawab Sulistyo; kalau gitu bisa di kurangi,’’ kata Batlayeri bersaksi menirukan percakapan dirinya dengan Sulistyo dan Huwae di ruang kerjanya di Saumlaki.
‘’Kami akhirnya setuju di angka Rp350 juta hari itu. Besoknya saya perintahkan Sekretaris Maria Goreti Batlayeri untuk siapkan dan Albyan Touwelly yang mengantarkan, ” akui Jonas sembari mengatakan; ” Ini saya bicara jujur pak hakim” .
DIDAMPRAT HAKIM
Menanggapi kesaksian ini, Tewa kemudian mendamprat Huwae. ‘’Saudara Inspektur, Anda sudah di sumpah. Bila berbohong bisa kena saksi 12 tahun penjara,’’ tegas Tewa.
Dia mengejar Huwae yang memberikan keterangan berbeda dengan terdakwa.
“Jangan uji kesabaran saya, kenapa tadi tidak jujur? Bapak mau mencoba saya? Inspektur saja berbohong, apalagi yang lain. Saya tidak sangka mental seorang Inspektur kaya gini, kenapa berbohong di bawah sumpah. Makanya saya bilang di Tanimbar itu tidak takut Tuhan,” ujar Harris Tewa.
GROGI
Jedithia Huwae kelabakan di kejar Hakim Tewa.Dia akhirnya mengakui kalau dirinya orang yang di minta membantu mengantarkan uang senilai Rp. 350 juta kepada Sulistyo yang merupakan anggota BPK RI untuk mengamankan WTP tahun 2020.
“Benar saya yang mengantarkan uang 350 juta kepada Sulistyo, anggota BPK RI bidang pengendali teknis tim Audit, karena mereka yang meminta. Saya menerima dari saksi Albyan Touwelly,” akui Huwae terbata-bata.
Dia mengaku, uang itu sebagai pemulus untuk meraih Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Benar mereka sendiri yang meminta saya untuk memfasilitasi pertemuan dengan Kepala BPKAD,’’ katanya. “Tolong bantu kami,” ujar Huwae mengutip permintaan BPK.
“Cara yang dilakukan oleh BPK RI benar atau salah,’’ kejar Hakim Tewa. ‘’Itu hal yang salah,’’ jawab Huwae sambil menunduk malu.
Hakim Athonius Sampe Samine kemudian menimpali, “jika model seperti ini maka tindakan audit yang mesti di lakukan supaya bersih, ternyata berlangsung kotor.”
‘’Kenapa pernyataan Anda berbeda, dari sebelumnya,’’ tekan Tewa kepada Huwae. ‘’Saya grogi yang mulia,’’ jawab Huwae terbata-bata.
PETRUS FATLALON
Sementara itu saksi Apolonia Laratmase yang bersaksi membantah semua pernyataan saksi Albian dan Jonas Batlayeri cs.
Menurut Apolonia saat dicecar Hakim, dirinya tidak pernah di tahun 2020 di antarkan uang senilai Rp. 450 juta atau berkomunikasi dengan Jonas Batlayeri cs.
‘’Memang pernah tapi ditahun 2019 dan itu saya berkomunikasi dengan Bupati Tanimbar, Petrus Fatlolon,” katanya.
”Kemudian Fatlolon perintahkan Jonas, Maria Gorety dan Albyan. Tapi itu tahun 2019. Dan itu bukan untuk saya saja, tapi untuk kami para partai pendukung,” lanjut Laratmase.
Hakim menanyakan soal nilai uang, Ketua Komisi B Tanimbar itu mengaku senilai Rp. 90 juta awal dan tambahan Rp. 10 juta di tahun 2021.
“Memang pernah tapi itu tahun 2019. Nilainya Rp. 90 juta dan di tahun 2021 tambahan Rp. 10 juta bagi kami partai pendukung,” cetusnya.
TERANCAM KURUNGAN 14 HARI
Selain keterangan kedua saksi, sidang makin menarik ketika sejumlah nama anggota DPRD juga di minta untuk di hadirkan dalam persidangan berikut.
Mereka di minta hadir oleh tim kuasa hukum Anthony Hatane. Hatane menyebut mereka juga turut menikmati duit korupsi SPPD fiktif.
“Majelis Hakim yang mulia, kami minta untuk nama nama yang disebutkan sebelumnya seperti, Jaflaun Batlayeri, Markus Atua, Wan Lekruna dan Ivone K Sinsu untuk di hadirkan dalam persidangan. Ada juga anggota DPRD yang menerima juga sehingga harus di hadirkan,’’ kata dia.
Mereka yang turut menerima uang Korupsi BPKAD ialah, Godlief Siletty, Ambrosius Rahanwatty, Dedison Titirloloby, Fredek Kormpaulun dan Samuel Lilimwelat.
Mendengar permintaan Kuasa Hukum, Hakim langsung perintahkan JPU untuk melist nama nama penerima duit tersebut.
PETRUS FATLOLON
“Pak Jaksa tolong list semua nama yang terima untuk hadir pada sidang tanggal 4 Desember nanti, termasuk mantan Bupati Petrus Fatlolon. Tidak perduli dia siapa, mau bupati atau tidak kami tidak perduli, harus di hadirkan,’’ tegasnya.
‘’Jika mereka tidak hadir, jaksa tolong kurung selama 14 hari jika melawan perintah pengadilan,’’ tegas Hakim Harris Tewa.
Baca Juga:
Enam Anggota DPRD KKT dan BPK RI Disebut Terima Uang : https://sentralpolitik.com/enam-anggota-dprd-kkt-dan-bpk-ri-maluku-disebut-terima-uang-sppd-fiktif-bpkad/
Tewa kemudian menutup sidang dan akan berlanjut pad 4 Desember 2023, dengan agenda pemeriksaan saksi. (*)
Respon (1)