Nyaris, tak satupun layar ponsel menyala sebelum Minyak Solar tiba di Negeri Kanikeh, Seram Utara, Maluku Tengah, Senin (3/11/2025) pagi.
Koneksi ke dunia luar dan perayaan HUT sekolah tergantung lima liter Solar di bahu Berlin Lilimau.
— Laporan: Ancha Sapsuha, Masohi, Maluku Tengah —
PAGI itu, anak-anak datang lebih awal ke sekolah ketika matahari mulai memecah embun di punggung Gunung Binaya.
Seragam mereka masih lembab oleh sisa kabut, tapi senyum dan tawa sudah lebih dulu merekah.
Hari itu istimewa; Mereka akan merayakan Ulang Tahun Pertama Sekolah. Ini merupakan satu tahun cahaya pengetahuan di tengah keterbatasan.
SD Negeri 351 Kanikeh baru diresmikan tahun lalu, Senin (4/11/2024). Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku Tengah, Husen Mukadar yang meresmikan.
Bangunan seluas 6×12 meter itu berdiri atas hasil gotong royong warga Kanikeh. Selama sebulan penuh sejak Oktober tahun lalu.
Mereka memikul gaba-gaba, menegakkan tiang kayu, merajut daun rumbia. Berkat tangan mereka, sekolah itu berdiri menjadi simbol harapan bersama.
Namun keceriaan pagi itu belum sepenuhnya utuh. Anak-anak sudah berkumpul, guru-guru sibuk menata kursi, tetapi suara mesin Genset belum terdengar.
Solar menjadi nyawa satu-satunya jaringan internet satelit (Starlink) belum juga tiba.
Semua mata menatap parabola putih di sudut sekolah. Sesekali menoleh ke jalan setapak berharap Berlin muncul.
Menjelang pukul 09.20 WIT, Berlin akhirnya tiba di halaman sekolah.
Nafasnya tersengal. Ia menurunkan jerigen perlahan, seolah menaruh sesuatu yang lebih berharga dari sekadar Solar.
NYAWA
Di Kanikeh, lima liter Solar dan langkah kaki adalah nyawa bagi Genset dan sinyal Starlink.
Dari tenaga itulah anak-anak dan guru bisa mengabarkan HUT Perdana sekolah di pelosok Seram Utara.
Tak lama kemudian, suara Genset mulai berdengung pelan. Lampu ruang kelas menyala, layar ponsel terbuka, dan Kanikeh pun terhubung dengan dunia.
Di tengah bunyi mesin dan tawa, lima liter solar itu menjelma menjadi kabar gembira.
Kepala Sekolah SD Negeri 351, Hendrik Lilihata menekan tombol siaran langsung di Facebook-nya.
Seketika, video dan foto dari menembus ruang digital, menyapa netizen yang ingin tahu Kanikeh.
Perayaan itu tersiar hingga ke Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah.
Dari layar ponsel, suara anak-anak, guru, dan para pemuda yang bernyanyi Happy Birthday terdengar jernih. Mengalun menembus jarak, seolah Kanikeh tak lagi jauh.
Komentar dan ucapan selamat pun mengalir di layar. Beberapa netizen menulis doa, sebagian meninggalkan emoji senyum dan hati. Love!
Akses internet di sekolah itu sepenuhnya bergantung pada Genset berkapasitas 5 kilowatt.
Setiap kali menyala pihak sekolah menyiapkan lima liter solar seharga Rp75.000. Ini cukup untuk empat kali penggunaan, belum termasuk ongkos pikul.
“Tidak nyala setiap hari, hanya untuk keperluan pertemuan Zoom atau mencari tugas anak-anak, ” kata Hendrik.
Setelah itu, mereka mematikan Genset untuk menghemat bahan bakar.
3T
Negeri Kanikeh masuk jejeran daerah tertinggal, terluar, terbelakang (3T)
Akses ke sana hanya bisa dengan berjalan kaki selama tiga hingga empat hari. Itu pun harus menembus sungai, hutan dan jalan terjal.
Berlin Lilimau, 36 tahun, satu dari sedikit warga yang menjadi urat nadi logistik sekolah.
Setiap kali jalan kaki, ia menapaki 76.200 langkah sambil memikul jerigen berisi minyak Solar.
Perjalanan panjang itu bukan untuk dirinya, tapi demi memastikan layar Leptop di sekolah tetap menyala dan sinyal internet tetap tersedia.
Untuk jerih payahnya, Berlin mendapat upah Rp50.000 per sekali perjalanan. Jumlah ini kecil ketimbang tenaga dan waktu. Tapi baginya ini bukan soal uang.
“Bukan soal besar kecilnya upah, tapi demi anak-anak bisa sekolah, bisa internet,” ucapnya setengah senyum.
JENDELA BARU
Kehadiran Starlink membuka jendela baru bagi guru dan siswa untuk mengikuti kelas Daring, mencari bahan pembelajaran modern, hingga terhubung dengan dunia luar.
Di balik parabola kecil itu, ada langkah panjang Husen Mukadar, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maluku Tengah.
Ia bukan hanya mengurus administrasi dari kantor, melainkan datang berkali-kali ke kampung-kampung menjejak sungai dan lembah, duduk di rumah kayu.
Mendengar langsung keluh murid dan guru yang selama ini belajar tanpa digital.
“Kanikeh ini hanya awal,” ujar Husen. Ia memastikan setiap anak di Maluku Tengah mendapat pendidikan yang sama di mana pun berada.
Hingga kini, Pemkab Maluku Tengah telah meluncurkan 30 unit Starlin untuk sekolah-sekolah di wilayah terpencil.
Kebijakan itu sebagai langkah strategis pemerataan akses pendidikan serta bagian dari kolaborasi dengan Program INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia).
Mukadar menjelaskan prioritas utama pemasangan Starlink adalah sekolah di wilayah-wilayah blankspot, tidak memiliki jaringan internet, baik di kawasan pegunungan maupun kepulauan.
“Seperti di kepulauan Banda, Nusa Laut dan pedalaman Seram. Nah, Starlink ini akhirnya anak-anak bisa belajar akses informasi, ” ujarnya.
Katanya 30 titik tersebut telah beroperasi, bersamaan Uji Komunikasi dengan Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti, Komisi X DPR RI dan Bupati Maluku Tengah.
Dalam uji Komunikasi ini ikut pula Sekretaris Daerah, OPD dan Forkopimda pada puncak HUT ke-68 Kota Masohi, Senin (3/11/2025) malam.
INOVASI
Sebelumnya, Bupati Zulkarnain Amir Awath bersama Provincial Manager INOVASI Maluku, Mus Mualim menyerahkan secara simbolik perangkat Starlink kepada sekolah penerima di aula Hotel Lelemuku, Selasa (28/10/2025).
Adapun sekolah penerima mencakup 23 SD, dan 7 SMP yang tersebar di Seram Utara, Banda, Nusalaut, Tehoru dan Amahai.
Sejak hari itu, Kanikeh berdiri dengan cara yang baru. Guru-guru bukan sekadar mengajar, tapi menjadi penjaga harapan.
Baca Juga:
Starlink Ideal Atasi Tantangan Pendidikan Daerah Terpencil di Maluku Tengah: https://sentralpolitik.com/starlink-ideal-atasi-tantangan-pendidikan-daerah-terpencil-di-maluku-tengah/
Starlink menjadi jembatan yang hidup saat minyak Solar tersedia, cukup untuk mengabarkan pesan dari siswa, guru, dan warga meski hanya sebentar. (*)






