PIRU (SentralPolitik) _ Warga Dusun Mata Empat Desa Eti Kabupaten Seram Barat mempertanyakan status Dusun mereka yang sampai saat ini tidak mendapat persetujuan untuk menjadi Desa definitif. Begitupun status tanah yang saat ini ditempati.
—
Padahal, sejak mengikuti Program Transmigrasi Lokal (Translok) dari Desa Ulath Kecamatan Saparua ke Dusun Mata Empat, Kecamatan Seram Barat sejak tahun 1976, sampai saat ini perjuangan mereka tak kunjung mendapat restu.
Jhon Gensel selaku Tim Pemekaran Desa Mata Empat bersama sejumlah tokoh masyarakat Mata Empat, Senin (21/8) menemui DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Mereka menemui Komisi I DPRD SBB dalam pertemuan mediasi di Kantor DPRD, jalan Trans Seram Gunung Malintang Kota Piru. Agenda Pertemuan yaitu Pemetaan Wilayah Adat Dusun Translok Mata Empat Desa Eti.
Andreas Kolly selaku Ketua Komisi memimpin pertemuan yang dihadiri anggota Komisi Arif Pamana Yanto Samanery, Efraem Madobaapu dan Sumardi.
Sayangnya, sampai pertemuan selesai, Pemerintah Kabupaten SBB tidak datang memenuhi undangan komisi. Begitupun pemerintah desa dan Kepala Desa Eti sebagai Desa Induk.
‘’Sidang kami tunda sambil menunggu undangan berikut,’’ tegas Kolly menutup pertemuan.
Pada pertemuan berikut dia berjanji akan menghadirkan Kadis Pemberdayaan, Kadis Transmigrasi dan Kadis Sosial bersama Tim Pencari Fakta Kabupaten SBB dan Pemerintah Desa Eti.
STATUS TRANSLOK
Sebelum skorsing, Wakil Ketua Komisi, Arif Pamana menegaskan, yang namanya Trasmigarasi sudah diatur dalam aturan perundang-undangan. ‘’Translok itu relokasi yang diberikan oleh pemerintah dengan status kepemilikan tanah yang sudah jelas,’’ ingat dia.
Masyarakat transmigrasi yang ada menurut ketentuan UU sudah memiliki tanah dengan Hak pemilikan, bukan lagi hak pakai.
‘’Untuk itu, agenda berikutnya kita harus undang Kadis Pemberdayaan, Kearsipan, Kabag Pemerintahan, Kabag Hukum Badan pertanahan dan staf Desa Eti. Kita harus membicarakan status tanah terkait Dusun Tranalok Mata Empat Desa Eti,’’ katanya.
TRANSLOK
Jhon Gensel selaku Ketua Tim Pemekaran menyebutkan kalau saat Translok berlangsung, Desa Eti Kecamatan Seram Barat masih berada dibawah kendali Pemerintahan Kabupaten Dati II Maluku Tengah. Begitupun Desa Ulat Kecamatan Saparua.
Dia menambahkan, sebelumnya pernah ada persetujuan dari Pemerntah Desa Eti lewat surat nomor 414.14-25 tertanggal 18 Maret 1991. Penjabat Kepala Desa Eti, Hence Aurima yang menandatangani surat itu.
‘’Surat itu menerangkan dengan sungguh-sunggug bahwa Desa Eti tidak keberatan bila Dusun Mata Empat Traslok berdiri sendiri dengan status desa dan mempunyai Kepala Desa Difnitif,’’ kata dia mengutip surat itu.
Surat itu juga ikut sudah mendapat persetujuan dari desa-desa adat masing-masing Desa Lumoli, Morekau dan Desa Neniari. ‘’Karena pemerintah saat itu telah melakukan ganti rugi,’’ katanya.
STATUS TANAH
Translok Mata Empat Desa Eti sendiri sudah berlangsung sejak tahun 1976. Gelombang Pertama sebanyak 50 Kepala Keluarga yang datang ke Seram Barat. Berikutnya tahun 1977 sebanyak 50 KK pada gelombang II.
‘’Sehingga total 100 KK yang menempati kawasan Raja Empat pada tahun-tahun itu,’’ terangnya.
Dia juga menyebutkan kalau sebagian tanah yang ditempati sudah memiliki tanah bersertifikat dari Badan Pertanahan dan sebagian lagi warga menerima lewat penjualan dari desa induk.
‘’Jadi kenapa sampai saat ini Dusun Translok belum memliki status yang jelas seperti status desa. Ini yang kami pertanyakan,’’ ungkap Jhon Gensel. (*)