AMBON, SentralPolitik.com – Insiden penyerangan Desa Masuhulan yang menewaskan anumerta Husni Abdullah, anggota Polsek Wahai, Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah tengah bergulir.
Persidangan peristiwa yang pecah pada 9 April 2025 itu sementara bergulir di Pengadilan Negeri Ambon.
Lantas siapa sebenarnya pelaku pembunuhan Husni Abdullah?
Penyidik dari Polres Maluku Tengah kini sudah menggiring RW, seorang warga Masihulan sebagai tersangka pembunuhnya.
RW, honorer di Balai Taman Nasional (TN) Manusela itu sudah dikerangkeng. Ia malah sudah diseret ke Meja Hijau.
Namun, tim kuasa hukum RW, Belly F Uktolseya, SH memiliki pandangan berbeda.
“Ada banyak kejanggalan dalam penetapan RW sebagai tersangka yang saat ini sudah berubah status menjadi terdakwa,” tandas Uktolseya kepada media ini, Sabtu (18/10/2025).
Ia menyebutkan, mulai dari tahap penyelidikan sampai penetapan tersangka dan proses penangkapan, sudah tidak sesuai prosedur hukum.
Uktolseya menyebut, fakta pemeriksaan saksi yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon dalam perkara nomor 187/Pid.B/2025/PN Amb, sudah diperiksa 10 orang saksi.
“Sayang, hanya satu saksi yakni oknum anggota polisi berinisial MT mengatakan bahwa ia melihat penembak dari jarak 88 meter di atas bukit.”
“Namun saksi tidak dapat memastikan wajah penembak, hanya menebak dengan ciri-ciri yang hampir sama saat saksi melihat terdakwa di persidangan,” terangnya.
Sedangkan 9 orang saksi lainnya tidak pernah melihat terdakwa melakukan penembakan terhadap korban.
INTIMIDASI
Bahkan dua orang saksi dari JPU mengungkapkan dalam persidangan kalau ada intimidasi saat memberi kesaksian.
“Saksi LM mengaku tidak mengetahui sampai ditampar dan diancam oleh penyidik atau penyidik pembantu Polres Maluku Tengah,” kata Uktolseya.
Sementara saksi berinisial VL diminta memberikan keterangan yang tidak dia ketahui pasti.
Selanjutnya saksi mengaku dipaksa menandatangani BAP di dalam mobil milik Polisi dalam keadaan mobil gelap.
“Padahal dia sudah meminta untuk membaca dulu isi BAP sebelum menandatangani, namun penyidik tidak memberi kesempatan, dan langsung memaksa menandatangani BAP, “ katanya.
VISUM ET REPERTUM
Fakta lainnya soal kalau kesimpulan hasil Visum et Repertum No: 007/Ver-PKPMPW/IV/2025 tanggal 04 April 2025.
Kesimpulan visum tertuang bahwa ”kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam”.
“Nah, bagaimana bisa penyidik menetapkan RW sebagai tersangka, sementara hasil visum tidak bisa membuktikan itu,” katanya dengan nada tanya.
Terdakwa RW pun saat polisi menangkapnya, juga mendapat penganiayaan.
Ia mendapat pemukulan, penyiksaan seperti binatang dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.
Pada akhirnya karena sudah tidak bisa menahan penganiayaan oleh beberapa oknum anggota polisi, RW terpaksa mengaku perbuatan yang ia tidak lakukan.
Begitupun tidak ada surat penangkapan, tidak ada surat penahanan dan perpanjangan penahanan oleh terdakwa maupun istri atau keluarganya.
Pada lain sisi ia menyebut terdakwa pun mendapat ancaman dengan pidana pasal 338 dan 351 AYAT 3 KUHP oleh penyidik/ penyidik pembantu dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun.
Hanya saja RW tidak mendapat pendampingan kuasa hukum. Sampai pada tahap memberikan keterangan tambahan oleh terdakwa, baru lah penyidik menunjuk kuasa hukum bagi terdakwa.
“Kondisi ini sangat bertentangan dengan aturan hukum,” ingatnya.
Karena itu Tim Kuasa Hukum sangat berharap agar Terdakwa bisa mendapat keadilan dan bisa bebas dari tuntutan hukum.
“Karena terdakwa tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya,” pungkasnya.
Baca Juga:
Polisi Bekuk Penembak Anumerta Husni Abdullah, Korban Bentrok di Seram Utara: https://sentralpolitik.com/polisi-bekuk-penembak-anumerta-husni-abdullah-korban-bentrok-di-seram-utara/
“Ingat, lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” pungkas mengutip adagium hukum. (*)