Mendiang Wartawan “Propaganda Maluku” Marthinus Langodai yang Katholik itu, semasa hidupnya pernah memberi testimony.
Ia diberi nasehat oleh seorang Cendekiawan Protestan di Rumah Aspirasi DPD RI Perwakilan Maluku di Jalan Pattimura, Ambon. “Kalau katong rasa tambah hari tambah susah, katong harus yakin dan percaya pertolongan Tuhan semakin dekat”.
—
Menurut Langodai, nasihat itu aslinya berbahasa Belanda, sebuah peribahasa Belanda. Yang memberi petuah itu, disebut Langodai sebagai Pendeta Ipi Litaay.
Pak Ipi Litaay hari ini sudah pulang kedekapan kasih Tuhan dalam usia penghabisan 88 tahun di bumi fana.
Nyatanya, Pak Ipi itu bukan berprofesi Pendeta. Namun oleh jiwa Langodai yang oikumenis, dirinya dianggap Pendeta.
POLITISI DAN AKADEMIS
Ipi Litaay adalah sebuah cerita panjang dengan dua episode yang narasinya tiada putus.
Episode pertama adalah tentang seorang politisi dan yang kedua adalah tentang seorang akademisi.
Narasi yang menyambungkan kedua episode itu adalah ia seorang kristiani yang sarat dengan nilai oikumenisme.
Oikumenismenya itu tergambar dalam jejaknya sebagai seorang politisi legendaris Maluku yang bersentuhan dengan segala bentuk pluralitas khususnya sejak dirinya ada bersama partai “Kepala Banteng” hasil Fusi Partai 1973.
Disana, ada nama Petrus Sopacua yang aliran PNI, ada “Jagoan Maluku Utara” Silas Magani, ada Juergen Supit yang berdarah Minahasa, Hamin Tuarita dan Abdullah Soulisa.
Meretas jejak Flip Pieter Bernhard Litaay dalam Ringkasan riwayat hidup anggota DPRD Tingkat I hasil pemilihan umum tahun 1977 secara rinci menyebutnya Tahun 1954 sebagai Anggota Young Mans Christian Association (YMCA).
Tahun 1957-1960 berturut-turut sebagai Sekretaris dan Ketua GMKI (Cabang Ambon).
Tahun 1955-1976 berturut-turut sebagai Anggota, Sekretaris Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Cabang Ambon, Wakil Ketua DPD Parkindo Kota Madya (Kodya) Ambon, Wakil Ketua DPD Parkindo Maluku, Ketua I Parkindo Maluku, Anggota dewan pertimbangan (Deperda) Partai Demokrasi Indonesia Maluku.
Lelaki kelahiran Ambon, 6 Juni 1936 ini pun dituangkan dalam buku itu bahwa berijazah Sekolah Dasar tahun 1951, Berijjasah SMP tahun 1954, SMA di tahun 1957, dan meraih gelar sarjana muda hukum (D3) dari fakultas Hukum Universitas Pattimura pada 1960.
Kegemilangan karier politiknya mungkin sulit ditemui dan ditandingi era ini, sebab dirinya jadi Ketua DRRD Kota Ambon dalam usia 27 Tahun. Ia pun pernah menjadi Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku.
CENDEKIAWAN HINGGA UJUNG WAKTU
Di era reformasi, sekali pernah dan tidak lagi nampaknya terulang. Ia pernah tampil dilapangan Merdeka Ambon sebagai seorang yang memberi dukungan politik secara rill kepada kandidat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Itu terjadi sewaktu dirinya naik mendukung pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Ambon Hengki Hattu-Iskandar Walla (Hattu-Walla) pada Pilkada Kota Ambon 2006.
Selepas itu, nama Ipi Litaay seolah jauh dari hiruk pikuk politik. Ia menyepi bagai maha resi kaum brahmana yang melakukan tapa brapa di kesunyian semesta.
Sesekali namanya terdengar naik dalam dialog politik orang-orang yang tertentu seperti Zeth Sahuburua, Bito Temar, Zeth Manduapessy, Evert Kermite, Nico Sopacua dan Arnes Sopacua, Jacob Habibuw yang konsern mengikuti sejarah perkembangan politik dan kepartaian di Maluku.
Rupanya beliau menempuh jalan sunyi, jalan akademisi yang menegaskan sebuah kecendiakawanan.
Tahun 2007, sebuah karya yang bersumber dari disertasi Doktoralnya naik menjadi buku berjudul Pemikiran Leimena mengenai dwi-kewargaan di Indonesia, suatu cara pandang sosial politik dan sosial etis menurut perspektif kristiani dalam konteks masyarakat pluralis.
Buku itu banyak mendapat apresiasi positif dikalangan pegiat kajian sosiologi agama berkat penempatannya dengan cermat kepada status seorang kristiani sebagai warga kerajaan surga dan warga negara yang setia di dunia.
Selain itu, sejak masa mudanya mendiang Ipi Litaay dikenal luas sebagai orang GMKI.
Dirinya selalu dikenang sebagai salah seorang yang mendirikan gerakan bermoto “Ut Omnes Unum Sint” dari kitab amsal raja salomo itu di kota Ambon (GMKI Cabang Ambon).
Dalam dunia perguruan tinggi di Maluku, mantan anggota Badan Pertimbangan Sinode GPM ini merupakan pendiri dan Dekan pertama Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM).
Pengagum Pahlawan Nasional Dr Johannes Leimena ini meninggal dunia dengan tenang pada hari Kamis 25 Juli 2024 jam 13:57 WIB di Sidoarjo Jawa Timur.
Rencananya akan dkebumikan dii Surabaya.
Dengan kepergiannya, maka jejak terakhir politisi generasi mula-mula dari era tiga partai politik hasil fusi partai 1973 telah selesai.
Yang ada tinggal cerita keteladannya yang rendah hati dan nasionalis, religius dan tentunya oikumenis.
Selamat jalan Pak Ipi, “pertolongan Tuhan semakin dekat”. (Multatuli 87/sp.com)
Baca Juga:
Escape of Tantim ; https://sentralpolitik.com/escape-of-tantim/