AMBON, SentralPolitik.com _ Aliran uang haram dari SPPD fiktif BPKAD Kepulauan Tanimbar sedikit demi sedikit mulai terungkap di persidangan kasus itu, Kamis (12/10) di Pengadilan Negeri Ambon.
—
Dari sidang itu terungkap kalau manipulasi dana SPPD palsu itu juga mengalir ke BPK RI Perwakilan Maluku sebesar Rp. 350 juta.
Angka ini masih sedikit dibanding yang digelontorkan ke DPRD KKT yaitu sekitar Rp. 700-an juga, atau lebih banyak dari yang diduga meluncur ke kantong Bupati KKT periode 2017-2022, PF sebanyak Rp. 275 juta, sebagaimana dilansir media ini sebelumnya.
Aliran dana ke BPK RI ini tertuang dalam dakwaan JPU terhadap 4 terdakwa dari 6 terdakwa di kasus ini.
‘’Kemudian ada juga yang diberikan kepada BPK sejumlah Rp. 350 juta melalui Sekretaris dan atau Bendahara Pengeluaran BPKAD KKT,’’ ungkap JPU saat membacakan dakwaannya.
HALAMAN 22
Dakwaan itu kepada Bidang Akuntansi dan Pelaporan. ‘’Diserahkan kepada saksi Jonas Batlayeri (JB) sebesar Rp. 408 juta,’’ kata jaksa mendakwa ketimpangan aliran dana tersebut.
Selain itu dana SPPD fiktif juga mengalir ke pihak anggota DPRD KKT kurang lebih Rp. 194 juta.
Selanjutnya JPU menyebut, terkait dengan pembahasan Ranperda Pertanggung Jawaban APBD 2020, pada tingkat komisi dan paripurna.
Atas perintah saksi JB yang disampaikan terdakwa Maria Gorety Batlayeri (MGB) selaku sekretaris kepada terdakwa Latarius Erwin Layan (Kabid Akuntansi).
‘’Untuk memberikan uang total Rp. 100 juta kepada anggota DPRD,’’ katanya pada halaman 22 dakwaan tersebut.
Catatan SentralPolitik..com, dari dakwaan JPU itu, tercatat uang yang mengalir ke DPRD maupun oknum DPRD setidaknya sebanyak Rp. 694 juta.
OFFLINE
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Harris Tewa, mengingatkan jaksa kalau semua saksi wajib dihadirkan langsung dalam sidang.
Tidak lagi menggunakan virtual. JPU sendiri sudah menyiapkan sebanyaknya 80 orang saksi.
“Semua proses sidang termasuk saat pemeriksaan saksi tetap dilakukan secara offline. Tidak ada secara online,” tegas Harris kepada JPU, para terdakwa, penasehat hukum serta warga yang mengikuti proses sidang perdana tersebut.
Tewa menegaskan agenda pemeriksaan saksi tidak secara online, baik saksi dari pihak JPU maupun dari terdakwa melalui Penasehat Hukum.
“Semua saksi harus di-hadir-kan. Berapapun banyaknya saksi, siapa pun dia mau DPRD kek, mau bupati kek tetap harus hadir dalam ruang sidang,” tandas hakim yang terkenal tegas dalam memimpin sidang.
STATUS PANDEMI
Proses sidang secara offline atau tatap muka kembali diberlakukan setelah berakhirnya masa Pandemi Covid-19. Pemerintah Indonesia secara resmi mencabut status Pandemi Covid 19 pada Rabu 21 Juni 2023 dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia.
Menurutnya, jika ada saksi yang mau dilakukan pemeriksaan secara online, maka terlebih dahulu harus memasukan surat permohonan ke PN Ambon.
“Status Pandemi Covid-19 sudah dicabut pemerintah. Jadi sidang dilakukan secara offline. Jika mau pemeriksaan saksi secara online, harus masukan dulu surat permohonan ke Pengadilan,” tandas Harris.
Seperti dalam sidang perdana, ada jaksa dari JPU yang mengikuti jalannya sidang secara online, sempat ditegur hakim Harris. Jika ingin mengikuti jalannya sidang, ia meminta jaksa tersebut untuk tidak lagi secara online.
Baca Juga:
Tersangka SPPD Fiktif BPKAD Tanimbar Buka-bukaan: https://sentralpolitik.com/tersangka-sppd-fiktif-bkpad-tanimbar-buka-bukaan/
KPK Ikuti Aliran Dana SPPD Fiktif di Tanimbar : https://sentralpolitik.com/kpk-ikuti-aliran-dana-sppd-fiktif-di-tanimbar-sorot-bpk-turut-keciprat/
“Untuk pekan depan tidak bisa begini (online) lagi. Karena sudah aturan baru mengenai Covid,” tegasnya. (*)
Ikuti berita sentralpolitik.com di Google News
Respon (1)