SAUMLAKI, SentralPolitik.com – Bau tak sedap dugaan korupsi kembali menyengat dari sektor pelayanan publik.
Kali ini, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) PP Magreti, salah satu rumah sakit andalan milik Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), terseret dalam pusaran isu miring terkait pengadaan obat-obatan.
Hal tersebut terendus dari keluhan pasien dan keluarganya terhadap pemakaian infus kadaluarsa. Uang menjadi pemantik dugaan adanya indikasi tindak pidana korupsi pada farmasi rumah sakit.
Kejadian ini bermula saat pasien atas nama BS (46) yang didiagnosa menderita sakit stroke ringan dan harus dirawat karena mendadak dalam keadaan kritis.
Keluarga kemudian membawa pada Rabu, 22 Oktober 2025 dan mendapat penanganan di IGD RSUD sesuai prosedur pelayanan yang prima.
Sayangnya di RS plat Merah itu, pasien terpaksa menderita lantaran menerima cairan infus yang sudah Expired Date atau kadaluarsa.
Namun, keluarga baru sadar ketika melihat tanggal kadaluarsa yang tertera di infus set tersebut yang telah menunjukan tak layak lagi.
Padahal cairan infus tersebut sudah dalam keadaan hampir habis, terserap masuk melalui pembuluh darah ke dalam tubuh pasien.
“Pantas saja suami saya semakin gelisah sejak infus itu dipasang. Saya kaget ketika melihat tanggal kadaluarsa pada kemasan cairan itu lalu saya lapor ke dokter jaga,“ tutur istri pasien.
Sadar bahwa cairan infus tersebut tak layak lagi, dokter jaga bergegas menggantinya dengan cairan infus jenis Natrium Chloride (NACL) yang belum habis masa berlakunya.
Tindakan tersebut akhirnya menyebabkan pasien yang tadinya gelisah, berangsur-angsur tenang dan mulai membaik.
“Beruntung saya cepat tau dan melapor sehingga petugas mengganti cairan. Saya sempat protes kepada dokter bahwa bagaimana caranya mengeluarkan kembali cairan yang pertama tadi namun dokter seakan acuh dan menghindari pertanyaan saya,“ bebernya.
DOKTER UMUM
Sumber media ini menyebutkan kalau PPTK pengadaan obat-obatan di RS tersebut ternyata dijabat oleh salah satu oknum Dokter Umum, dr. NL.
Sesuai aturan pengadaan obat-obatan, PPTK yang ditunjuk idealnya berasal dari unit kerja yang menangani farmasi atau kesehatan, seperti Instalasi Farmasi atau bidang lain di bawah Dinas Kesehatan.
SIRUP ANAK
Data media ini, dr. NL beberapa kali mengelak dari kegiatan malpraktek terkait pemberian obat-obatan yang sudah kadaluarsa kepada pasien di RS itu.
Dari penelusuran media ini di RSUD Magreti, terungkap fakta bahwa belanja obat-obatan di RSUD PP Magreti tahun 2025 dengan anggaran Rp2 miliar lebih yang dibelanjakan di bulan Mey 2025.
Parahnya, dari daftar belanja obat-obatan tersebut, masa kadaluarsanya cukup dekat yakni 2-3 bulan pasca belanja di bulan Mei 2025.
Apalagi yang menjadi PPTK Farmasi adalah seorang dokter umum.
Parahnya lagi yang melakukan pembelajaran obat-obatan adalah orang bagian gudang tanpa melalui mekanisme dan prosedur semestinya.
Alhasil, banyak obat-obatan yang sudah memasuki masa kadaluarsa.
Selain cairan infus, obat sirup anak juga telah masuk masa kadaluarsa.
Harusnya sebelum membelanjakan obat-obatan ini, PPTK harus sepenuhnya mempertimbangkan masa kedaluwarsa.
DUGAAN KORUPSI
Dengan mencuatnya cairan infus yang kadaluarsa ini maka kuat indikasi korupsi dalam pengadaan tersebut.
Pasalnya ada obat yang diterima dengan masa kadaluarsa kurang dari 24 bulan dan berpotensi untuk disalahgunakan.
Modus pembelian obat-obatan dengan masa kedaluwarsa pendek ini untuk menutupi korupsi. Sebab patut diduga pengadaan berlangsung dengan memilih obat yang masa kadaluarsanya lebih singkat, sehingga harganya lebih murah.
Baca Juga:
Kaesang Sambangi Tanimbar, Dorong RSUD Ukularan segera Beroperasi: https://sentralpolitik.com/kaesang-sambangi-tanimbar-dorong-rsud-ukularan-segera-beroperasi/
“Selisih harga ini berpotensi disalahgunakan” tandas sumber media ini yang menambahkan
kuat dugaan juga adanya Mark-up harga dalam pengadaan obat-obatan. (*)







