Da Da Da “Tunggu Beta Bale” (1)

Catatan SentralPolitik

Selamat pagi…

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meninggalkan Kota Saumlaki, Rabu (12/4) pagi ini. Saat tulisan ini diposting, Tim KPK lagi melintas awan. Ikut rute penerbangan Saumlaki-Ambon. Nomer perbangan JT berapa berapa gitu… @Da da da…

Kehadiran Komisioner yang memang sudah ditunggu-tunggu ini berhasil menggelegar bumi Duan Lolat, sekaligus menggetarkan hati para koruptor disana. Tak perlu dibilang panik lah.

Apalagi sejumlah data sudah dikantongi, mulai dari rentetan pengelolaan keuangan sedari jaman penguasa Bitto Silvester Temmar sebagai Bupati KKT, rezim Petrus Fatlalon sampai sang penguasa kekinian Daniel Indey, sudah dikantongi.

Mulai dari defisit APBD yang mencapai Rp. 300 miliar, sampai proyek macet yang bernilai Rp. 200 miliar. Belum lagi Utang Pihak 3 sedari jaman BST yang dibayar kini, sekaligus membumi hanguskan APBD KKT.

MEDAN PERANG

Sepeninggal KPK, Saumlaki seperti medan usai perang. Orang-orang ngerumpi sana sini. Mulai dari kantor, pastori dan pastoran. Warung nasi sampai kantor bupati. Paling ramai di rumah kopi…  Paling gress ngerumpi tetangga sambil berdiri. Pagar sebagai pembatas, atau diteras tak terlihat betis!

Apalagi jejak kehadiran KPK masih terpampang jelas lewat mobil-mobil rusak yang sengaja diboyong datang. Mungkin sebagian ‘kaki-kaki mobil’ masih panas saling mengikis, karena diseret truk. Pengembalian karena terpaksa ini ajang pembuktian, sekaligus pembersihan diri dari korupsi.

Sudah pensiun tapi masih mengenderai mobil tanpa rasa tahu malu. Sudah turun tapi masih rakus memiliki harta. Masih ingin bergaya diatas kendaraan yang sepatutnya tidak berhak disandang. Coba kalau dihitung sehari mobil rental berapa duit yang keluar? Apakah itu bukan korupsi? Toh sudah banyak contoh penggelapan aset, kemudian meringkuk. Di predeo!

Apalagi ada pejabat yang menggunakan mobil dinas untuk memuat penumpang. ‘Oto Mancari’ Lintas Yamdena, tembus Utara pulau. Plat merah dilepas, biar tak kebaca kerakusannya.

MENDERITA

Padahal, saat ini masih ada sekian Kepala Dinas yang jalan kaki atau naik ojek ke kantor. Padahal rakyat sementara masih hidup menderita.

Masih untung sebagian Hutan Yamdena masih jadi penopang hidup susah. Laut Tanimbar masih menyimpan ikan melayang. Lola dan taripang yang mengarang dibalik batu karang, masih menyemut!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *