AMBON (SentralPolitik)_ Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku hanya menerima berkas 10 Koperasi yang bakal beroperasi di Gunung Botak Pulau Buru.
Sejauh ini dinas itu hanya menerima dokumen yang diajukan lewat Pemerintah Kabupaten Buru.
—
Dari dokumen yang masuk, dinas ini tidak tahu menahu soal 10 Koperasi yang baru sebagaimana ‘Pra Sidang’ yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Maluku.
‘’Jadi memang ada 10 Koperasi yang direkomendasikan oleh Pemerintah Kabupaten Buru dan komponen masyarakat adat disana,’’ kata Kepala Dinas ESDM Propinsi Maluku, Dr Abdul Haris, SPi, MSi menjawab SentralPolitik.com diruang kerjanya, Kamis (10/8/2023).
Meski hanya menerima 10 Koperasi yang mengajukan perijinan, dia mengaku kalau sampai saat ini pihaknya belum memutuskan. Sebab masih dalam tahap kelengkapan dokumen.
‘’Nah, itu masih kita pending. Kita menunggu sampai semua proses dokumen lingkungan selesai, baru kita proses perijinannya,’’ kata dia.
Dia mengaku, tanpa perijinan maka semua bentuk usaha pertambangan di Gunung Botak adalah illegal. Karena belum ada pengakuan dari pemerintah.
RAWAN KONFLIK
Diberitakan sebelumnya, meski 10 Koperasi sudah memproses perijinan. Pemerintah Kabupaten Buru lewat Dinas ESDM setempat, sudah membagi 10 koperasi ini dalam blok masing-masing (Peta Blok).
Belakangan, muncul lagi 10 Koperasi Baru yang mengajukan perijinan di Dinas Lingkungan Hidup (LH) Propinsi Maluku.
Padahal, sesuai aturan Koperasi hanya berhak mengelola IPR seluas 100 hektare. Dengan kata lain, 1 koperasi akan dapat mengelola 10 hektar wilayah pertambangan
Dinas LH beralasan kalau kalau 10 Koperasi yang baru itu hanya meminta dinas memeriksa dokumen mereka dan dinas menyebut sebagai ‘Pra Sidang’.
Dengan adanya 10 koperasi baru ini, sumber-sumber media ini di Kabupaten Buru mengkuatirkan akan adanya konflik internal, baik antar koperasi maupun antar warga setempat.
ILEGAL
Haris menyebut, karena belum mengantongi ijin, maka semua jenis pertambangan di Pulau Buru, masih illegal. ‘’Karena belum ada perijinan dari Pemerintah Indonesia,’’ ingatnya.
Dijelaskan, sesuai UU, Pemerintah Pusat lewat Kementrian ESDM memiliki kewenangan menerbitkan perijinan untuk mineral dan batu bara. Sementara yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi adalah pertambangan mineral (minerba) non logam.
Nah, pertambangan di Gunung Botak adalah pertambangan emas, sehingga itu menjadi kewenangan Pusat (ESDM).
Terkait proses perijinan, dia akui saat ini sudah ada Keputusan Menteri ESDM terkait dengan WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan). Dan proses selanjutnya adalah pelelangan.
IPR
Sedangkan menyangkut IPR (Ijin Pertambangan Rakyat) menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi. ‘’Nah, IPR di Buru itu ada 97 hektar dalam total WIUP yang ditetapkan oleh Kementrian ESDM,’’ ingatnya.
Dalam pengelolaan IPR dia mengharapkan dapat dikelola oleh masyarakat lokal sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama dilapangan.
Terkait dengan Koperasi itu, dia jelaskan kalau prosesnya masih dalam penyelesaian dokumen lingkungan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). KLHS ini kemarin dibuat oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru.
Setelah itu disampaikan ke pemerintah propinsi, dibahas dan diverifikasi oleh Tim di Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Maluku. Bila sudah diverifikasi dan dianggap layak, tinggal diteruskan untuk mendapat pengesahan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta.
‘’Tapi bila dianggap belum layak, berarti dikembalikan untuk disempurnakan. Nah, proses ini yang sementara berjalan,’’ katanya.
Haris akui ESDM Maluku belum bisa berproses, sebelum dokumen lingkungan dianggap clear and clean.
Jadi, kata dia, 10 koperasi yang diusulkan kemarin menjadi kewenangan Pemkab Buru. Pemerintah propinsi tidak ikut campur disitu, hanya memproses apa yang Pemkab Buru usulkan.
Baca juga:
‘’Karena yang lebih tahu lokasi, masyarakat adat adalah pemerintah kabupaten. Kita berharap masyarakat adat yang ada di daerah, semua dapat terakomodir dalam 10 koperasi dan berjalan dengan baik,’’ katanya. (*)
Respon (3)