AMBON (SentralPolitik) – Setelah melakukan penyelamatan aset negara di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan Tanimbar, giliran Pemda Maluku ‘diobok-obok’ KPK. Ini terkait upaya menyelamatkan aset daerah yang selama ini masih berada di tangan para pejabat maupun mantan pejabat.
‘’KPK dalam dua pekan terakhir melakukan pembahasan secara intensif dengan Pemprov Maluku terkait langkah-langkah penertiban aset, khususnya kendaraan dinas,’’ tandas Ketua Satgas Dit Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria kepada SentralPolitik melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (15/4).
Intensifnya pembahasan ini muncul dari hasil monitoring tahun 2022 yang menunjukkan masih maraknya penguasaan mobil dinas milik Pemprov, baik oleh mantan pejabat atau pensiunan ASN di Maluku maupum ASN aktif.
Dijelaskan, dalam pembahasan awal pada 31 Maret 2023, KPK telah meminta semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) , Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) , dan Inspektorat Maluku untuk menyampaikan kepada semua pihak yang tidak berhak, segera mengembalikan aset yang dikuasai.
OPD juga telah mengirimkan surat secara resmi dan hal ini sejalan dengan Surat Edaran Gubernur Maluku tanggal 28 Oktober 22 tentang Penertiban Kendaraan Dinas Milik Pemprov Maluku.
Menindaklanjut kesepakatan rapat tanggal 31 Maret 2023 , KPK mengirimkan surat ke Pemprov Maluku pada 4 April 2023 untuk percepatan penertiban Barang Milik Daerah milik Pemprov Maluku.
Untuk memantau upaya Pemda, KPK kemudian menggelar rapat monitoring dan evaluasi pada 14 April 2023 di kantor gubernur. Hadir dalam pertemuan tersebut, inspektur, BPKAD serta perwakilan seluruh OPD dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon.
MASIH SEDIKIT
Dalam laporannya, setiap OPD mengaku telah melakukan pendekatan formal maupun informal agar adanya pengembalian aset. ‘’Hasilnya, tercatat setidaknya 7 kendaraan dinas roda 4 yang telah dikembalikan. Namun jumlah ini masih sangat sedikit jika dibanding kendaraan dinas yang belum dikembalikan,’’ ingatnya.
KPK menunjuk, pada Dinas PU dan Penataan Ruang Provinsi, misalnya, dari 7 kendaraan dinas yang tercatat dikuasai oleh mantan pejabat atau pejabat yang sudah mutasi, hanya 1 yang sudah dibawa pulang.
Para mantan pejabat tersebut yakni Ismail Usemahu, M. Saptuhu, Meggy Samson, Meiskel Saiya, P.N Matitaputty, Sandra Tuapatinaja, dan Franky Leiwakabessy.
Seri kendaraan yang dikuasai sangat beragam mulai dari Toyota Avanza hingga Mitsubishi Pajero dengan tahun perolehan umumnya diatas 2014.
Data BPBD Maluku setidaknya ada dua kendaraan dinas roda empat yang dikuasai oleh mantan pejabat. Keduanya yakni F Salampessy pensiunan kalaks BPBD yang menguasai Daihatsu Xenia, sedangkan Syarif Hidayat mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Maluku yang sudah mutasi namun masih belum mengembalikan kendaraan Toyota Venturer.
Begitu juga tercatat pejabat/mantan pejabat Pemrov Maluku yang masih menguasai aset kendaraan dinas antara lain M. Shaleh Thio mantan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan, Miranda Padang menguasai kendaraan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Umar Polhaupessy mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Dinas Pertanian Provinsi Maluku telah mengirimkan surat resmi kepada Diana Padang dan Djasmin Badjak agar segera mengembalikan kendaraan dinas paling lambat 12 April 2023. Kedua mantan pejabat Dinas Pertanian tersebut, telah mengembalikan kendaraan dinas yang dimaksud.
‘’Namun dalam pantauan KPK, pengembalian kendaraan dinas dilakukan setelah OPD melakukan komunikasi intensif, itupun melewati batas waktu yang disampaikan dalam surat resmi,’’ tandasnya.
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/kpk-tebar-ancaman-aset-tak-dikembalikan-bisa-dipidana/
LENGKAP
Atas inisiatif ini, KPK melihat sudah ada itikad baik dari OPD untuk berbenah dan kesadaran dari mantan pejabat atau pensiunan untuk mengembalikan barang milik Pemda.
“Namun kami berharap, pada saat pengembalian kendaraan tersebut juga disertai dengan dokumen kepemilikan yang melekat pada kendaraan. Jangan kendaraannya saja tapi kuncinya dibawa pulang agar bisa diambil lagi kalau KPK sudah balik ke Jakarta,” seloroh Dian.
DAMPAK BERANTAI
Persoalan penguasaan aset oleh pihak yang tidak semestinya, memberikan dampak langsung pada tersedianya sarana dan prasaranacpendukung kerja OPD. Karena dikuasai oleh mantan kepala OPD, kendaraan yang mestinya dimanfaatkan untuk kepentingan operasional OPD atau oleh pejabat baru jadi tidak tersedia.
Ketiadaan kendaraan operasional ini menjadi alasan ketika OPD mengajukan anggaran pengadaan kendaraan dinas yang baru. Akibatnya porsi anggaran yang semestinya dimanfaatkan untuk kepentingan program yang bersinggungan langsung dengan kepentingan publik, menjadi tergerus.
Hal ini berarti cita-cita untuk menjadikan belanja pemerintah sebagai stimulus bagi pembangunan ekonomi masyarakat, menjadi tidak tercapai.
AKAR PERSOALAN
Dalam pandangan KPK, carut marutnya persoalan pengelolaan kendaraan dinas di Maluku bermula dari faktor tata kelola aset dan integritas pejabat pengguna aset. Betapa tidak, selama ini seorang pejabat ketika dimutasikan ke dinas atau unit yang lain, kendaraan yang ada dalam penguasaannya juga dibawa serta tanpa adanya pencatatan administratif yang baik. Pemda tidak memiliki database yang akurat untuk memonitor penguasaan aset.
OPD tidak memberikan informasi dan data yang real time kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebagai kuasa pengelola aset Pemda. Alhasil kendaraan dinas sulit dideteksi siapa penggunanya.
Kesalahan tata kelola ini, juga diperparah dengan rendahnya integritas aparat pengguna aset. Data Pemprov menunjukkan sejumlah pensiunan pejabat dan ASN aktif masih enggan mengembalikan kendaraan dan berdalih kalau kendaraan dalam keadaan rusak berat, hilang, tidak layak pakai, minta diputihkan dan sebagainya.
”Bahkan ada yang secara nyata meminta agar kendaraan tersebut dihibahkan Pemda kepada yang bersangkutan karena jasa-jasanya sebagai mantan pejabat,” tunjuknya lagi.
Dari laporan masyarakat, KPK juga mendeteksi adanya penggunaan kendaraan untuk semata-mata kepentingan keluarga sang pejabat atau mantan pejabat. Masyarakat menyampaikan ada sepasang pejabat yang menguasai kendaraan hingga lebih dari 2 unit.
‘’Kendaraan tersebut kerap kali berganti nomor plat sebagai kendaraan pribadi untuk dipakai sehari-hari oleh anak sang pejabat. Pengaduan yang demikian tidak sedikit yang masuk ke KPK,’’ tunjuk Dian. (*)