HARMONY SUDUT KOTA DAN KEGEMBIRAAN HARI PATTIMURA (Sebuah Refleksi di Hari Pattimura)

*Opini: Thomas Pentury (Pemerhati masalah Sosial Kemasyarakatan)

“Kurubela Budak Tegis dan Engeles! Tarima ini, Ale malawang pa Pani-pani..eee !! bentak seorang pria tinggi besar. Semua tampak hitam di mata Bori, karena gelapnya malam. Ale musti mati ! Seing ada cengkei galap lai, Kompani rugi tarus deng ale pung cengkei, mereka menikam perut Kurubela dengan pedang, Kurubela menikam lawannya dengan tombak, darah memancar dari keduanya, Bori mencium bau amis yang tidak pernah dikenalnya, ia terpaku seperti patung batu. Tidak bergerak ! Tidak berteriak ! Tidak menghindar ! dan Tidak mengerti !.

Ini adalah sebaris paragraf dari novel Pemusnahan Pohon Cengkieh yang ditulis oleh Hana Rambe dengan judul Aimuna dan Sobori. Dalam novel ini ada sepenggal catatan penulis tentang cengkih pada abad ke-15 yang tidak diketahui asalnya, baru pada abad ke-16 ditemukan dan wilayah kepulauan Maluku.

Tentu saja Novel dengan judul Aimuna dan Sobori adalah kisah tragis tentang pemusnahan pohon-pohon cengkih yang sesungguhnya menggambarkan bagaimana nilai cengkih pada waktu itu begitu tinggi sehingga harus dikuasai sistem tata niaganya.

Adalah VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) sebuah perusahaan dagang yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1602 dan menjadi salah satu perusahaan dagang terbesar dan paling berpengaruh di dunia pada masa itu. Apa lacur sehingga harus ada pemusnahan pohon-pohon cengkih? ternyata sederhana, sistem tata niaga cengkih pada masa itu harus dikuasai oleh VOC, jika tidak, akan berdampak pada kehidupan masyarakat yang memiliki kebun-kebun cengkih.

Hanna Rambe menulis novel ini tatkala beliau berkunjung ke pulau Seram, dengan gaya bahasa yang lugas novelis ini berusaha meyakinkan pembaca memahami alur pikir-nya melalui novel ini.

Hanna Rambe adalah sorang novelis misteri yang menyelidiki sejarah dan mengaitkannya dengan persoalan takdir, bahkan karya-karya dijiwai dengan rasa ironi yang kuat (Korrie Layun Rampan-2011).

Demikian juga 1 Penulis Adalah Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan. pandangan filsuf Perancis Roland Barthes, yang cenderung melihat bahwa pembaca dapat menciptakan makna dan menafsirkan teks, serta dapat juga menganalisis mekanisme kekuasaan pada saat kejadian.

Terlepas dari paragraf awal yang termuat dalam novel itu, pertanyaan-nya kemudian adalah apa hubungan novel ini dengan realitas saat ini? Apakah karena itu (pemusnahan pohon-pohon cengkih) lalu kita terus ada dalam masa sulit? Saya kira tidak, realitas menunjukkan dan banyak data bertebaran yang meliterasikan tentang kesulitan yang kita hadapi saat ini, tentu tidak hanya dalam bidang ekonomi dan politik, tetapi hampir pada semua aspek kehidupan.

Sekali lagi kita tidak ingin mencari tau apa hubungannya, ternyata memang tidak mudah untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang relasi itu. Dalam kewajaran dan kesadaran itu tentunya kita harus ber-kontemplasi, apa yang seemestinya dilakukan oleh kita semua khususnya generasi muda Maluku untuk memahami realitas yang ada.

Dalam keheningan kontemplasi dan ditengah suasana memperingati Hari Pahlawan Nasional Pattimura (15 Mei Tahun 2023), mungkin saja kita bisa menemukan dimana relasinya. Beberapa hari lalu saya dikirimi sebuah flayer oleh seorang teman, isinya bahwa nanti malam tanggal 15 Mei 2023 akan ada Panggung Seni City Of Music dengan tema Harmoni Sudut Kota.

Saya memastikan bahwa generasi muda yang akan ada di depan dan mereka-mereka lah yang memiliki talenta dalam bidang musik. Dalam pandangan yang umum, kita semua orang Maluku dianggap memiliki nilai lebih dalam bidang seni khususnya musik, itu anggapan umum dan tentu saja membutuhkan verifikasi terkait pandangan ini.

Soal kemudian adalah apakah anggapan umum ini mempengaruhi kehidupan kemasyakatan kita ?. Menurut Friedrich Nietzsche filsuf yang memiliki pandangan luar biasa tentang musik, dalam bukunya yang berjudul “The Birth of Tragedy” (Kelahiran Tragedi).

Ia meyakini bahwa musik adalah bentuk ekspresi yang paling murni dan mempunyai kekuatan untuk mengungkapkan kehendak kekuasaan yang paling dalam dari manusia. Nietzsche cenderung mengaitkan musik dengan konsep Dionysian, yaitu kegembiraan, irasionalitas, dan kebebasan yang melebihi batasan rasionalitas.

Dalam pandangan Nietzsche unsur Dionysian dalam musik seringkali melibatkan kekuatan emosional yang kuat, ketidak-rasionalan, ekspresi kegembiraan yang liar, dan perasaan yang menghancurkan batasan rasionalitas.

Saya kemudian menjadi khawatir jangan-jangan kita semua khususnya generasi muda akan mengambil pola pengalaman unsur Dionysian yang dapat saja menjadikan musik sebagai perangsang naluri dan emosi yang paling dalam dalam diri kita dan kemudian kita terhubung dengan aspek yang cenderung primal serta intuitif.

Padahal sesungguhnya menurut Nietzsche ada unsur lain yang mungkin saja kontardiktif dengan Dionysian yaitu unsur Apollonian. Unsur ini merujuk pada keindahan, kesederhanaan, dan harmoni yang terstruktur secara rasional. Menurut Nietzsche seni (seni musik) yang paling kuat adalah seni yang menggabungkan kedua unsur ini secara seimbang, menciptakan sintesis antara emosi dan keindahan rasionalitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar