SAUMLAKI, SentralPolitik.com _ Ini kabar buruk kasus korupsi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Mantan Bupati PF yang sudah menjadi tersangka SPPD fiktif, bakal dijerat dengan dugaan TPPU.
Selain PF dua nama dilaporkan bakal terseret dalam korupsi sekitar SPPD fiktif dan gratifikasi, yakni mantan anggota DPRD KKT berinisial RJ dan mantan Sekda PR.
Sumber-sumber media ini menyebutkan kalau selain tersangka SPPD fiktif, penyidik akan menjerat PF dengan dugaan suap dan gratifikasi serta Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).
Sumber yang merahasiakan identitasnya ini menyebut kalau untuk menjerat PF, penyidik Kejari KKT telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi secara maraton.
‘’Penyidik telah menemukan fakta-fakta hukum baru, selain kasus SPPD fiktif di Setda KKT,’’ katanya.
“Jadi PF bakal kembali dijerat sebagai tersangka pada kasus suap, gratifikasi dan TPPU. Intinya penyidik akan menjeratnya dengan suap dan TPPU,” sambungnya.
Dari sejumlah keterangan media ini, penyidik telah menemukan temuan awal nilai suap, gratifikasi dan TPPU dengan jumlah milyaran rupiah.
Dugaan korupsi ini antara lain dalam bentuk aset tanah dan bangunan.
“Nah dari temuan awal itulah, penyidik melakukan penyidikan, alat bukti dan pemeriksaan saksi-saksi. Para saksi sudah menjalani pemeriksaan,” tandasnya.
Katanya, sejak kasus SPPD Bagian Umum, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) hingga Setda telah terungkap indikasi gratifikasi dan TPPU.
Mulai pemotongan anggaran pada dinas/ badan/ bagian dalam di lingkup birokrasi, penerimaan fee proyek hingga aliran dana ke lembaga DPRD.
“Ada fakta mengejutkan tentang dugaan aliran maupun transaksi mencurigakan orang dekat PF baik di birokrasi, DPRD, keluarga dan pihak lain,” ucapnya.
SERET NAMA RJ
Sumber lainnya menyebutkan kalau nama RJ juga ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi di daerah yang berbatasan dengan Negara Australia itu.
Selain penyidik sudah mengantongi namanya, sumber sebutkan kalau PF tidak akan tinggal diam dalam keterlibatan RJ selaku anggota dewan KKT kala itu.
SIDANG SPPD FIKTIF
Sebagai informasi, saat sidang korupsi BPKAD dan Setda KKT berlangsung di Pengadilan Tipikor Ambon, PF sudah menyebut sejumlah nama.
Nama itu berada di birokrat maupun pimpinan dan anggota DPRD saat ia memimpin daerah itu. Mereka berada dalam pusaran rantai korupsi suap gratifikasi dan TPPU.
Saat PF bersaksi di kasus SPPD fiktif BPKAD, dengan lantang dan tegas PF membeberkan pimpinan dan anggota DPRD yang menikmati suap dan gratifikasi ini.
“Saya prediksi tidak ada makan siang yang gratis,” ucap PF didalam persidangan masa itu.
Bahkan PF mengaku setiap saat sebelum pembahasan Rancangan APBD, dari pimpinan hingga ketua komisi maupun anggota selalu datang menemui dirinya.
“Tiap ada masalah, DPRD ini datang dan berkata ‘kaka ini mesti cari solusi’,” ucap PF ketika itu.
Para anggota DPRD saat pembahasan LPJ melalui Wakil Ketua II DPRD, RJ meminta uang sebesar Rp50 juta untuk masing-masing anggota.
Era itu, akui PF, para wakil rakyat menyebabkan deadlock karena masalah deposito oleh Pemda di empat (4) bank dan adanya kepentingan terkait pembayaran UP3.
NAMA PR
Dalam pengungkapan kasus ini, nama PR ikut mencuat. PR adalah mantan Sekda KKT sebelum Ruben Mariokossu menggantinya.
Sumber media ini kembali menyebutkan kalau penetapan PF sebagai tersangka, kian membuka jalan terang soal peran dan keterlibatan PR.
Sesuai laporan selama menjabat PR juga terindikasi dalam kasus suap, gratifikasi dan TPPU.
“Saksi-saksi terus mendengungkan nama PR. Jadi ada mata rantai yang mengikatnya,” tandas sumber.
Ia menyebutkan kalau setelah jaksa membekuk PF di penjara setelah Lebaran 2025, kasus ini akan makin terang dengan keterlibatan pihak lain.
‘’Ikuti saja setelah lebaran,’’ katanya.
Sayangnya sampai saat ini media ini belum dapat menghubungi pihak kejaksaan Negeri Tanimbar.
Baca Juga;
Enam Anggota DPRD KKT dan BPK RI Maluku Disebut Terima Uang SPPD Fiktif BPKAD; https://sentralpolitik.com/enam-anggota-dprd-kkt-dan-bpk-ri-maluku-disebut-terima-uang-sppd-fiktif-bpkad/
‘’Oh ini masih libur, setelah Idul Fitri baru pak Kejari dan para pegawai berkantor lagi,’’ kata security di lembaga itu. (*)