AMBON (SentralPolitik)_ Kepala Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Maluku Drs Roy Corneles Siauta dilaporkan tengah membuat blunder ditengah upaya pemerintah pusat dan daerah untuk menertibkan kawasan Tambang Emas Ilegal di kawasan Gunung Botak, Pulau Buru, Propinsi Maluku.
Langkah menyimpang ini dikuatirkan bakal membuka peluang adanya konflik horizontal antar anggota koperasi di Gunung Botak.
—
Langkah blunder Siauta ini dilakukan dengan mengakomodir 10 koperasi baru untuk terlibat dalam Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) di Gunung Botak.
Padahal, sebelumnya sudah ada 10 koperasi yang tengah menunggu proses IPR. 10 Koperasi lama itu sudah mendapat ijin dari Raja petuanan di Gunung Botak sampai ke Dinas ESDM Kabupaten Buru dan lagi menunggu IPR. Mereka sudah dibagi dalam blok-blok sebagaimana diatur Pemerintah Kabupaten Buru dan Dinas ESDM Propinsi Maluku.
Ke-10 koperasi itu masing-masing Koperasi Soar (Pito Blok 1), Koperasi Fenan (Blok 2), Yako Umailupu (Blok 3), Halae Lalen (blok 4), Hapulalet (Blok 5), Anahoni (Blok 6), Koperasi Lestasri (Blok 7), Bara Sislate (Blok 8), Koperasi Bupolo (Blok 9) dan Koperasi Waermun pada Blok 10.
Sesuai aturan 10 Koperasi itu akan mengelola 100 hektar dari 10 persen wilayah Isin Usaha Pertambangan (IUP) yakni seluas 1.000 hektare.
IJIN TERSENDAT
Sejauh ini, 10 Koperasi yang lama belum bisa beroperasi karena terkendala beberapa dokumen yang masih dalam tahap pengurusan. Dokumen itu masing-masing KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dari Propinsi Maluku.
Selain itu, masih pula menunggu pengesahan RTRW, berikutnya Dokumen Teknis Pertambangan RKT. Terbitan dokumen-dokumen itu masih tersendat karena pengurusannya harus melalui SOP sebagaimana diatur dalam UU 32 tahun 2009 khususnya pasal 14.
BLUNDER
Meski 10 koperasi itu masih menunggu keluarnya IPR, tapi tiba-tiba Kadis Lingkungan Hidup Propinsi Maluku, Roy Cornelis Siauta menggelar Pra Sidang UKL UPL untuk 10 Koperasi yang baru pada 13 Juli 2023 pekan kemarin di Kantor DLH.
Pra sidang ini untuk memeriksa dokumen UKL UPL milik koperasi Produsen milik PDM, NIS, MKM dan FKH dan lainnya.
Padahal, sumber media ini menyebutkan kalau tidak ada mekanisme Pra Sidang UKL UPL dalam UU Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup (PPLH).
‘’Nah, bagaimana mungkin 10 koperasi yang lama belum mengantongi ijin, tapi sudah ada pra sidang UKL UPL. Sedangkan dari luasan Ijin Pertambangan Rakyat, hanya 100 hektar yang dialokasikan untuk 10 koperasi. Lalu koperasi yang baru, yang terakomodir, kami kuatir akan terjadi konflik horizontal dan berbuntut pertumpahan darah di Buru,’’ tandas sumber media ini.
Dia menyebutkan kalau upaya Siauta ini merupakan upaya lain yang hanya mengejar kepentingan pribadi. Karena itu mereka mendesak agar Gubernur Maluku menghentikan semua upaya Siauta dan mencopotnya dari jabatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku.
‘’Gunung botak itu setiap hari semakin mencemaskan, bila langkah-langkah Siauta tidak diantisipasi segera, kami kuatir akan terjadi dampak yang lebih buruk lagi di kawasan Gunung Botak,’’ tandasnya.
SESUAI TUPOKSI
Sementara itu, Kadis Lingkungan Hidup Maluku (DLH) Drs Roy Corneles Siauta yang dihubungi Kamis (27/7) kemarin membantahnya. Dia meluruskan informasi yang disampaikan sekaligus menjelaskan Tupoksi DLH.
‘’Saya hanya menjelaskan Tupoksi kita, diluar itu saya tidak ingin menjelaskan. Bicara terkait Koperasi Tambang Rakyat (KTR) kita bicara terkait dokumen. Kalau bicara terkait dengan siapa yang diusulkan, siapa yang mendapat ataupun nanti mendapat, itu bukan kita,’’ kata dia.
Dia mengakui beberapa hari lalu memang ada 10 Koperasi yang mengajukan dokumen lingkungan ke DLH. Ketika koperasi mengajukan dokumen lingkungan, dan sudah sesuai tupoksi jadi DLH memeriksa.
Ditanya apakah itu dokumen koperasi yang lama atau yang baru dia enggan menyebutnya. ‘’Saya tidak tau, lama atau baru, jangan tanya saya. Kuncinya, pembicaraan hanya terkait dokumen. Jadi yang lama dan baru saya tidak tahu!” tegas Siauta.
HANYA PERIKSA
Dia mengingatkan, sesuai tupoksi pihaknya hanya memeriksa. ‘’Ketika memeriksa secara administrasi, itu belum punya legalitas, artinya mereka belum mendapat ijin ditetapkan untuk memiliki lokasi. Mereka belum ada legalitas penetapan lokasi,” kata dia.
Disebutkan, karena belum memiliki ijin untuk mengelola tambang, pihaknya menghentikan dan tidak dilanjutkan. ‘’Nah, karena administrasinya belum memenuhi syarat, mereka meminta kita untuk memeriksa dokumen teknisnya. Dokumen itu kami sebut ‘Pra Sidang’ Pemeriksaan Dokumen. Sebenarnya dokumen yang kami periksa biasa-biasa saja, karena memang kita wajib memeriksa, sesuai tugas kita memberikan pelayanan,’’ tandas dia.
Disisi lain Siauta mengakui kalau dokumen teknis cukup rumit. ‘’Jadi kita tidak bisa memeriksa untuk final, karena legalitasnya tidak ada. Itu tidak Sah kalau langsung masuk ke pemeriksaan dokumen. Artinya kita bisa pemeriksaan dokumen bukan final, kalau memeriksa langsung dalam rapat Sidang itu sudah langsung memutuskan dia layak atau tidak layaknya,’’ kata dia meluruskan.
10 KOPERASI
Dijelaskan, satu salah satu poin dalam berita acara itu menyebut ‘pemeriksaan dokumen dapat dilanjutkan setelah penetapan lokasi oleh Dinas ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Maluku. ‘’Jadi kalau penetapan mereka tidak ada, kita tidak lanjutkan, karena mereka belum memiliki persyaratan administrasi. Nah, kalau dari sisi itu salahnya dimana?” katanya balik bertanya.
Menjawab pertanyaan awak media soal berapa banyak koperasi yang mengajukan untuk pemeriksaan kelengkapan dokumen? Dia sebutkan hanya 10. Namun pihaknya memberi catatan harus memenuhi semua kelengkapan dokumen sebagaimana yang dipersyaratkan.
“Jadi siapapun tidak akan melanjutkan kalau dia belum memiliki persyaratan dan atau kelengkapan administrasi yang legal,’’ ingatnya.
KLHS TAK BERLAKU
Disinggung tentang Pra Sidang sebelum adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dia sebutkan kalau KLHS sudah tidak berlaku lagi, sebab sudah ada surat terbaru dari Kementetian ESDM kalau KLHS tidak dipakai lagi, tapi wajib menyusun dokumen UPLKL.
‘’Awalnya memang harus ada KLHS tetapi ketika ada surat dari ESDM, harus menggunakan UPKL, karena ini untuk Koperasi,’’ tandasnya.
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/kejari-buru-bidik-dana-bpjs-ada-rp-265-miliar-mengendap-di-rek-pemda/
Dia juga meminta agar semua pihak bersabar sambil menunggu putusan dari pusat dan Dinas ESDM Maluku. (*)
Respon (2)