Sosok Kita

Nelayan Yainuelo, Bertahan di Laut Banda demi Kelezatan Resto Eropa

×

Nelayan Yainuelo, Bertahan di Laut Banda demi Kelezatan Resto Eropa

Sebarkan artikel ini

Penulis : Syaipudin Sapsuha

Hasil Tangkapan Nelayan Yainuelo
Hasil tangkapan Nelayan Negeri Administratif Yainuelo, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. f: Syaipudin Sapsuha-

Angin pagi di bulan Oktober menyapu lembut pesisir Negeri Administratif Yainuelo, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.

Musim hujan pergi, musim kemarau baru saja tiba. Cuaca sejuk, ombak tenang,  jaring bobo, ketinting, dan longboat tertambat rapi setelah berjibaku di Laut Banda.

banner 120x600

AINA Seknun (35), seorang ibu rumah tangga duduk di tepi pantai menunggu suaminya pulang. Abdul, suaminya adalah seorang masnait tetap jaring bobo milik La Irwan.

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari mengumbar sinarnya, Aina dan beberapa perempuan sudah bergegas ke pantai.

Saban pagi, mereka berkerumun memenuhi pasir menunggu nelayan pulang melaut.

Aina dan kawan-kawan bukan jibu-jibu (pengumpul dan penjual ikan), tetapi bertugas membersihkan ikan pasca tangkap. Mereka tergabung dalam komunitas yang dinamai Emak-emak Pencari Cuan (ECD).

Mereka berperan pasca tangkap yaitu membersihkan ikan, kemudian dimasukan dalam box fiber dan diberi es. Selanjutnya membawanya ke pasar Kota Masohi dan Kota Ambon.

Upah yang diperoleh setiap pagi bervariasi tergantung jumlah hasil tangkapan. Penghasilan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak.

“Upah setiap pagi berkisar Rp100-150 ribu tergantung hasil tangkapan, ” kata Aina.

Pantai ini tidak sekadar menyajikan keindahan hamparan pasir dan rimbunnya pohon Bintangor. Tetapi di sini lah denyut kehidupan nelayan dimulai.

Negeri Administratif Yainuelo terpaut kurang lebih 20 kilometer dari Kota Masohi, Ibukota Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Akses ke negeri ini memakan waktu 30 menit menggunakan mobil atau sepeda motor. Melewati desa-desa yang berjejer sepanjang garis pantai.

KAMPUNG NELAYAN

Negeri Yainuelo ditetapkan sebagai salah satu Kampung Nelayan di Kabupaten Maluku Tengah melalui SK Bupati 523.6/664 Tahun 2023 Tentang Penetapan Calon Kampung Nelayan Maju dan Kampung Perikanan Budidaya.

Dinas Perikanan Kabupaten Kabupaten Maluku Tengah mengusulkan enam Kampung Nelayan yakni Kampung Perigi, Kampung Waimital, Kampung Labuan, Kampung Noloth, Kampung Negeri Lima dan Kampung Yainuelo.

“Lokasi lain terkenda lahan, hanya Negeri Yainuelo yang memenuhi syarat, ” jelas Kepala Bidang Pemberdayaan Nelayan, Marthen S.T Haulussy saat wartawan media ini menemuinya, Senin (13/10/2025).

Kabar calon kampung nelayan masih samar-samar terdengar. Pemerintah dan warga belum tahu pasti bentuk dan dampak dari Kampung Nelayan.

Meski begitu, mereka tetap antusias. Tak nyana, La Irwan rela menghibahkan tanah pribadinya seluas 1 hektar atau 1.1.027 meter persegi demi pembangunan fasilitas produksi.

“Itu memang harapan semua warga dan nelayan disini,” harap Irwan yang juga pengusaha ikan.

Terpisah, Penjabat Kepala Desa Administratif Yainuelo, Abubakar Kunio mengatakan 80 persen warganya bergantung hidup sebagai nelayan.

“Dari total 733 kepala keluarga atau 2.956 jiwa, 80 persennya nelayan Ikan Tuna, Cakalang, Momar, dan Ikan Kawalinya,” kata Kunio.

Ia mengaku nelayan masih kesulitan sarana prasarana produksi seperti coldstroge, dermaga, dan ruang penyimpanan dingin.

“Termasuk docking, bahan bakar minyak serta pasar,” akuinya.

Minimnya fasilitas memantik pemerintah negeri ogah menarik retribusi dari para nelayan.

Adapun sumbangan hanya berupa ikan untuk pembangunan masjid atau kegiatan sosial lainnya.

“Karena nelayan yang berusaha sendiri, makanya kami tidak menarik retribusi atau apapun,” tandas Kunio.

Pria 65 tahun ini berharap Pemda Maluku Tengah, Kementerian Kelautan dan Perikanan segera merealisasikan Yainuelo sebagai Kampung Nelayan.

“Ya, kalau ada intervensi Pemda dan KKP pasti nelayan saya naik level dari nelayan tradisional naik level jadi nelayan modern, maju dan sejahtera,”  harapnya.

POTENSI DAN KENDALA

Kabupaten Maluku Tengah terhubung dua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni WPP 714 mencakup laut Banda dan WPP 715 Laut Seram.

Dua WPP ini adalah primadona Indonesia. Kaya sumber daya ikan, baik ikan demersal, ikan komersil maupun ikan pelagis besar dan kecil.

Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tengah, jumlah tangkapan pada perairan 714 sebesar 133. 975 ton per tahun. Sedangkan WPP 715 Laut Seram sebesar 715.293 ton per tahun.

Sementara total dan nilai produksi mencapai 130, 538,4 ton per tahun dengan nilai ekonomi sekitar Rp.398,2 miliar.

Demikian pula presentase volume dan nilai ekspor menurut negara yaitu Jepang sebesar 812, 52 Kg, Cina sebanyak 3.115, 70 Kg atau total mencapai 3,928, 22 Kg.

Menurut Haulussy, dua WPP tersebut menjadi lokasi fishing ground nelayan Maluku Tengah. Nelayan pancing tonda dan purse seine Yainuelo, misalnya, mampu menghasilkan hingga 4-5 ton per hari.

“Yang terendah jika musim ombak 1-2 ton per hari jenis ikan tuna, cakalang, momar, kawalinya,” paparnya.

Haulussy mengatakan nelayan Yainuelo memiliki 11 armada jaring bobo dan 96 perahu pancing tonda.

Penghasilan bersih nelayan jaring bobo dan pancing tonda mencapai Rp 1,5 juta per bulan.

La Irwan sendiri mengaku memiliki tiga unit purse seine. Jika cuaca ombak dan cuaca ekstrem hasil tangkapan mencapai 1 hingga 2 ton per hari.

Produksi meningkat biasanya terjadi pada Oktober hingga November mencapai 10 ton per hari. Trend kenaikan ini bisa berlanjut hingga Maret.

“Jenis ikan tuna, cakalang, kawalinya dan momar, ” aku Irwan.

HARAPAN

Irwan mengatakan perairan yang digarap meliputi perairan Banda dan perairan Seram. Mereka mulai beroperasi pukul 02.00 WIT dini hari, dengan jangkauan hingga 30 mil.

Sa’ban, salah satu masnait atau ABK jaring bobo Runggal Indah 01 mengaku perhitungan bagi hasil bersih yang diperoleh dalam setahun mencapai Rp 10 juta.

“Upah bersih dalam setahun Rp 4-5 juta, ” bebernya.

Sayangnya, potensi dan semangat nelayan belum didukung fasilitas dan sarana prasarana.

Seperti tempat pendaratan ikan, dermaga, coldstroge, pabrik es, ketersediaan listrik, pasar, tempat penyimpanan ikan lebih lama, serta tingginya harga bahan bakar minyak.

Karena itu, berbagai jenis ikan hasil tangkapan langsung dibawa ke pasar Kota Masohi, Kota Ambon atau ekspor.

Untuk jenis ikan momar, kawalinya dibawah 2 ton untuk memenuhi pasar Kota Masohi dan Ambon.

“Sementara jenis cakalang, tuna yang diolah jadi loin dikirim ke cold storage Ambon,” jelas Irwan.

Prosentase tersebut cukup menggambarkan potensi kelautan Maluku Tengah. Namun, angka itu belum mampu membawa daerah bertajuk Pamahahunusa ini keluar dari zona miskin ekstrem.

Menurut Irwan kondisi nelayan tradisional perlu intervensi permodalan, akses pemasaran dan sarana prasarana pendukung.

Baca Juga:

Sahubawa Salurkan Sarpras Perikanan pada 200 Nelayan Kecil: https://sentralpolitik.com/sahubawa-salurkan-sarpras-perikanan-pada-200-nelayan-kecil/

“Harapan kami dengan kampung nelayan ini akses kami terbuka seluas-luasnya  produksi kami bisa meningkat, terutama kesejahteraan nelayan, ” tutupnya. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di Channel Telegram