Pengelolaan Keuangan di Tanimbar Amburadul, Berawal Dari Kesalahan Pemda

Ini Detail Penjelasan KPK Soal Pengelolaan Keuangan

SAUMLAKI (SentralPolitik) – KPK melakukan koordinasi secara maraton dengan unsur pemerintahan daerah di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) pada 10 sampai dengan 11 April 2023.

Kehadiran KPK di Kabupaten ini, merupakan rangkaian kegiatan pencegahan korupsi pada 12 pemda se Maluku.

KKT menjadi salah satu prioritas koordinasi pencegahan korupsi karena berdasarkan hasil evaluasi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah pada 8 area strategis (Monitoring Centre for Prevention-MCP) tahun 2022, daerah ini menempati peringkat terbawah dari semua pemda yang ada di Maluku.

Capaian nilai MCP KKT hanya sekitar 42%, jauh dibawah Kota Tual yang sudah mencapai 95%.

Dalam pertemuan yang digelar pada Senin 10 April 2023 di Kantor Bupati, terungkap bahwa permasalahan mendasar tata kelola pemerintahan daerah di daerah tersebut bersumber dari kesalahan pemda dalam mengelola keuangan daerah.

DEFISIT Rp.300 M

Pertemuan yang dihadiri oleh Pj Bupati KKT Daniel E. Indey, Sekda KKT, Pimpinan dan Anggota DPRD KKT, serta pimpinan OPD se KKT membahas isu krusial berupa defisit APBD yang saat ini mencapai lebih dari Rp 300 Miliar.

Nilai yang sangat besar dan melampaui ketentuan peraturan perundang-undangan karena defisit tersebut sebesar 40% APBD yang semestinya maksimal 2,5%.

Konsekuensi dari deifisit anggaran, Pemda KKT harus menanggung utang pihak ketiga yang tidak sedikit. Dari LHP BPK Tahun 2021, terungkap bahwa Pemda KKT memiliki utang sebesar Rp 204,3 Miliar kepada pihak ketiga.

Utang tersebut hadir dalam berbagai bentuk antara lain berupa beban pegawai, beban barang dan jasa, putusan pengadilan, paket pekerjaan, tanaman, tanah, aset yang dihibahkan, dan dana hibah kepada Kabupaten Maluku Barat Daya.

Atas utang beban dan utang jangka pendek lainnya, pada 2021 keuangan daerah pemda KKT tidak mampu mencukupi beban anggaran tahun berjalan sekalipun terdapat perubahan APBD sebesar Rp 82,5 Miliar.

BEBAN BERAT

Di tahun 2022 hingga 2025, kemungkinan besar utang tersebut akan masih menjadi beban berat buat Pemda dengan jumlah yang semakin meningkat. Saat ini BPK RI sedang melakukan proses audit atas laporan keuangan daerah KKT tahun 2022, dan diperkirakan utang pemda masih mencapai ratusan miliar rupiah.

KOORDINASI

Selama proses koordinasi berlangsung, KPK mengumpulkan sejumlah informasi penyebab besarnya hutang pihak ketiga yang pada akhirnya membebani APBD.

Kepala Satuan Tugas Koordinasi Wilayah V KPK, Dian Patria mencatat sejumlah penyebab. Menurutnya beban tersebut bermula dari kesalahan perencanaan keuangan daerah kabupaten ini.

TAPD bersama-sama dengan Banggar APBD menentukan besaran sumber penerimaan daerah yang tidak realistis. Hal ini antara lain berupa perkiraan Pendapatan Asli Daerah yang tidak realistis, transfer dana dari pemerintah provinsi jauh diatas potensi penerimaan, serta pos utang daerah yang tidak bisa direalisasikan.

“Bagi KPK, hal ini mengindikasikan ada praktek yang tidak profesional dalam perencanaan APBD. Kami berharap ini tidak disusupi kepentingan-kepentingan yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Sebab bagaimana mungkin APBD bisa ditetapkan tanpa memperhitungkan potensi dan sumber penerimaan.’’

‘’Jangan-jangan belanja sudah ditetapkan terlebih dahulu, baru kemudian dicarikan sumber pendanaannya. Kalau demikian, perilaku ini perlu didalami lebih lanjut, jangan-jangan mengarah pada bagi-bagi proyek agar semua senang. Apalagi ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir sebelum Pj Bupati ditunjuk,” tegas Dian.

RISAU

Kerisauan KPK ini karena beban hutang telah menyebabkan belanja untuk kepentingan layanan publik menjadi terhambat.

Dalam penjelasannya PJ Bupati KKT menegaskan bahwa permasalahan defisit ini menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh dia selama masa jabatannya.

“Di tahun 2023, kami mencoba menekan defisit APBD maksimal 2,5% sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menjadi perhatian utama TAPD bersama-sama dengan tim banggar DPRD,“ jelas dia.

Dampak lanjutan dari ketidakmampuan fiskal daerah akibat beban utang menyebabkan sejumlah proyek pembangunan terhenti. Sebagai contoh, di tahun 2017 pembangunan  menara air untuk diserahkan kepada masyarakat Desa Arma Kecamatan Nirunmas terhenti karena nilai kontrak yang dibayarkan masih terutang sebesar Rp 132 Juta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *