Sosok Kita

Sehari Bersama Benny Laos di Kota Ambon

×

Sehari Bersama Benny Laos di Kota Ambon

Sebarkan artikel ini

In Memoriam (Catatan Petrus Oratmangun)

In Memoriam
In Memoriam Benny Laos./IST-

Satu hari, di tahun sekira 2017-2018, Benny Laos bertandang ke Kota Ambon. Bupati Morotai ini datang bersama istri dan keluarganya.

Maklum, mertuanya, ayah dari istrinya Sherly Tjoanda berpulang dan dimakamkan di Kota Ambon.

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

Pertemuan kita berlangsung santai. Di halaman Puspaskup, masih dalam lingkungan Gereja Katedral, Jalan Pattimura, Ambon.

Oiya, mertuanya (orang akrab menyapa Bos Congkie) seorang Katolik yang taat. Karena itu pelepasan Jenasah berlangsung di Gereja Katedral Ambon.

PERTEMUAN DUKA

Menunggu pelepasan jenasah kita berbincang santai. Makin santai, karena ikut dalam ‘pertemuan duka’ sambil ngopi itu Ketua DPRD Pulau Morotai, Fahri Hairuddin alias Fihir. Ada pula Jhony Laos, kakak sepupu Beny Laos.

Oiya, Fihir itu teman kelas saya di SMP Negeri Morotai. Kita se-kota dan sekelas selama 3 thn. Karena itu pertemuan hari itu benar-benar Reuni.

Sedangkan Jhony Laos itu kakak kelas saya di SD Naskat Daruba-Morotai. Kita beda satu tahun. Tapi karena Jhony itu dinilai berkelas, meski baru kelas 5, Kepsek SD Naskat sudah memberi kesempatan ikut Ujian Nasional.

Praktis, kita beda 2 tahun untuk ukuran Angkatan dan lulusan. Saya tahu persis, karena tidak banyak orang yg bisa ikut ujian nasional SD dari kelas 5.

Apalagi saat itu Kepsek-nya, orang tua saya sendiri.

Chemistry ada diantara saya, Fihir dan Jhony Laos. Kita begitu nyambung mengenang masa lalu, sewaktu kecil doeloe.

BL hanya manggut2 tersenyum mendengar masa kecil kita.

SEANGKATAN

‘’Pak bupati, kita ini satu angkatan deng ngana, di SMA Bintang Laut Ternate,” celetuk saya kepada Benny Laos. Sengaja memutar memorinya.

Dia terperangah tak percaya. Tapi terlihat memutar memory.

Oiya, BL sosok kelahiran Ternate 8 Agustus 1972 ini, sebagian masa kecilnya pernah bergumul di Daruba, Morotai. Sebelum ia kembali ke Ternate dan bersekolah di kota itu.

Saat itu SMA Bintang Laut menjadi sekolah favorit. Kelas 1 SMA Bintang Laut saja ada 6 kelas, dari 1A sampai 1F . Kegitu banyak siswa yang menempuh ilmu di sekolah Katolik itu.

Naik kelas 2, ada pembagian sesuai minat bakat dan tentu nilai. 2 Fisika, Biologi, Ekonomi, Sastra-Budaya dan seterusnya.

“Ah, masak. Ceii ngana pe foya sampeee…” balas BL. Sepertinya dia masih terbawah ‘reuni’ kita yang lucu.

“Coba ngana sebut satu teman Angkatan (88),” kata BL menyambung pertanyaan. Ia seakan balik mempertanyakan saya. “Kita satu kelas dengan Fence Thio di kelas 2A,” jawab saya.

BL memukul meja sambil memaki kegirangan. “Eh, kimanggar. Fence itu kita pe teman kelas 1, satu bangku duduk,” katanya sambil tertawa.

Kali ini Jhony Laos dan Fahri yang duduk diam mendengar kita bernostalgia di masa SMA.

Oiya, BL tidak menghabiskan satu tahun di SMA BL (Bintang Laut). Sosok Bupati Terkaya di Indonesia itu melanjutkan studi di Kota Malang. Di Malang pun tak selesai pendidikan SMA.

Nah, ketika dia maju bertarung pertama kali sebagai Wakil Gubernur Maluku Utara, BL hanya menggunakan ijasah Paket C.

PELEPASAN

Upacara pelepasan Jenasah oleh Romo Patris Angwarmas,Pr di Katedral sudah selesai. Kita semua sama-sama mengantar jenazah almarhum mertuanya di Pekuburan Cina milik Yayasan Simpati di bilangan Dusun Taeno.

“Oiya, nanti malam ini keluarga buat pengucapan syukur di restoran Dua Ikan, Lateri. Ngoni datang ee, “ kata Fihir mewakili BL sebelum kita berpisah di siang itu.

MEJA KHUSUS

Malam hari, usai pengucapan syukur, BL bersama istri menyapa para hadirin dari meja ke meja. Rata2 yang datang keluarga, kolega dan karib mertuanya di Ambon.

Saat menghampiri meja kami, BL memanggil istrinya bertemu khusus. Di meja ini ada Jhony, Fahri dan tiga orang asal Morotai di Ambon.

Ketiganya yakni Henry Lokwati, Leonard dan Poly Untayana. Kami berlima bersama Fahri satu angkatan di SMP Morotai.

“Ma, mari kesini dolo,” kata BL kepada istrinya.

“Coba lihat, ngana kira kita tara ada keluarga di Ambon. Ini orang2 Morotai yang ada di Ambon,“ kata bupati dengan dialeg Ternate kental. Istrinya menyapa kami dengan ramah.

”Petrus, tolong antar pak ketua (dewan) dan Jhony jalan-jalan di Kota Ambon ya,” pintanya kepada saya dan tiga rekan Morotai.

”Semua biaya ada di Jhony,” kata dia sambil melempar isyarat kepada bung Jhony.

”Oiya, kalo kita tra berduka, kita so iko pa ngoni,” kali ini volume suaranya mengecil sambil melirik supaya istrinya tidak mendengar percakapan.

JODOH DI AMBON

Benny Laos itu mendapatkan jodohnya di Ambon.

Doeloe, sewaktu konflik Maluku-Maluku Utara, Harry Sinyo Sarundayang menjadi Carateker Gubernur Maluku Utara, dia mengajak dua kolega pengusaha asal Manado ikut membangun Maloko Kie Raha.

Adalah Benny Laos dan salah satu pengusaha asal Manado, Sulut.

Dari Ternate, Sarundayang kemudian menjadi Carateker Gubernur Maluku.

Nah, Benny Laos dan pengusaha itu juga ikut diboyongnya ke Ambon. Tapi selama bercokol di Ambon, BL tidak banyak melakukan pekerjaan di Maluku.

“Benny lebih banyak ‘pacaran’ di Ambon. Makanya dia kawin deng orang Ambon,” seloroh Mr CH, rekan pengusaha asal Manado itu kepada saya, satu saat.

Ketimbang daerah asal istrinya, BL memang lebih banyak membangun di Maluku Utara. Membangun Hotel megah; Hotel Bela di Kota Ternate.

Termasuk Mem_bagus_ kan Kabupaten Pulau Morotai. Menjadikan pulau di bibir Pasifik itu se-level kota-kota di Pulau Jawa.

“Rakyat mencintai BL, kecuali sebagian ASN di pemerintah kabupaten,” kata salah satu pegawai setempat, ketika saya bertandang ke sana, di tahun 2019.

Di tahun itu pula, ketika saya berada di Kota Ternate, orang-orang Ternate berharap satu saat dia bisa memimpin Maluku Utara sebagai Gubernur. Pembangunan Morotai jadi acuan mereka.

“Doeloe torang anggap ngoni di Morotai itu daerah ‘blakang tanah’. Eh, skarang ini torang kalo mo baronda, pigi ke Morotai saja,” celetuk salah satu teman di sana, saat itu.

Buah karya BL di daerahnya membawa sebagian besar warga Malut sengaja memboyong BL ke Ternate. Ikut ber-kontestasi sehat dalam pesta demokrasi.

PERGI SELAMANYA

Sayang, Sabtu (12/10/2024) kemarin, dia telah pergi. Bersama orang-orang tercinta yang mengiringinya berjuang untuk Maluku Utara yang lebih baik…

Speedboat “Bela 72” yang mereka tumpangi terbakar dan karam di dasar laut Taliabu. Sungguh Tragis…

Asap tebal menutupi speedboat yang mengacu pada nama Benny Laos kelahiran tahun 1972.

Air mata mereka di Maluku Utara sama dengan air mata penyesalan kita di Maluku…

Pemilu Damai seakan ‘tak damai’ di bumi Maluku Utara… Demokrasi seakan tercoreng stabilo merah di gerbang Kie Raha…

Selamat jalan teman Angkatan. Beta cuma bisa antar Ale sampe disini.

Dari kemarin sampai hari itu, WAG Angkatan kita basah karena air mata.

Baca Juga:

Karena Panggilan Jiwa, Ini Sosok Wanita Bertangan Dingin Widya Pratiwi Murad; https://sentralpolitik.com/karena-panggilan-jiwa-ini-sosok-wanita-bertangan-dingin-widya-pratiwi-murad/

Kami hanya bisa berdoa, dan menulis di langit… Semoga amal baikmu membawa Anda dan para pejuang menembus awan terang menuju surga yang kekal. Amin…

Teriring Doa & Pengharapan

#AveMaria

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *