Jumpa lagi dengan catatan SentralSepekan. Salam sehat untuk Anda…
Sepekan kemarin, ada sejumlah peristiwa. Korupsi ternyata masih mendominasi pemberitaan hampir semua media di daerah ini.
Satu yang menjadi sorotan khusus yakni tahapan Pemilihan Rektor Unpatti, universitas terbesar di Maluku. Hari ini, Senin (28/8), pemilihan berlangsung. Putaran Pertama namanya…
—
REKTOR itu dijaman Orde Lama disebut sebagai Presiden Universitas. Tapi kemudian berubah menjadi Rektor.
Entah kenapa… alasan yang paling mungkin Presiden Soekarno tentu tak nyaman dengan nama presiden, selain melekat pada dirinya. Kita memakluminya sebagai “tak ada lebih dari dua matahari” di Negara ini…
Oiya, sudah lima orang yang ditetapkan menjadi calon Rektor. Lima figur ini malah sudah mengantongi nomor urut. Setelah melalui tahapan seleksi, hari ini palu pertama diketok. Tahap pertama. Mereka yang lolos, tentu masuk pada putaran berikut.
Mereka yang dipastikan bertarung yaitu Dr. Rory Jeff Akyuwen , S.H., M.Hum, (Dekan Fakultas Hukum Unpatti) Prof. Fredy Leiwakabessy (Wakil Rektor I- Bidang Akademik), Dr. Yusuf Madubun, M.Si (Wakil Rektor III-Bidang Kemahasiswaan dan Alumni), dan Prof. Dr. P. Kakisina, S.Pd. M.Si (Dekan Fakultas MIPA) serta Prof. Dr. Izaak Hendrik Wenno, SPd, MPd, Dekan FKIP.
PUTRA BANGSA
Mereka itu putera terbaik bangsa yang selama ini mengabdi di Unpatti. Siapa yang bakal terpilih menggantikan Prof Dr Marthinus Sapteno, SH M.Hum, dia akan mencatat sejarah sekaligus menjadi Rektor ke-9, sejak lembaga itu disahkan Presiden Soekarno 60 tahun lalu, pada 23 April 1963.
Tapi ya itu. Namanya pemilihan pasti tak lepas dari trik n intrik. Pada forum pemilihan Rektor sekalipun ada Tiqiu taca. Duit mengalir? Bisa iya, bisa tidak. Belum pasti…! Tapi semua sudah menggalang kekuatan, mengatur strategi. Mengintip kesempatan raup keuntungan…
Semua formasi dimainkan. Mulai dari isu agama, suku sampai pada kedekatan silsilah keluarga. Para professor ini dipetakan pada ‘wilayah’ professor asal Pulau Seram, Tenggara Raya dan Ambon-Lease. Suara-suara ini berkolaborasi pada tiap Fakultas. Ini rahasia umum…!
Rektor itu memang jabatan prestise. Prestasi tentu. Eselon I di propinsi. Sekarang ini universitas diperbolehkan menggalang dana sendiri, diluar anggaran Negara… Dan Unpatti itu sudah masuk Perguruan Tinggi BLU (Badan Layanan Umum).
Noh, berbisnis sepanjang sejalan dan mendukung dunia pendidikan dibolehkan. Menggiurkan… Banyak duit disana. Karena itu kursi rektor paling diperebutkan. Termasuk diributkan para akademisi!
KERTAS UNIVERSITAS
Yah, sejago-jagonya motto yang diusung sebuah universitas, ternyata mereka tidak sepenuhnya otonom.
Padahal, jauh sebelum otonomisasi berlaku di NKRI, kita sudah mengenal Otonomi Kampus. Tapi Pemilihan rektor tidak otonom. Maklum, 35 persen suara ditentukan pusat.
Jadi, menang di Kampus, belum tentu jadi rektor. Menang di kertas, belum tentu jadi pemenang di SK.. hmmm
Nah, karena tidak otonom tadi, para calon harus menggalang suara di daerah, sekaligus memastikan suara dari atas.
Karena itu para calon rame-rame membangun gerbong ke Jakarta. Kementrian sampai Kepresidenan.
Jalur partai juga dipakai. Organisasi keagamaan tak kalah penting… sama pentingnya dengan kumpulan para alumni… Alumnus itu kadang-kalah paling lincah dilapangan….
Sudahlah… karena ini sudah masuk pada teritori politik di kampus, lake and dislike bisa saja dianggap biasa. Sepanjang hati panas, kepala tetap dingin. Asalkan jangan hati panas, kepala panas, tangan juga ikut ke-panas-an.
Kok tangan panas? Ya itu.. Kalau sudah bersentuhan dengan transaksi keuangan, bukan tidak mungkin lembaga hukum semisal polisi, jaksa sampai KPK ikut bertindak. Jadi ‘panas’ lebih tepat disebut kalau diborgol.
KPK dan UNS
Apakah KPK pernah menangkap seorang rektor? Ya iyalah. Rektor Universitas Negeri Lampung, Prof Dr Karomani bisa jadi contoh. Dibekuk KPK Terkait dugaan suap. 22 Agustus 2022 lalu. Tak terkait langsung sih dengan pemilihan rektor.
Tapi cikal-bakal Karomani main kotor sudah terlihat saat pemilihan rektor yang tidak lagi menjunjung nilai integritas… Tentu Rektor bobrok bukan haram untuk diborgol…
Di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, malah Pemilihan Rektor jadi ajang komersialisasi dan politisasi. Pemilihan berlangsung 11 November 2022, Prof Sajidan terpilih. Rencana pelantikan pada 12 April 2023.
Ets, ternyata ada kecurangan pada proses pemilihan. Al hasil, Kemendikbud Dikti menganulir hasil pemilihan. Majelis Wali Amanah (MWA) dibekukan dan kewenangannya diambil Menteri.
Prof Sajidan yang tadinya terpilih dibatalkan. Dia kemungkinan tidak bisa diikutkan pada pemilihan kloter berikut.
Terakhir, jabatan dan gelar Wakil Ketua MWA Prof Hasan Fauzi dan Sekretaris MWA Prof Tri Atmojo dicabut. Jadilah Hasan Fauzi dan Tri Atojo sebagai pegawai biasa.
Nah, karena turun jadi pegawai non profesor, ketika sudah melebihi batas usia ASN, akhirnya keduanya di-purnabakti-kan. Tinggal dirumah menikmati gaji pensiun… tragis.!
Masih untung Ketua MWA, Hadi Tjahjanto lolos dalam kisruh disana…
Noh, Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto itu Menteri, mantan Panglima TNI pula. Masih kurang jauh apa dengan pusat kekuasaan. Dibanding jaringan, semisal kumpulan alumni, di Unpatti gitu… Meski ada Hadi Tjahjanto, toh UNS Solo nasibnya masih menggelantung…
Sudahlah, kita kembalikan pada para professor kita.
Profesor itu tak perlu diajar untuk menjatuhkan pilihan. Tapi seorang professor juga manusia, yang kadang terjangkiti ‘penyakit’ lupa…
Baca Juga:
Burung Surga…: https://sentralpolitik.com/burung-surga-catatan-sentral-sepekan-terakhir/
Karena itu tak salah bila diingatkan supaya tetap berjalan pada jalur yang benar, sehingga Unpatti, lembaga kebanggaan Maluku itu benar-benar jadi Kampus Orang Basudara, bukan kampus berdarah-darah… HOTUMESEEE.. !