Lambat laun peta jalan politik Tanimbar mulai terurai secara perlahan. Seiring waktu, pengembalian formulir oleh para Bakal Calon Bupati (Bacabup) ke Partai Politik menjadi petanda perang rekomendasi dimulai.
—
ADA banyak figur yang bermunculan, baik wajah lama maupun pendatang baru. Keragaman latar belakang para calon pemimpin Tanimbar menghadirkan opsi yang luas kepada masyarakat untuk mulai menentukan standar, siapa yang akan dipilih nantinya pada bulan November mendatang. Ada politisi, mantan APH, ASN, Dokter Spesialis, bekas Aktivis, hingga pengusaha.
Berbagai pendekatan dijajaki masing-masing calon mengenalkan dirinya ke masyarakat. Paling sederhana tentu sosialisasi diri lewat alat peraga (baliho, flyer, dsb) hingga melakukan aksi sosial (semisal; bantuan sembako atau pengobatan gratis).
Pelbagai pendekatan ini pelan dan pasti memberi sumbangsih bagi pembacaan survey nantinya yang dikenal sebagai kapabilitas (kemampuan), popularitas (keterkenalan), liketabilitas (kesukaan) dan elektabilitas (keterpilihan).
FATSUN PARTAI
Muncul pertanyaan, apakah pendekatan para calon dimaksud linear dengan rekomendasi partai nantinya? Mengingat partai punya fatsun alias “selera” tersendiri dalam menentukan ke arah mana rekomendasi berujung.
Kaidah normatif dalam kandidasi terkadang berbeda jalan dengan fatsun Politik Partai. Kontroversial, namun realitas politik selalu punya kejutan tersendiri.
Kasuistis di Tanimbar, tanpa bermaksud mengucilkan Parpol yang lain, Partai, kader, dan ideologis seperti Golkar dan PDIP (belakangan Gerindra) punya standar tinggi dalam menentukan arah rekomendasi.
Rasanya prioritas terhadap kader adalah fatsun utama, sisanya memperhatikan konfigurasi pasangan dengan peluang menang. Partai lain seperti PSI, secara fenomenal meraih kursi di tiap dapil yang menghantarkan mereka menduduki kursi Ketua DPRD.
Demikian pula dengan PKS, secara ideologis sekalipun berbeda arah dengan corak masyarakat Tanimbar namun berhasil memperoleh 3 kursi. Praktis ada lima partai dengan perolehan 3 kursi, yang artinya dengan persyaratan paslon 20 persen koalisi adalah mutlak diperlukan.
Intensitas komunikasi politik termasuk kejelian membaca arah politik nasional memiliki signifikansi dalam peta koalisi Pilkada Tanimbar.
FIGUR
Lantas bagaimana dengan figur? Saya mengurutnya secara acak.
- Gerindra punya Eki Sairdekut, Wakil Ketua DPRD Maluku dan sudah 4 periode (termasuk Pileg 2024) menduduki kursi DPRD Maluku dari dapil 7. Belum lagi, jabatan sebagai Ketum AMGPM turut menggerek namanya menjadi arus utama perbincangan Cabup Tanimbar. Kegagalan mencalonkan diri di pilkada 2017, memberi dorongan untuk kembali revans dalam merebut rekomendasi partainya sendiri. Semangat bertarungnya berlipat ganda kali ini. Ketokohannya kuat. Cukup disayangkan Gerindra masih membuka pendaftaran.
- Golkar punya Dharma Oratmangun, mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku, putra S. J. O. Oratmangun (Bupati Pertama MTB), sederet jabatan tinggi di Partai Golkar. Terakhir petinggi Kosgoro Pusat. Pilkada kali ini adalah “the last dance” bagi DO. Now or never! Pemilihan calon wakil yang tepat bisa membuka peluang kemenangan bagi DO.
- Adolf Bormasa, mantan Kapolres KKT. Sekalipun gagal di Pileg Provinsi, namun target utamanya adalah kursi KKT 1. Idealnya, partai kader seperti PDIP tak perlu membuka rekomendasi lagi. Namun lagi-lagi fatsun politik partai kadang unik untuk dicermati. Artinya PDIP belum bertuan sekalipun punya kader potensial.
- Piterson Rangkoratat, mantan Sekda KKT yang didemosi Bupati PF. Sekarang PJ Bupati. Sayup terdengar, mantan Gubernur Maluku (MI) punya andil besar bagi beliau untuk pensiun dini dan maju sebagai Calon Bupati. Nothing to lose, sukses menjadikan anaknya Anggota DPRD Kabupaten Dapil 1 dan ponakannya di Dapil 3 adalah bukti kepiawaiannya menyusun langkah menuju Tanimbar 1. PKS dalam genggaman.
- Julianus Aboyaman Uwuratuw, Dokter Spesialis yang terjun ke politik. Calon dengan visi dan misi yang tersebar luas dan cukup proper dalam marketing politik dirinya, penanda keseriusan beliau. Awalnya kuda hitam, namun melihat progresifitas gerak politik dan aksi sosialnya, beliau patut ditempatkan dalam arus utama. Menarik untuk diikuti sepak terjangnya.
- Hendrik Jauhari Oratmangun, punya jejaring elit Jakarta yang cukup baik. Berani menentang hegomoni DO soal rekomendasi Golkar. Langkah yang cukup berani. Visi misinya “Bonum Commune”, ejawentahnya perlu lebih relate dengan situasi Tanimbar.
- Ricky Jauwerissa, Ketua DPD PSI yang sukses mengamankan kursi Ketua DPRD Tanimbar. Legislator berlatabelakang pengusaha dan DPRD incumbent ini patut diperhitungkan oleh politisi lokal karena mampu menghadirkan Kaesang (Putra Presiden dan Ketum PSI) ke Tanimbar.
- Petrus Fatlolon, Bupati petahana. Tidak ada yang spesial, selain menjadi residu dan sumber masalah utama Tanimbar selama periode kepemimpinannya. Prestasi terbaiknya yakni 22 ASN Tanimbar masuk penjara kerena korupsi dan menjadikan istrinya Anggota DPRD. Resitensi masyarakat akibat periode kepemimpinannya yang carut-marut menjadi batu sandungan bagi pencalonannya sendiri kelak.
CALON WAKIL
Konfigurasi calon wakil menjadi kunci di tengah realitas kebutuhan koalisi. Selain keharusan melengkapi syarat pencalonan 20 persen lewat tambahan partai, kekuatan isu, dan pengaruh tokoh lokal dapat menjadi faktor kunci memperbesar peluang kemenangan.
Kontur politik Tanimbar sangat dinamis, Pileg kemarin bisa dijadikan pelajaran. Belum lagi, relasi patron-client sangat kuat mengakar dalam tradisi masyarakat Tanimbar. Dibutuhkan konfigurasi pemimpin yang kuat secara karakter dan inklusif bagi semua.
Patut disadari, tidak semua partai di level lokal punya figur sentral yang bisa dikategorikan sebagai tokoh. Terbatas hanya pada beberapa aktor. Jabatan publik tidak serta merta menggaransi ketokohan publik. Itulah mengapa, hanya beberapa politisi lokal yang maju sebagai kandidat.
Laku politik etis dan moral publik adalah standar ideal arah kepemimpinan Tanimbar mendatang.
Kepemimpinan otentik itu berasal dari kemampuan untuk menjaga mimpi dan harapan masyarakat. Bukan hasil fabrikasi visi misi berujung pepesan kosong. Isu-isu lokal harus selaras dengan janji politik kampanye.
Baca Juga:
‘Tanimbar Doleloe dan Sekarang, Pertarungan Sampai Mati’ ;https://sentralpolitik.com/tanimbar-doeloe-dan-sekarang-pertarungan-sampai-mati/
Terakhir, budaya baru tentang masifnya politik uang perlu dilawan sehingga sirkulasi elit Tanimbar bisa tercapai menjawab kebutuhan dan tantangan ke depan. (*)
Respon (1)