PemerintahanTipikor

Ruben Akui Diperintah Demi Penuhi Kebijakan Fatlolon

×

Ruben Akui Diperintah Demi Penuhi Kebijakan Fatlolon

Sebarkan artikel ini
SIDANG LANJUTAN
Mantan Sekretaris Daerah dan Bendahara Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Ruben Mariolkossu dan Petrus Masela menjalani sidang lanjutan di PN Tipikor PN Ambon, Rabu (24/04/2024). Keduanya mengakui mendapat perintah dari Petrus Fatlolon sehingga menggunakan SPPD Fiktif.-F:IST-

AMBON, SentralPolitik.com _ Ruben B Moriolkossu, mantan Sekda Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) bersama mantan Bendahara Sekda, Petrus Masela kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Ambon, Rabu (24/4/2024).

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

Kedua terdakwa kasus Tipikor penyalagunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif pada Sekretariat Daerah (Setda) ini menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam persidangan tersebut, Ruben kepada Majelis Hakim maupun Jaksa Penuntut bahwa Petrus Fatlolon, Bupati KKT era tahun 2020 itu, memberi perintah kepada dirinya untuk mengeluafkan sejumlah uang.

Tak tangung-tangung, terkadang terpaksa menggunakan uang pribadi demi memuaskan dahaga kebijakan Fatlolon.

Dalam dakwaan JPU, tercatat sebanyak 36 kebijakan yang mereka buat atas perintah Petrus Fatlolon. “36 kebijakan itu semuanya atas perintah bupati,” ucap Ruben di persidangan.

Adapun perintah bupati untuk kebijakan antara lain, perintah Fatlolon agar pihaknya memberikan anggaran senilai Rp15 juta kepada PMKRI, melalui Redemtor Reresi.

Kemudian perintah untuk memberikan uang senilai Rp50 juta kepada para pendeta, perintah untuk berikan uang kepada warga Desa Olilit saat pertandingan Gawang Mini.

“Semua uang itu saya serahkan langsung kepada bupati Petrus Fatlolon. Bahkan ada saksi yakni sopir dan mantan Kades Ilngey saat perintah untuk siapkan uang kepada Desa Ilngey,” tandasnya.

Ruben tetap pada keterangannya saat Hakim mencercah dirinya, dengan menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang berlangsung lantaran perintah Bupati Petrus Fatlolon.

Sayangnya, semua perintah sang mantan bupati Petrus Fatlolon ini tidak pernah ada melalui catatan tertulis baik melalui memo sekalipun.

TAK ADA REKAMAN

Sialnya terdakwa Ruben maupun bendaharanya ketika acap kali mendapat perintah eks bupati ini tidak pernah sekali pun merekam melalui rekaman audio.

Ia mengakui kalau perintah mengeluarkan anggaran dari DPA, maka semua akan dilakukan pertangungjawaban sebagaimana mestinya.

‘’Namun karena perintah langsung dari mulut Fatlolon, maka saya dan bendahara harus menginisiasi permintaan itu dan dibijaki dari SPPD Setda,” ujar Ruben.

Menurut Ruben, bekas pimpinannya ini ketika akan menyampaikan perintah lisan, selalu memanggil dirinya sendiri tanpa orang lain menemani di ruang kerja utama bupati.

Ruangan kerja yang menjadi saksi bisu itu lah, Petrus Fatlolon meminta Ruben agar harus memenuhi dan melakukan sejumlah kebijakan sang bekas bupati.

“Saya akui, memang kebijakan Petrus Fatlolon kepada saya untuk dieksekusi tidak tercantum dalam DPA. Tapi tetap kita harus bijaki demi menjawab permintaan bupati itu,” tegas Ruben.

PERINTAH

Kemudian, terdakwa Petrus Masela, dalam keterangannya mengungkapkan kalau di tahun 2020, pada bulan Mei hingga Desember, saat itu, Pemda menggunakaan gedung perkantoran Kewarbotan Saumlaki (saat ini kantor DPRD sementara) sebagai tempat berkantornya bupati hingga beberapa OPD tetkait.

Pada Mei pasca pertama kalinya Ruben Moriolkossu menjabat sebagai Penjabat Sekda, Fatlolon memerntahkan agar mengeluarkan sejumlah uang pada pos SPPD Setda 2020. Perintah bupati tersebut kemudian dilanjutkan kepada dirinya selaku Bensek.

“Isi perintah lisan dari bupati adalah ‘segera siapkan uang untuk kebijakan’ dan era itu saya selalu jawab bahwa tidak ada dana untuk kebijakan,’’ katanya.

Karena terus dipaksa dengan perintah yang sama dari bupati, Ruben mengarahkan dirinya agar mencantumkan dalam catatan bendahara untuk setiap uang yang dikeluarkan yang berkaitan dengan pemenuhan  kebijakan bupati Petrus Fatlolon harus dicantumkan dalam catatan Bensek dengan diberi kode ‘perintah bupati untuk segera dilaksanakan’.

Dari semua pos anggaran pada Setda, hanya terdapat pos perjalanan dinas yang bisa dipakai. Akhirnya lahirlah SPPD fiktif yang berujung pada masalah hukum karena rugikan negara Rp1,92 milyar lebih.

“Pak Hakim, karena keadaan lah yang memaksa saya dan pak sekda untuk tetap melakukannya,” beber Petrus Masela dengan mengakui rasa penyesalannya.

Alhasil, ia mengaku selaku Bensek menyiapkan sejumlah LPJ/SPJ fiktif itu. Menurut Masela, selama tahun 2020 itu, dirinya pernah menyerahkan uang baik secara tunai maupun transfer sesuai arahan bupati kepada pihak yang telah ditentukan, sesuai apa kata Sekda kepada dirinya.

Baca Juga:

Peran Petrus Fatlolon Makin Terang di Kasus SPPD Fiktifhttps://sentralpolitik.com/peran-petrus-fatlolon-makin-terang-di-kasus-sppd-fiktif/

Sidang akan kembali berlanjut pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *