SAUMLAKI, SentralPolitik.com _ Warga Lermatang, Kepulauan Tanimbar mengobok-obok basecamp PT. Taka Hydrocore Indonesia. PT Taka ini merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) INPEX Ltd Blok Masela.
—
Pada Selasa Selasa (14/5) siang, ratusan warga Pembudidaya Rumput Laut mengamuk di depan lokasi plan project pelabuhan pendukung beroperasinya Kilang Gas Abadi Blok Masela.
Mereka meluapkan kekesalan atas janji perusahaan itu untuk membayaran kompensasi Rumput Laut yang hingga kini belum juga terealisasi. Besaran nilai kompensasi juga jadi pemicu.
Aksi demo para warga ini dilanjutkan dengan sweri alias sasi adat berupa pemasangan janur kelapa sebagai tanda larangan aktifitas di lokasi itu.
Taka Hydrocore Indonesia merupakan perusahaan kepercayaan Inpex Ltd untuk melakukan Survey Geologis dan Geotechnical (G and G) di Desa Lermatang, sebagai pelabuhan pendukung beroperasinya Kilang Gas Abadi Blok Masela.
Sebelumnya, Dinas Perikanan telah memberikan pertimbangan teknis terkait mekanisme Budidaya Rumput Laut. Terdapat long line milik warga pembudidaya yang ditaksir untuk sekali panen memperoleh keuntungan produktif sebesar Rp1.110.000,- per long line.
Namun pihak PT. Taka menawarkan kompensasi kepada para pembudidaya dengan nilai sebesar Rp500 ribu sekali masa panen. Sayangnya beberapa bulan berselang tak ada realisasi.
KEKESALAN WARGA
Salah satu warga pembudidaya, More Batlayeri kepada media ini menyebut, warga menuntut realisasi pembayaran kompensasi kepada 78 orang warga.
”Warga mendesak perusahaan segera meluluskan realisasi pembayaran hak-hak kami, karena selama ini kami terdampak kegiatan survey oleh PT Taka,” kata dia.
Ia menyebut, sejak kesepakatan bersama, sudah empat bulan perusahaan ini belum merealisasi janji mereka. Padahal, warga pembudidaya rumput laut selama itu tidak bisa melakukan aktifitas mereka.
‘’Padahal itu sumber utama pendapatan warga adalah pembudidaya rumput laut. Menurut perusahaan, harus menyurat ke Jakarta untuk permohonan pembayaran kompensasi,’’ lanjutnya.
INGKAR JANJI
Padahal, kata dia, saat pertemuan di ruangan Sekda pihak perusahaan akui siap membayar. ‘’Sekarang tidak lagi. Ini hak kami, PT Taka seakan-akan mengebiri kami,” kesalnya.
Ia menambahkan, sesuai pertimbangan teknis Dinas Perikanan, nilai per Long Linenya sebesar Rp1.110.000 untuk satu kali periode panen.
Saat awal perhitungan, semua long line terisi dengan bibit rumput laut. Namun saat perusahan membatasi para pembudidaya untuk tidak lagi beraktivitas, tentu perawatan bibit hingga akhir masa panen tiba tidak lagi dilakukan. Kondisi ini berdampak pada produktifitas hasil.
”Inilah yang kami sesalkan. Kalau kami dilarang untuk beraktivitas, tentunya rumput laut itu tidak produktif. Sementara perusahan pakai cara ini untuk tawarkan kompensasi serendah-rendahnya,’’ ujarnya.
Baca Juga:
Keberatan Warga MBD Soal Amdal Blok Masela Akhirnya Terpenuhi; https://sentralpolitik.com/keberatan-warga-mbd-soal-amdal-proyek-blok-masela-akhirnya-terpenuhi/
‘’Sekarang mereka menyusuh kita bikin permohonan kepada pimpinan mereka, kalau tidak maka tidak akan ada pembayaran. Ini seperti penjajahan saja,” kesalnya lagi. (*)
Respon (1)