Agama

‘Perkara’ Istana sampai Pusara di Tanah Pusaka

×

‘Perkara’ Istana sampai Pusara di Tanah Pusaka

Sebarkan artikel ini

Catatan Menyambut Tahun Yubileum Keuskupan Amboina (3/  Habis)

Benteng Kasetela
Benteng Kastella. F: INTERNET

Pusara Kolano Mamuya sampai saat ini menyimpan ‘masalah’. Kuburan Don Joao de Mamuya itu tentu menjadi ‘pusaka’ religi Katolik yang pantas di-ziarahi.

Tapi, pada sisi lain kuburan ini jadi pusara pusaka warga Desa Mamuya, khususnya anak cucu, cicit dan turunan Kolano sampai hari ini.

Advertisement
Iklan
Scroll kebawah untuk baca berita

MASALAH’ setidaknya  bisa terjadi, sebab saat ini anak-cucu Kolalo sudah sejak lama menganut agama Islam.

Sebagaimana ulasan sebelumnya, Kolano Mamuya bersama tujuh pengikutnya masuk Katolik, meninggalkan agama leluhur mereka.

Sejak itu Katolik terus berkembang di wilayah Maluku Utara.

Dibawah perlindungan Portugis, sebagaimana perjanjian dengan Kolano, orang-orang Moro berbondong-bondong menyerahkan diri untuk dibaptis.

Menurut catatan Adnan Amal, sejarahwan asal Universitas Khairun Ternate, perkembangan Katolik di Maluku Utara khususnya di Halmahera Utara berkembang cukup pesat.

Hanya dalam waktu setahun kala itu, jumlah umat Katolik di pesisir Galela mencapai angka 3.000 orang.

TEMBUS ISTANA

Bahkan perkembangan itu menembus istana Kesultanan Ternate.

Pada era-era itu Sultan Tabariji dan kedua orang tuanya, yakni Pati Sarangi dan Nyai Cili Boki Nukila, berpindah keyakinan menjadi Katolik.

Perkara juga sih, tapi perpindahan ini tidak lepas dari kemelut yang saat itu melanda Ternate.

Adnan Amal juga menulis perpindahan ini tidak berdampak yuridis bagi status Kesultanan Ternate.

Kemelut yang ditakutkan pun terjadi.

Pada suatu peristiwa, terjadi ketegangan di Moro. Pastor Simon Vaz menjadi korban.

Oleh warga Mamuya sang misionaris dilarikan ke Desa Sao. Namun ia terbunuh di sana.

Saat Sultan Khairun naik tahta menggantikan Tabariji, Santo Fransiskus Xaverius sempat mengunjungi Ternate dan melakukan pelayanan, membaptis warga Maluku Utara menjadi Katolik.

Xaverius, menurut Amal Adnan, juga berteman dengan Sultan Khairun. Xaverius bahkan hendak menjadikan Khairun seorang Katolik.

Tapi, tulis Adnan, Khairun berkata;

”Baik Islam maupun Kristen mempunyai tujuan yang sama. Oleh sebab itu, saya tidak perlu mengganti keyakinan dengan mengikuti keyakinan Anda (Xaverius),’’ tulis Adnan.

Sang Sultan menolak sekaligus menunjukan toleransi yang luar biasa.

Pada era itu, Fransiskus Xaverius bebas menyiarkan agama. Ia juga berkunjung ke Moro dan bertemu Kolano Mamuya. Xaverius mendapat sambutan hangat. Ia mengajar dan membaptis di sana.

Tercatat, Santo Xaverius adalah orang kedua di dunia yang membaptis orang menjadi Kristen terbanyak setelah Rasul Paulus.

Pastor Cornelis Bohm menulis, para misionaris, termasuk Fransiskus Xaverius, pada tahun 1546-1947, diperkirakan terdapat 50.000 orang Katolik di Maluku (Pulau Ambon, Saparua, Haruku dan Nusa Laut).

Itu belum termasuk di Maluku Utara.

Dari Maluku Utara, Fransiskus kemudian kembali ke Ambon dan melanjutkan perjalanan ke Malaka. Selanjutnya ia ke Malaysia dan bertolak ke Jepang.

PENGUSIRAN

Setelah peristiwa pembunuhan Sultan Khairun di Benteng Kastela pada tahun 1570, penggantinya Sultan Bahbullah mengobarkan perlawanan dan mengusir Portugis dari Ternate.

Portugis kemudian pergi meninggalkan Ternate menuju Timor-Timur alias Timor Leste saat ini.

Beberapa serdadu Portugis malah sempat ‘tercecer’ di Tanimbar (Pulau Fordata) dan memperkenalkan Katolik disana, sebelum Misi Katolik benar-benar bercokol di Tanimbar.

Dengan begitu perkembangan Katolik di Maluku Utara pun redup.

Sebagian kembali ke agama leluhur mereka. Sebagian besar menganut agama Islam sebagaimana sampai hari ini.

MAMUYA HARI INI

Mamuya hari ini adalah sebuah desa di Kecamatan Galela, Kabupaten Halmahera Utara yang beribukota Tobelo.

Mencapai Mamuya dari Kota Tobelo harus melewati jalan darat ke arah utara. Menyusuri Desa Gura, MKCM, Wari, Wari Ino, Gorua, Mede, Popilo, Ruko dan Luari.

Dari Luari Anda langsung memasuki Desa Mamuya. Di Mamuya inilah batas antara Kecamatan Tobelo Utara dengan Kecamatan Galela.

Lewat Mamuya ada Desa Pune sebelum tiba di Soa-Sio, ibukota Kecamatan Galela.

Mamuya kini terus berbenah diri sebagai desa Mandiri. Disini ada wisata air panas.  BUMDesa setempat yang mengelola wisata ini.

Di desa ini ada penduduk beragama Kristen (GMIH= Gereja Masehi Injil Halmahera) dan penduduk beragama Muslim. Tentu ada Gereja dan Mesjid di sana.

Pasca konflik sosial 1999 lalu, warga sudah kembali hidup berdampingan dengan baik.

Sayang, Pusara Kolano belum tergarap maksimal sebagai Wisata Rohani atau sebagai sebuah situs cagar budaya.

Sumber-sumber media ini menyebutkan kalau ‘’akses’’ fisik jalan ke Pusara seakan tertutup, sebagaimana ‘’akses rohani’’.

Pastor Agus Arbol, Sekretaris Keuskupan Amboina juga mengakui kondisi itu.

‘’Pernah tahun 2014 kita hendak merenovasi lewat Pastor Paroki Tobelo, tapi keluarga-keluarga di Mamuya tidak mengijinkan,’’ katanya kepada media ini, Senin (24/2/2025).

Selain akan mengkonfirmasi lagi soal ‘akses’ yang tertutup tadi, Romo Agus memastikan belum ada renovasi secara permanen terhadap pusara itu.

Kondisi ini bisa dimaklumi. Pasalnya, turunan Kolano adalah penganut agama Muslim yang taat.

Tapi sebagaimana orang Katolik, orang Islam juga memberikan penghormatan khusus bagi leluhur yang telah meninggal dunia. Biar sekian abad sekalipun, seperti jasad Kolano.

Pada titik ini sebetulnya ada Cinta.

Cinta orang Katolik terhadap seorang Katolik pertama di Tanah Air, sekaligus Cinta turunan Kolano bagi leluhur mereka yang ikut menggores sejarah.

Jadi ada cinta beda agama disitu.

POLEMIK 

Oiya, keberadaan Pusara Kolano sampai hari ini masih mengisahkan polemik.

Menurut warga Mamuya yang beragama Kristen, pusara yang terletak di kawasan pegunungan itu adalah seorang misionaris.

Sementara sebagian warga Muslim mengaku kuburan itu leluhur mereka.

‘’Misionaris ini mengacu pada Pastor Simon Vaz, Pastor yang mengabarkan injil dan meninggal di Halmahera,’’ kata pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Halmahera Utara, Petrus Jahangmetan kepada media ini.

Ia juga menyebut kalau umat Katolik dari Tobelo memang pernah bersiarah ke sana. Memanjatkan doa untuk misionaris mereka atau kepada kolano tadi.

Pada sisi lain, sebagian umat Muslim mengaku kalau kuburan itu merupakan Pusara leluhur mereka.

Karena leluhurnya seorang Kolano, makanya dimakamkan di gunung.

‘’Jadi memang harus ada yang bisa memastikan, apakah ini kuburan misionaris atau Kolano,” tambah Jahangmetan.

Toh, katanya mesti ada penelitian baik dari Balai Arkeologi atau instansi lain yang berkompeten.  “Bila perlu ada tes DNA untuk mematikan itu,’’ katanya mengusulkan.

KATA MONSEGNEUR SENO

Lantas bagaimana sikap Uskup Diosis Amboina atas kondisi Pusara Kolano yang seakan tertutup ‘akses’ itu?

‘’Saya percaya, malu hati manusia itu ada rasanya. Manusia itu bukan batu atau kayu yang tidak punya hati dan lain sebagainya,’’ jawab Mgr Seno menjawab media ini, Jumat (21/2/2025) saat keterangan pers.

Pemilik Lambang ‘Duc in Altum’ (Bertolak ke Tempat yang dalam) ini mengaku sudah hampir tiga tahun menjadi uskup dan berkeliling ke daerah-daerah di Maluku, termasuk daerah yang menakutkan.

‘’Saya turun ke hampir semua wilayah di Maluku yang katanya ’menakutkan’, tapi saya tidak merasakan itu. Justru itu luar biasa bagi saya,’’ katanya.

Ia juga optimis akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang melilit polemik Pusara Kolano atau Misionaris itu.

‘’Saya punya keyakinan bahwa segala sesuatu bisa diselesaikan ketika kita bersahabat, ketika kita bersaudara dan itu harus dilakukan dengan tulus,’’ sergahnya.

Semoga puncak Tahun Yubileum ke-125 Keuskupan Amboina tahun 2027 mendatang, pusara Kolano atau pun pusara misionaris Simon Vaz bisa menjadi wisata ziarah rohani di Mamuya.

Sekaligus mewujudkan “Cinta Beda Agama” itu.

Baca Juga:

Dari Budak Ziarah Sampai Cinta Beda Agama; https://sentralpolitik.com/dari-budak-ziarah-sampai-cinta-beda-agama/

“Untuk Kristus Raja Kita; JADILAH..!“ Terima kasih. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di GOOGLE NEWS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TAHUN NAGA KAYU
Agama

AMBON, SentralPolitik.com _ Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa. Tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti…