Pemerintahan

Akademisi Nilai Jauwerissa Rezim Hibrida di Tanimbar

×

Akademisi Nilai Jauwerissa Rezim Hibrida di Tanimbar

Sebarkan artikel ini
Mekitekson Melayaman, S.Sos.,M.IP
Akademisi Universitas Lelemuku Saumlaki, Mekitekson Melayaman, S.Sos.,M.IP. Ia menilai Rezim Hibrida mulai muncul di Tanimbar. f:Koleksi Pribadi-

SAUMLAKI, SentralPolitik.com –  Tindakan otoriter oleh Bupati Kepulauan Tanimbar Ricky Jauwerisa melalui Kabag hukumnya Ricky Malisngoran dengan mempolisikan tenaga P3K mendapat kecaman akademisi.

Para P3K selain rakyat sipil, mereka juga pejuang “sepiring nasi” keluarga di Bumi Duan Lolat.

banner 120x600

Akademisi Universitas Lelemuku Saumlaki, Mekitekson Melayaman, S.Sos.,M.IP, menilai sikap arogansi bupati menunjukan siapa dirinya sebenarnya.

‘’Bupati tidak memahami hakekat demokrasi, karena ia lahir dari demokrasi hybrida,’’ katanya menjawab media ini, Selasa (21/10/2025).

Dari pengamatannya, rezim Hibrida atau demokrasi semu ini sementara dibangun di tanah Duan Lolat. Sekaligus menunjukan demokrasi di Tanimbar menuju kegentingan.

“Kita bisa lihat rezim hybrida ini mulai dibangun. Dan ini membahayakan demokrasi,’’ ingat Wakil Dekan FISH Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Unlessa ini.

Dalam pengamatannya sejak aksi demo 100 hari kerja bupati dan wakil yang ditagih rakyat, ketika rakyat bertanya, malah yang disalahkan pemerintahan sebelumnya.

‘’Padahal yang susun program 100 hari kerja kan tim bupati serta wakilnya. Sekarang kian terang dengan proses hukum terhadap rakyatnya dan tidak konsisten,” tandas

TANGAN BESI

Bahkan, kepemimpinan Ricky Jawerisa saat ini dinilai mulai menggunakan tangan besi dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Katanya, nilai fasilitas publik seperti kaca jendela kantor BKPSDM, tidak sebanding dengan gumulan yang tak terhenti dan pengharapan yang telah mati oleh rakyatnya.

‘’Oleh mereka yang keringatnya jatuh tuk mengabdi bagi Pemda tapi terabaikan bahkan sekarang teraniaya,” ucapnya.

Jika demokrasi hybrida ini terus dibangun, maka akan berdampak pada ketidakstabilan politik dan sosial, peningkatan ketimpangan dan korupsi.

Selanjutnya melemahnya partisipasi dan kepercayaan publik. Dan hal ini sudah terlihat jelas menuju kearah ketimpangan.

“Rezim Hibrida ini akan mengaburkan batas antara demokrasi dan otoritarianisme. Kritik terhadap pemerintah dibatasi, menciptakan pemerintahan yang terasa hampa demokrasi.’’

“Jika dikomparasikan dengan Ibu Wakil Bupati dan Sekda yang baru dilantik, kedewasaan berdemokrasi jauh berbeda. ‘’

‘’Itu sebabnya, mereka berdua yang sering berhadap-hadapan dengan aksi protes, sengketa lahan, P3K dan sebagainya. Sedangkan Bupati lebih memilih jalan-jalan ke luar daerah,’’ sebutnya.

Wakil Bupati, ingatnya, lebih merangkul sebagai orang tua, sebagai orang Tanimbar, duan dan lolat.

Mestinya, kata dia, Jauwerissa sadar bahwa sederetan aksi protes pada kepemimpinan sebelumnya memiliki hubungan erat dengan orang-orang dekatnya hari ini.

Baca Juga:

Jauwerissa Mulai Main Represif, Polisikan Aksi Demo P3K: https://sentralpolitik.com/jauwerissa-mulai-main-represif-polisikan-aksi-demo-p3k/

‘’Jadi ini hukum tabur tuai atau karma,’’ tandasnya. (*)

Baca berita menarik lainnya dari SentralPolitik.com di Channel Telegram