Sebagaimana UUD 1945 dan Undang-undang Republik Indonesia tepatnya hak dan kewajiban dalam Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945, Pasal 27 ayat 2 menyebut: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
—
Hak merupakan sesuatu yang dimiliki oleh setiap individu baik dalam lingkungan pekerjaan, masyarakat bahkan hak sebagai warga negara Republik Indonesia.
Sedangkan kewajiban adalah suatu tanggung jawab atau amanah yang didapatkan dan harus dilakukan oleh seseorang. Begitu juga dengan karyawan yang memiliki hak dan juga kewajiban sebagai seorang karyawan di suatu instansi.
Dengan terpenuhinya hak dan kewajiban, maka seorang ASN akan bekerja dengan maksimal karena adanya balance antara hak dan kewajiban tersebut.
Ketaatan Aparatur Sipil Negara (ASN) baik provinsi maupun kota/ kabupaten dalam melakukan kinerja tentunya berdasarkan aturan yang telah ditetapkan sesuai undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Fungsi ASN yakni Pelaksana kebijakan publik; Pelayan publik; dan Perekat dan pemersatu bangsa, menjadi dasar untuk melaksanakan tugas dan tanggungajwabnya pada masing-masing daerah.
Pelaksanakan kebijakan publik saat ini terkait pemberian tunjangan penghasilan tambahan tentunya masih berbeda-beda dan disesuaikan dengan pendapat pengasilan daerah.
Bermuara dalam semangat birokrasi saat ini, setiap ASN berhak atas gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya serta jaminan perlindungan dan pengembangan kompetensi.
Pasal 27 ayat 2 : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sembari meresapi pasal dimaksud ada hak-hak yang perlu dipertimbangankan berdasarkan geografis daerah masing-masing apalagi wilayah timur Indonesia yang terbilang belum sepenuhnya merasakan taraf kesejahteraan secara baik.
Instrumen yang hakiki oleh pemerintah pusat senantiasa mendorong pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia agar lebih tinggi dan sama dengan pulau jawa, tetapi masih tetap mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa.
Pilar pemerataan pembangunan bertujuan mengurangi kesenjangan pendapatan di seluruh lapisan masyarakat, memperkecil kesenjangan antar wilayah, pemerataan infrastruktur sehingga kemiskinan akut berhasil dituntaskan.
Kosep pemerataan kebijakan pembangunan yang senantiasa digaungkan oleh pemerintah pusat tidaklah diulas secara mendalam.
Pada kesempatan ini penulis lebih mencermati secara khusus pada wilayah Timur Maluku, khususnya Kota Ambon dalam upaya pemerintah pusat agar dapat memahami kondisi kesejahteraan melalui arah kebijakan aktualisasi kue pemerataan dalam meningkatkan kesejahteraan di wilayah Maluku khususnya Kota Ambon.
Mirisnya dari apa yang menjadi introducing awal di atas dimana pemerintah pusat mendorong untuk meningkatkan kesejahteraan di wilayah Timur Indonesia.
Redaksional diatas akan sampai pada permenungan kawasan Timur Idonesia yang mana? Pertanyaan miris ini tentu akan berpulang pada kebijakan-kebijakan Nasional; yang masih menjadi decision priority untuk selalu didahulukan.
ASN
Aparatur Sipil Negara yang disingkat ASN sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terbagi atas PNS dan P3K ( Pegawai Pemerintah dalam Perjanjian Kerja.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 1, sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.
Tiga program prioritas bidang aparatur dalam RKP 2020, yaitu (1) Peningkatan akuntabilitas kinerja, pengawasan, dan reformasi birokrasi; (2) Peningkatan inovasi dan kualitas pelayanan publik; dan (3) Penguatan implementasi manajemen ASN berbasis merit.
Implementasi ketiga program tersebut masih perlu dicermati dengan prioritas keunggulan SDM yang seimbang dengan kemampuan menajerial yang dimilikinya, bukan berarti PNS Pemerintah di wilayah Maluku belum mampu untuk dapat menjalankan program prioritas tersebut, hanya saja terkesan belum seimbang dengan pendapatan.
Degradasi dan upaya defenship posisi strategis birokratisasi dengan kekuasaan akhir-akhir ini memberikan nuansa yang tidak maksimal sehingga ungkapan perbaikan kinerja terkesan belum sepenuhnya membuat perubahan signifikan dalam mensejahterahkan para PNS di provinsi Maluku terkhusus Kota Ambon dan beberapa kabupaten lainya, mengapa demikian?
Jika kinerja PNS dalam kewenangannya sebagai penentu opsional kebijakan untuk menunjang ketiga program prioritas yang telah dituangkan melalui UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, dapat diterapkan secara baik, maka TPP dapat diarasakan secara totalitas oleh ASN dan seimbang dengan aturan yang berlaku diwilayah Maluku.
TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI
Dasar hukum Tambahan Penghasilan Pegawai yakni Pasal 58 Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, di mana pemerintah daerah (pemda) dapat memberikan TPP dengan memperhatikan keuangan daerah dan persetujuan DPRD.
Harmonisasi Peraturan Pemerintah perlu dijalankan secara tepat dan teratur sehingga dapat dirasakan secara menyeluruh oleh ASN diwilayah Maluku terkhusus Pemerintah Kota Ambon.
Harmonisasi redaksi “dengan memperhatikan keuangan daerah, dan persetujuan DPRD” telah di sepakati, namun ketika kedua makna redaksi tersebut yang telah ditetapkan dan disetujui oleh DPRD.
Sudah tentu harus dilaksanakan dengan mekanisme dan akurasi yang sejalan dengan, apa yang harus diterimakan setiap bulannya, namun TPP yang diharapkan setiap bulan dapat berjalan beriringan, dengan gaji masih tersendat setiap saat, sehingga harapan setiap PNS Pemerintah Kota Ambon dan kabupaten lain pada setiap bulannya dapat menerima hasil kinerja melalui TPP, harus menunggu setiap dua bulan atau tiga bulan baru di bayarkan.
Apa yang menjadikan TPP terhambat setiap bulannya? Dan TPP tidak diterapkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan setiap bulannya?
Kebijakan Pemangku kepentingan yakni pimpinan misalnya di Kota Ambon melalui program prioritas yang sudah dilakukan setiap tahun berdasarkan analisis dan perhitungan yang cermat, namun harus lebih mengutamakan kesejahteraan para PNS yang tentunya disesuaikan dengan anggaran yang telah ditetapkan, sehingga kendala-kendala secara sistemik sedapatnya dapat dibenahi sehingga kinerja proses merit sistim berjalan secara lebih baik lagi.
Ekosistim birokrasi Pemerintah Kota Ambon terbilang baik dalam kebijakan namun banyak kelemahan-kelemahan terkait kesejahteraan Aparatur sipil Negara, baik PNS maupun PPPK, sedapat mungkin kemaksimalan bekerja dengan upah dan tambahan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) yang telah disesuaikan dengan pendapatan pergolongan baik PNS dan dalam jabatan struktural dan Fungsional, proses pencairan belum di terapkan secara baik.
Pertimbangan mendasar melalui kebijakan perundang-undangan bila dicermati melalui Undang-undang ketenagagakerjaan/cipta kerja bahwa komponen Upah, yakni 1) upah tanpa tunjangan; 2) upah pokok dan tunjangan tetap; 3) upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; atau 4) upah pokok dan tunjangan tidak tetap sesuai ketentuan yang berlaku, serta sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Jika dikomperasikan kedalam kebijakan peraturan di daerah terkait pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP) di daerah, belum mencerminkan hak-hak kemanusian. Mengapa? Mengingat adanya keterlambatan pembayaran setiap beberapa bulannya.
KETERLAMBATAN PEMBAYARAN
Pemerintah Pusat melalui kebijakan perundang-undang ketenagakerjaan yang mana telah disahkan Undang-undang Cipta Kerja terlah mengatur sistim pengaturan perlindungan pengupahan baik proses pegupahan yaitu pembayaran gaji dan akurasi waktu yang ditetapkan serta keterlambatan pembayaran gaji mengacu pada sanksi yang tegas.
Lalu! bagaimana dengan kebijakan pembayaran tunjangan penghasilan yang prosesnya terhambat atau tertunda, apakah harus mendapatkan sanksi yang tegas?
Realita yang terjadi selama 5 tahun terkahir perlu disikapi secara bijaksana dan bukan bijaksini.
Jangan salahkan para PNS kalau dalam penilaian kinerja buruk dan menghiraukan beban kerja, karena hak-hak berupa tambahan penghasilan saja tidak direalisasikan dengan baik setiap bulan.
Jangan salahkan PNS jika harus malas kerja, terlambat ke kantor atau mencari tambahan lain, jika mekanisme komponen upah disetiap daerah yakni tunjangan tetap yakni Gaji dan TPP, tidak berjalan beriringan setiap bulan.
Kondisi birokrasi seperti ini terus akan berlanjut jika pemangku kepentingan tidak mempunyai rasa kemanusian dan rasa kepedulian serta mengupayakan kerbukaan public.
Birokrasi di Maluku masih penuh dengan janji-janji pemangku kepentingan yang diwarnai kepalsuan dan akan tetap mengutungkan kepentingan golongan dan kekuasaan individu serta melakukan kebijakan periodisasi untuk mempertahakan kekuasaan.
Baca Juga:
Kebohongan Politik, Kebenaran dan Demokrasi Indonesia; Perspektif Etika Politik Buddhisme; https://sentralpolitik.com/politik-kebohongan-politik-kebenaran-dan-demokrasi-indonesia-perspektif-etika-politik-buddhisme/
Puncak peradaban budaya birokrasi lemah, masih penuh drama persaingan politik dan kekuasaan di Maluku dan terkhususnya Pemerintah Kota Ambon, agar meraih kedudukan abadi, hal demikian hanya akan selalu merugikan para ASN yang senantiasa menjadi korban subyektivitas sehingga harapanya “berkerjalah dengan hati karena dari hati terpancarlah kehidupan”. (*)
SentralPolitik.com luar biasa..
Eksis terus SentralPolitik.com dengan pemberitaan yang tajam dan terpercaya..