Jumpa dengan catatan SentralSepekan. Selamat beraktifitas. Selamat lai; Pelantikan Gubernur/ Wagub para Bupati/ Walikota se-Maluku. Hari ini berlangsung. Semoga Amanah…
Nanti tiba di Maluku, penampilannya sudah berbeda. Berwibawa. Aura kepemimpinan langsung bersinar…
Maklum, emblem Garuda sudah menempel di dada. Jemari sudah menenteng kewenangan. Sah!!
—
Spesial selamat untuk pak Hendrik Lewerissa. Gubernur Maluku yang baru. Politikus berlatar belakang hukum.
Oiya, Maluku, setelah 6 dasawarna, 60 tahun lalu, sejak kepemimpinan Kolonel Soemitro (1968-1973), baru kali ini memiliki gubernur non birokrat dan militer.
Kalau ditimang-timang, ‘latar hidup dan juang’ HL sepertinya mirip Gubernur Pertama Maluku, Mr Johannes Latuharhary.
“OM NANE”
Johannes Latuharhary alias Om Nane lahir di Saparua, pada hari Jumat, 6 Juli 1900.
Setelah remaja dia mengambil ilmu hukum di Leiden, Belanda dan meraih gelar Meester in de Recghten (Mr) pada usia 27 tahun.
Om Nane tercatat orang Maluku pertama yang menyandang gelar bergengsi itu di Walanda sana.
Sepulangnya di tanah air, dengan berbekal rekomendasi dosennya; Cornelis van Vollenhiven, Johannes muda kemudian menjadi hakim di jaman kolonial.
Namun dia memilih mundur dan menjadi pengacara. Selanjutnya dia terlibat pada pergerakan kemerdekaan, lewat jalur politik dan hukum. Termasuk jalur ini; pers..!
Ah? Iya, sebab ia juga tercatat sebagai pemimpin media Sarekat Ambon bernama “Haloean”.
Om Nane juga sempat menjadi anggota Regentschapsraad (DPRD) Kabupaten Probolinggo berikutnya Provinciale Raad (DPRD Propinsi Jawa Timur), masih di masa kolonial.
Dia juga terlibat pada perjuangan kemerdekaan dan aktif di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).
Dan, menjadi salah satu pentolan di PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan, mewakili Maluku.
Karena itu jangan heran, ketika Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi di jalan Pegangsaan Timur Jakarta pada Jumat, 17-8-45, Johanes Latuharhary berdiri tepat di belakang Soekarno-Hatta.
Ia berdiri tegak dengan stelan baju Putih-Putih. Konkritnya Johannes Latuharhary masuk jajaran para perintis kemerdekaan.
Oiya, setelah pengakuan kedaulatan, Latuharhary diangkat sebagai Gubernur Maluku yang pertama. Era 1950-1955.
Menjadi Gubernur ketika itu ternyata bukan perkara mudah. Om Nane juga tidak serta-merta langsung terjun ke Maluku. Tidak melewati retret, tapi “retret plus” karena pecah pemberontakan.
Jadi dia berstatus gubernur, tapi hanya berdudukan di Jogjakarta. Nanti setelah kondusif baru dia menjadi gubernur de facto di Maluku.
Tiba di Ambon ia langsung bekerja, membenahi Maluku yang porak-poranda karena perang melawan RMS.
HENDRIK LEWERISSA
Ketika Om Nane meninggal pada 8 November 1959 di Jakarta, Hendrik Lewerissa masih kanak-kanak. Berusia 9 tahun.
Oiya, sama seperti Johanes Latuharharry, Hendrik Lewerissa juga lahir di Saparua di hari yang sama; Jumat.
Ayah Johanes bernama opa Jan Latuharhary. Opa Jan itu seorang tuan guru. Ibunya Josefin Hiarej.
Ayah Hendrik asal Nusalaut, juga seorang guru di Saparua. Karena itu, HL mungil lahir di Itawaka dari rahim seorang ibu bermarga Wattimena asal negeri itu, pada hari Jumat Legi, 2 Maret 1968.
Setelah menamatkan pendidikan tinggi di Ambon, HL juga menempuh pendidikan di Luar Negeri. Sama seperti Om Nane, HL juga ambil spesialis hukum.
Sama usia seperti Om Nane, pada umur 27 tahun Hendrik muda pun berhasil meraih Master of Laws di Temple University, Amrik.
JALAN POLITIK
Kembali ke tanah air, HL juga berkiprah di dunia hukum. Ber-acara di pengadilan.
Dan jalur politik Lewerissa sepertinya mirip pula dengan om Nane.
Om Nane tuh pernah menjadi Ketua Jong Ambon pertama dan menjadi anggota dewan. Belakangan ia menjadi anggota Parindra, Partai Indonesia Raya.
Begitupun Hendrik Lewerissa yang pernah empat tahun bergabung dengan Partai Demokrat.
Saat Prabowo mendirikan Partai Gerindra di tahun 2008, Hendrik Lewerissa kemudian bergabung, dan menjadi Ketua Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) di Maluku sekira tahun 2010.
Jadi, sama-sama “bercokol” pada partai yang mengusung tema; “Indonesia Raya.”
Dan seperti kita tau, Lewerissa menjadi Anggota DPR RI. Satu periode tuntas, namun dia mundur saat namanya sudah tercatat sebagai Anggota DPR RI. HL lebih memilih tarung kursi Gubernur Maluku.
Johanes Latuharhary tampil menarik perhatian saat ia berpidato di Kongres PPPKI. Pada momen itu ia berpidato dengan judul: “Azab Sengsara Kepoelauan Maloekoe.”
Dari bahan Pidato itu kemudian diterbitkan sebagai buku. Sayang pemerintah VOC ketika itu membredel penerbitan buku tadi.
Pidato Om Nane sebetulnya lebih menekankan ekonomi di zaman kolonial, dan sistim pendidikan yang menguntungkan penjajahan.
SENGSARA
Meski serupa, perjuangan om Nane dan pak Hendrik berbeda konteks, tempat, waktu dan definisi perjuangan mereka.
Kalau Om Nane berjuang merebut & mempertahankan kemerdekaan, pak Hen mengisi kemerdekaan.
Tapi keduanya sama-sama menjabat Gubernur Maluku. Hanya saja Opa Nane berjuang di zaman kolonial, sementara Om Hen berada di jalur milenial.
Tapi harus diakui kalau sampai saat ini ‘Azab Sengsara’ masih mendera Maluku. Ekonomi masih menjadi masalah utama dan pendidikan masih saja melilit rakyat seribu pulau ini.
Maluku belum menikmati sepenuhnya kekayaan yang terhampar di daratan, dan terbentang luas di laut, dan dasar laut..!
Om Nane memang telah lama pergi, tapi harapan-harapan pahlawan nasional itu harus diwujudkan. Terutama ‘keluar’ dari zona Azab Sengsara tadi.
Nah, apakah Hendrik Lewerissa mampu menyingkap tabir sebagaimana obsesi Om Nane?
Baca Juga:
Inpres, Tikus dan Retret Sentak! ; https://sentralpolitik.com/inpres-tikus-dan-retret-sentak/
Memang ada banyak sih variabel penentu. Tapi semestinya bisa, asalkan kita sederap selangkah, sedikit demi sedikit setidaknya dalam lima tahun kepemimpinan.
Ditunggu langkah juangnya pak Hen? Semoga! (*)
Respon (1)