AMBON (SentralPolitik)_ Peringatan KPK agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar tidak membayar Utang Pihak Ketiga (UP3) karena ada ‘mens rea’, ternyata tak diindahkan oleh pemerintah setempat.
Pasalnya pada 18 Juli 2023 kemarin, Pemkab KKT kembali membayarkan UP3 sebesar Rp. 20 miliar kepada pengusaha tertajir di Tanimbar, Agustinus Theodorus.
—
Pembayaran kepada Agustinus Theodurus ini terkesan dilakukan diam-diam baik oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten itu.
Dari Surat Perintah Membayar Langsung (LS) bernomor 21.01/03.0/0000/P.01/7/2023 yang berhasil dikantongi SentralPolitik.com, tertera SP2D pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.
SP2D LS ini pembayaran Belanja Modal bangunan Gedung Pertokoan/Koperasi/Pasar senilai Rp. 20 miliar.
Pembayaran UP3 ini berlangsung pada 18 Juli 2023 yang mana A Z Jaolath, ST yang saat ini menjabat Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, sebagai Pengguna Angaran.
Sikap Pemkab KKT yang menutup erat pembayaran UP3 ini, kian menguatkan adanya dugaan “kongkalikong” yang melibatkan banyak pihak.
MENS REA
Sebelumnya, KPK RI melalui Ketua Satuan Tugas Direktorat Wilayah V Koordinasi dan Supervisi V KPK Dian Patria sudah mengingatkan adanya niat jahat atau Mens Rea pada pembayaran UP3.
Dian menegaskan kalau ada niat jahat dalam pembayaran Utang Pihak Ketiga (UP3) yang telah miliki putusan pengadilan senilai puluhan milyar, saat mengunjungi Kepulauan Tanimbar pada April 2023.
“Pemda kan tidak punya duit sebanyak itu untuk bayar in materialnya, yang penting modalnya dikembalikan,” tandas Dian menanggapi pembayaran UP3 yang mengacu pada putusan Pengadilan.
Dari Putusan pengadilan ini terjadi pembengkakan harga satuan pada UP3.
Dia menunjuk proyek cutting bandara. Nilai awalnya sebesar Rp700 juta, namun membengkak hingga Rp9 milyar.
“Ada mens Rea pada pembayaran ini yang membumihanguskan APBD KKT,” kata dia yang menegaskan bahwa masalah UP3 ini terlambat diketahui KPK, kalau tidak, maka bisa dilakukan operasi tangkap tangan (OTT).
PASAR OMELE
Sementara itu, data SentralPolitik, nilai kontrak pekerjaan Pasar Omele sebesar Rp. 75 miliar, namun Pemda harus membayar sebanyak Rp. 93 miliar sesuai putusan pengadilan.
Disisi lain, pembangunan penimbunan Pasar Omele seluas 9 hektar tidak memiliki Amdal, UKP dan UPL. Pasar ini dikerjakan oleh PT Lintas Yamdena.
Meski tak miliki kelengkapan Andal, pekerjaan berlanjut atas rekomendasi Bupati KKT saat itu, Bito Temmar yang tertuang dalam surat No : O2/Rekla/1/2009 tanggal 20 Januari.
Sebagian besar material yang digunakan adalah milik Pemda, yang diangkut dari lokasi yang sudah dibebaskan Pemda. Sesuai rencana lokasi itu akan didirikan Gedung Olahraga (GOR), namun sekarang sudah berdiri Gedung Bulog dan Kantor Bapas.
Sebagian kecil timbunannya diambil dari belakang SMA Unggulan milik Agus Thiodorus, bos PT Lintas Yamdena.
Pada tahun 2012, Agus Thiodorus melakukan penagihan ke Pemda atas hasil pekerjaan penimbunannya. Namun tidak dibayarkan.
Pemda kemudian mendatangkan Konsultan Independent dari Bandung untuk menghitung jumlah material yang terpakai pada menimbun 9 hektar lahan tersebut.
Hasil hitungan konsultan, biaya yang harus diserahkan Pemda ke PT Lintas Yameda sebesar Rp 22 miliar lebih. Namun Agus Thiodorus menolak hasil hitungan tersebut.
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/kpk-sebut-ada-niat-jahat-dibalik-pembayaran-utang-agus-theodorus/
https://sentralpolitik.com/armando-ingatkan-kpk-mens-rea-di-proyek-pasar-omele/
Sebaliknya, Agus Thiodorus memberikan hasil hitungannya kepada Pemda sebesar Rp 44 miliar sekian. (*)
Respon (3)