Selamat pagi. Salam sehat untuk Anda. Kita sudah memasuki bulan Maret 2024. Bulan dimana cikal bakal kota Ambon ini terbentuk.
—
PADA Maret 1576 atau 449 tahun silam, para leluhur kita ikut membantu leluhur kolonial asal Portugis mendirikan sebuah benteng di bibir pantai Hunipopu.
Benteng ini awalnya diberi nama Nossa Senhora da Anunciada, yang berarti Maria Diberi kabar oleh Malaikat Tuhan. Malaikat Gabriel memberitakan tentang kelahiran Yesus.
Dari tangan Portugis, Belanda, Inggris dan kembali ke Belanda (dan Jepang), kehadiran benteng inilah merupakan cikal bakal Kota Ambon.
Dibalik bebatuan benteng kokoh inilah Potugis dan Belanda menjalankan roda penjajahan. Berapat mengatur pasukan atau bersiasat mengandu domba. Berharap Gulden atau Real Portugis balik ke benteng, usai mengirim rempah-rempah ke Eropa…
Di benteng itu belum ada istilah uang Goceng. Palingan yang ada cuma Gulden, atau Real Portugis. Entah ada nama Gobang disana…
Tahu Gobang? Gobang itu nilai uang sebesar 2,5 sen. Lain cerita kalau kata Gobang ditambah kata ‘mata’ di depannya. Apakah penjajah itu “Mata Gobang???” Ya ialah, sampai datang kesana kemari ke hamper semua pulau di Maluku… Tentu mereka juga dilengkapi bekal semacam SPPD githu…
GOBANG
Gobang dapat dipahami sebagai koin tradisional yang berlubang. Lubangnya berbentuk lingkaran atau persegi empat. Sejarah mencatat uang gobang menjadi alat tukar sedari masa-masa kerajaan doeloe.
Sementara “mata gobang” untuk istilah lokal sini mengartikan sebagai orang yang ingin selalu mendapat keuntungan lebih. Atau.., ya silahkan Anda mengartikannya sendiri… hmmm
Lalu soal retribusi sampah, apakah Pemerintah Kota Ambon bisa masuk sebagai “Mata Gobang” dan tidak berpihak pada jelata? Ah tentu tidak. Retribusi itu untuk PAD Kota Ambon dan kembali ke rakyat dalam bentuk lain…
Nilai retribusinya sih cuma Goceng. Goceng itu dari Bahasa Hokkien, di dataran Tiongkok sana. Nilainya 5000… Dibawahnya ada Gocap alias 50… Kakak Gocap ya itu Gopek, artinya 500… Istilah2 ini anyar di Indonesia …
Dan, Pemkot cuma mengambil Goceng dari retribusi sampah per hari. Nilai itu tentu sudah mendapat persetujuan rakyat lewat dewan, setelah diusul pemerintah tentu. Makanya disebut Peraturan Daerah. Perda Goceng dong…!?? Hmmm
Lalu bagaimana kalau uang retribusi ditilep petugas?? Apa mungkin?? Hmm.. mana mungkin petugas penagih retribusi mati kelaparan sambil memegang banyak uang receh… mana tahann….yaah minimal sih uang makan, rokok n ngopi sdh aman seharian…
GAGAH
Oiya, menilep uang receh tak seberesiko uang banyak. Liat saja Sekda dan bendahara Setda KKT. Bukan recehan yang ditilep, tapi jauh lebih besar dari segepok.
Dari dana Rp. 1,930 miliar SPPD Setda KKT, Sekda Ruben Mariolkossu dan bendahara menilep Rp.1,092 miliar… Sentral melansir itu pekan ini…
Noh, apakah cuma Ruben dan Bendahara alias Beben yang menikmati? Apakah ada orang diatasnya pula…. Hmmm… mana mungkin 26 OPD ramai-ramai berpesta pora dengan uang SPPD, tapi suara pesta tak didengar si bos, penguasa saat itu..?
Nah, biar Ruben dan Petrus yang bicara di sidang, jaksa menuntut dan hakim yang memutuskan.. Toh… jalan masing panjang untuk membekuk si bos…
Yang pasti, lagak si Ruben beda jauh saat dia dilantik menjadi Penjabat Bupati KKT di lantai 7 kantor gubernur. Saat-saat itu, Hotel Manise menjadi Markas Besar, dan Dua Ikan Restorant menjadi lokasi pesta pora…
Dia dielu-elukan. Gagah! Para pejabat berdesak-desakan menyalin tangannya sebagai orang nomor satu di KKT… Sekalian setor muka ke penjabat bupati yang baru…
Tapi pada Kamis (27/02) kemarin, dia terlihat lunglai… tak ada ratusan pejabat yang datang mengantarnya sebagaimana dia dilantik… tak ada pesta pora, palingan sumpahh serapah rakyat jelata…. Sumpah, seperti sampah! Tapi bukan retribusi..
PACUL
Noh, perilaku Mariolkossu dan Masela tak beda jauh dari bangsa Kolonial seperti Portugis dan Hollander ratusan tahun lalu datang di nusantara… ya karena rempah2 berakhir gobang …
Keduanya bukan suku Portugis atau Belanda… mereka suku Tanimbar dari ras Melanesia… jauh dari Korea di Asia Timur.
Apakah mereka bisa masuk ‘suku Korea’ ala Bambang Pacul?? Tentu Tidak..!
Sebab Ir Bambang Wuryanto menyebut istilah Korea-Korea terkait mentalitas… Semangat juang dan militansi yang tinggi. Tentu ini dipisahkan dengan moralitas!
Tapi, seorang Korea harus memiliki Galah, supaya bisa melenting tinggi… Bambang Pacul menyebut ‘Korea’ sebagai jalur kurikulum politik, ala PDI Perjuangan di Jawa Tengah…
Lalu siapa Galah Ruben Mariolkossu dan Petrus Masela?
Noh, galah mereka tentu ada pada pimpinannya. Dan mungkin saja 26 pimpinan OPD yang terlibat korupsi SPPD di Tanimbar sana memiliki galah yang sama…
Siapa? Nah lo, mereka ASN kok, dan Galah-nya tentu pimpinan mereka yang katanya kaya raya. Harta menumpuk seperti daging gajah.
Supaya mentalitas korupsi itu pupus, galah utama mereka mesti dibuat putus! Supaya tak ada Galah korupsi di Tanimbar… Paham? Ah..
Sama Bambang Pacul, Jaksa dan Hakim sepertinya harus ambil jalan ini, jalan Ksatria…! ‘’Jangan percaya jalan yang sudah dirintis orang, sesekali kita perlu melompat”! Kata Pacul… Hmm@
Baca Juga:
KB, RJS dan BPJS ; https://sentralpolitik.com/kb-rsj-dan-bpjs/
Aha, meski Naga butuh api, masih untung aparat hukum kita punya galah sendiri; yakni ke-adil-an, bukan ke-gobang-an seperti koruptor…Huhh! @Jumpa pekandepan!
#SentralSepekan