SAUMLAKI (SentralPolitik) – Ketua Satuan Tugas Direktorat Wilayah V Koordinasi dan Supervisi V KPK Dian Patria menegaskan, pembayaran Utang Pihak Ketiga (UP3) antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dengan Agus Theodorus, salah satu kontraktor disana, menyimpan niat jahat dibaliknya alias ‘mens rea’.
KPK sendiri mengaku terlambat mengetahui pembayaran utang itu. Bila diketahui sejak awal, KPK bakal melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), meski pembayaran sudah memiliki putusan hukum tetap.
“Setelah saya mendengar penjelasan tadi, untuk pembayaran in materil yang diminta, baiknya pelaku usaha mengalah saja. Pemda kan tidak punya duit sebanyak itu untuk bayar materialnya, yang penting modalnya dikembalikan,” tandas Dian saat melakukan pertemuan dengan Penjabat Bupati KKT, OPD dan Pimpinan dan Anggota DPRD KKT, Senin (10/4) di Saumlaki.
Satria menunjuk, salah satu proyek yakni Proyek Bandara Bumi Hanguskan APBD KKT dengan nilai hanya Rp700 juta, tapi membengkak hingga Rp9 milyar. “Nah, ada ‘mens rea’ di proyek cutting bandara yang membumihanguskan APBD di KKT,” kata sambil menegaskan masalah UP3 ini terlambat diketahui KPK.
SENGKARUT UTANG
Pernyataan Dian Patria itu menanggapi penjelasan Ketua Komisi B DPRD KKT, Apollonia Laratmase. Saat pertemuan Laratmase banyak memberi masukan terkait sengkarut pembayaran utang pihak ketika kepada aparat KPK yang hadir.
Dia mengungkapkan kalau terkait masalah UP3 ini, BPK RI pernah menolak untuk mengakui kegiatan-kegiatan tersebut sebagai utang untuk dianggarkan.
Namun kemudian berlanjut setelah inkracht, BPK-RI minta untuk dianggarkan tapi tetap secara teknisnya dikembalikan dengan mekanisme, baik itu yang sesuai Permendagri, Permenkeu, Tata Cara Membayar, dan lainnya. ‘’Jadi memang yang saya tahu itu putusan pengadilan tetap dibayarkan sesuai dengan aturan yang berlaku,’’ katanya.
Merujuk LHP yang pertama disampaikan bahwa di tahun 2015 terhadap LHP 2014 BPK-RI sampaikan bahwa terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh pihak ketiga diakui oleh Pemda sebagai utang itu, belum dapat diakui dan diragukan kebenarannya.
‘’Itu LHP yang di tahun 2015. Kemudian nanti di tahun 2016 barulah sudah adanya putusan inkracht dan kemudian keluarlah LHP yang pada saat itu BPK RI sendiri menyatakan bahwa direkomendasikan kepada Kepala Daerah untuk memberikan sanksi terhadap Tim Kuasa Hukum Pemda, karena tidak cermat dalam menangani perkara terhadap utang pihak ketiga,’’ bebernya.
SANKSI
Disebutkan, tidak cermat itu berarti bahwa yang BPK RI sudah mengurai dari bawah kalau pekerjaan ini dilaksanakan tidak melalui prosedur dan lainnya, sehingga seharusnya diberikan sanksi karena dia lalai dan tidak cermat.
Dijelaskan lagi bahwa saat itu utang hendak dibayar tahun 2017, tapi dewan belum bisa terima karena merujuk pada stetmen bahwa kuasa hukum Pemda diberikan sanksi atau teguran. ‘’Makanya kemudian bagaimana kita mau realisasi,’’ imbuh dia.
Saat itu pihaknya berinisiatif untuk berkonsultasi dan minta pendapat BPK-RI sehingga pada tahun 2018 karena sudah Inkracht maka BPK-RI menyarankan untuk membuat rekomendasi. ‘’Kita patuh akan saran BPK-RI itu karena yang tadi saya katakan bahwa amanat Permendagri bahwa yang namanya Inkracht itu wajib dianggarkan, tetapi sekali lagi DPRD wajib untuk menganggarkan itu namun dibayarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” tandas Pola sapaan akrabnya.
Apalagi saat ini dengan kondisi keuangan daerah yang bisa dibilang sementara kolaps ini. Maka pihaknya harus mempertimbangkan dulu rasionalnya seperti apa. ‘’Memang kalau dihitung awalnya cutting di bandara itu Rp700 juta, tetapi karena pihak ketiga merasa sudah adanya kerugian inmaterial karena utang itu sudah memakan sekian tahun tidak dibayarkan,’’ bebernya.
Baca juga:
https://sentralpolitik.com/pengelolaan-keuangan-di-tanimbar-amburadul-berawal-dari-kesalahan-pemda/
Sekedar tahu, Utang Pihak Ketiga Pemkab KKT kepada pengusaha tajir di Tanimbar Agus Theodorus bos PT Lintas Yamdena, sudah ada sejak Bitto Temmar memimpin daerah itu. Namun saat kekuasaan beralih ke Petrus Fatlolon, utang tersebut tidak dilunasi karena terkendala berbagai aturan.
Nah, baru saat Daniel Indey menjabat Bupati KKT, hutang dilunasi sebagian, dengan nilai utang yang cukup besar yakni Rp. 35,145 miliar. (*)
Respon (2)